kicknews.today – Sejumlah pedagang di kawasan Gunung Rinjani, khususnya di sekitar Danau Segara Anak, mendapatkan peringatan keras dari pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) setelah ditemukan menjual minuman keras.
Padahal, mereka telah mendapatkan izin usaha di bawah naungan Koperasi Jasa Wisata Alam Rinjani (Kopjaswar) Sembalun, yang mewajibkan pedagang untuk mengikuti Standard Operating Procedure (SOP) pendakian.

Pengendali Ekosistem Hutan TNGR, Budi Soesmardi, menegaskan bahwa aturan mengenai pelarangan penjualan minuman keras telah disampaikan secara tegas dalam SOP pendakian. Pihaknya juga telah melakukan razia dan memberikan peringatan kepada para pedagang yang melanggar.
”Kami sudah tegas menyampaikan aturan ini dalam SOP pendakian dan telah melakukan razia. Pedagang yang melanggar sudah diberikan peringatan keras. Namun, kendala lainnya adalah masih banyak lapak pedagang yang terlihat kumuh dan kurang peduli terhadap sampah di sekitar mereka,” ujar Budi pada Sabtu (1/2/2025).
TNGR berencana melakukan evaluasi dan pembinaan terhadap para pedagang bulan depan, termasuk melibatkan Kopjaswar dan Forum Wisata Lingkar Rinjani. Saat ini, terdapat 9 titik lapak pedagang yang tersebar di sepanjang jalur pendakian, mulai dari Pos 2 hingga Danau Segara Anak. Dalam SOP terbaru, pedagang diwajibkan membawa turun sampah mereka serta menjaga kebersihan dalam radius 200 meter dari area dagang.
Selain itu, TNGR juga berencana menata ulang lokasi dan bentuk lapak agar lebih layak dan tidak lagi terlihat semrawut.
”Ke depan, kita akan menata kembali lokasi dan bentuk lapak pedagang agar lebih modern dan estetik. Misalnya, tidak lagi menggunakan terpal, tetapi menggunakan kontainer atau desain yang lebih tertata. Yang paling penting, mereka wajib mendaftarkan barang dagangan dan dilarang keras menjual minuman keras,” tegas Budi.
Sementara itu, Ketua Wahana Pencinta Alam Nusa Tenggara Barat (Wanapala), Arie Gare, menilai keberadaan lapak pedagang di kawasan Gunung Rinjani berbanding terbalik dengan visi Rinjani Zero Waste 2025. Ia mengkritik bahwa beberapa pedagang justru merusak citra ekowisata dengan menjual minuman keras seperti bir di kawasan konservasi.
”Kami sebenarnya ingin menentang aktivitas tersebut, tetapi seolah-olah kami dianggap memutus rezeki orang. Yang paling penting adalah menertibkan lokasi berjualan serta mengatur apa saja yang boleh diperjualbelikan, karena jelas beberapa pedagang di TNGR masih menjual minuman keras,” pungkasnya. (cit)