kicknews.today –Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara (KLU) mulai memasuki persidangan. Dua terdakwa, Aprialely Nirmala dan Agus Herijanto, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Rabu (22/01/2025). Sidang ini menjadi sorotan karena kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 18,4 miliar.
Kedua terdakwa tiba di Pengadilan Tipikor sekitar pukul 09.30 WITA dengan pengawalan pihak kepolisian. Namun, sidang sempat diskors selama dua jam karena pihak penasihat hukum belum melakukan registrasi.
Sidang akhirnya dimulai pukul 12.00 WITA dan berlangsung selama 36 menit dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Greafik Loserte dan Ahmad Ali Fikri Pandela.
Detail Dugaan Korupsi
Dalam dakwaannya, JPU mengungkapkan bahwa Aprialely Nirmala, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), telah mengubah detail engineering design (DED) proyek tanpa verifikasi teknis.
Sementara Agus Herijanto, selaku Kepala Proyek PT Waskita Karya, melaksanakan proyek berdasarkan rancangan yang sudah diubah serta membuat laporan pertanggungjawaban fiktif.
Proyek pembangunan shelter tsunami ini, yang dikerjakan pada tahun 2014 di Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, memiliki nilai total Rp 23 miliar.
Namun, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengungkapkan bahwa proyek tersebut mengalami kerugian negara sebesar Rp 18,4 miliar.
Shelter yang seharusnya menjadi tempat evakuasi sementara (TES) bagi masyarakat tidak dapat difungsikan sesuai tujuan.
“Perbuatan kedua terdakwa berkaitan erat satu sama lain, sehingga dakwaan diajukan berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP,” jelas JPU.
Eksepsi dari Penasihat Hukum
Setelah mendengar dakwaan, penasihat hukum Aprialely Nirmala mengajukan eksepsi. Sementara itu, tim pembela Agus Herijanto meminta waktu untuk mempelajari dakwaan sebelum memutuskan mengajukan keberatan.
Hakim Ketua Isrin Surya Kurniasih mengabulkan permintaan tersebut dan menetapkan sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi pada Jumat (31/01/2025).
Proyek Bermasalah
Shelter tsunami ini merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya. KPK menetapkan kedua terdakwa sebagai tersangka pada akhir 2024 setelah menemukan cukup bukti adanya tindak pidana korupsi.
Hingga kini, shelter tersebut tidak dapat digunakan, meskipun nilai proyek mencapai total Rp 23 miliar, yang diduga menjadi kerugian negara secara keseluruhan.
Kasus ini menjadi peringatan keras atas pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proyek-proyek vital, khususnya yang berkaitan dengan keselamatan masyarakat. Masyarakat Lombok Utara kini menantikan keadilan bagi kerugian besar yang telah ditimbulkan oleh kedua terdakwa. (gii)