kicknews.today – Event pacuan kuda piala Walikota Bima di arena Sambinae Kecamatan Mpunda Kota Bima masih simpang siur karena terkendala izin dari kepolisian. Pecinta Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Kota Bima pun belum bisa memastikan kapan event tersebut mulai digelar.
Sebelumnya, event pacuan kuda direncanakan pada 26 Agustus 2023. Pordasi menyadari diundurnya waktu pelaksanaan pacuan kuda menyusul adanya penolakan sejumlah pihak akibat meninggalnya seorang joki cilik saat latihan di arena pacuan Panda, Kabupaten Bima pada Agustus lalu.

“Kami sadar itu kelalaian orang tua joki, tapi jangan event resmi harus dibatalkan. Sebab, ini sudah tradisi masyarakat kita yang sudah dianggarkan oleh daerah. Bahkan semua fasilitas joki termasuk Alat Pelindung Diri (APD) sudah kami siapkan untuk dipinjam pakai baik saat latihan maupun event,” kata Ketua Pordasi Kota Bima, Sudirman DJ, Jumat (22/9).
Sudiman mengakui polemik pelibatan joki cilik pada pacuan kuda masih menjadi pembahasan panjang. Bahkan sebelum Pordasi, Polres Bima Kota, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lembaga Perlindungan Anak (LPA) hingga diikuti via zoom pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sudah menyikapi soal joki cilik melalui pertemuan terbatas.
Pada dasarnya, sejumlah pihak siap mendukung pacuan kuda dengan beberapa persyaratan terkait penegakkan regulasi dan aturan berdasarkan Perbup, meskipun sebagian menolak. Seperti MUI dan KPAI kata Sudirman, siap mendukung pacuan kuda maupun joki cilik.
“KPAI bahkan siap ke Kota Bima untuk bahas lebih lanjut soal joki cilik. Sekarang kami masih menentukan waktu yang tepat untuk menyambut mereka,” katanya.
Menurut Sudirman, KPAI turut mendukung pergelaran pacuan kuda yang menggunakan anak sebagai joki. Asalkan semua rangkaian kegiatan selama pacuan kuda berlangsung tetap mengedepan pemenuhan keselamatan joki.
“KPAI dukung, bahkan mereka ikut membantu dalam rumusan regulasi pelibatan joki cilik pada event pacuan kuda,” jelasnya.
KPAI menambahkan beberapa poin pada regulasi atau aturan terkait dengan seluruh rangkaian penyelenggaraan pacuan kuda di Kota Bima dengan fokus pendekatan pada sistem perlindungan anak. KPAI ingin harus menyediakan alat perlindungan diri atau body protector, helm standar lengkap sesuai dengan standar joki, pakaian dan sepatu standar berkuda.
Selanjutnya, pengelompokan usia dan spesifikasi dari umur joki sesuai dengan kelas, kuda lokal umur 8-10 tahun, 10-14 tahun kelas sandalwood, dan G1, G2, G3 umur 15-19 tahun. Terpenuhinya hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan Jaminan BPJS Kesehatan selama event pacuan kuda berlangsung.
Kemudian, pentingnya sekolah Joki (sertifikasi joki dan kuda) sebagai syarat lomba penyelenggaraan latihan di luar jam sekolah yang memperhatikan pemenuhan dan perlindungan hak anak. Termasuk supervisi penyediaan posko kesehatan, tenaga medis maupun psikologis dan keamanan saat latihan dan penyelenggaraan lomba.
Selanjutnya, membuat basis data joki termasuk jumlah dan jenis kuda yang ditunggangi untuk perlombaan. Serta memberikan sanksi administratif dan disiplin bagi penyelenggara, penonton atau peserta yang melanggar ketentuan.
“Kemudian menyiapkan form kesediaan (informed consent) anak untuk mengikuti latihan dan penyelenggaraan lomba,” tambahnya.
Kemudian, joki yang menunggang kuda adalah joki yang dalam keadaan sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter atau tim medis. Joki yang menunggang kuda harus memenuhi standar umur yang disesuaikan dengan kelas kuda.
“Joki yang menunggang kuda harus mendapat persetujuan orang tuanya yang dituangkan dalam informed consent,” katanya.
Kemudian saat menunggang kuda, mereka harus menggunakan perlengkapan pelindung (safety) atau body protector, helm standar lengkap sesuai dengan standar joki, pakaian dan sepatu standar berkuda. Mereka juga tidak diperkenankan mengganggu, memukul, menarik kendali kuda lain.
“Joki tidak boleh melepas, membuang perlengkapan pelindung sampai kuda melewati garis finish,” ujarnya.
Selain itu, dalam rumusan lain juga ditentukan jumlah pertandingan yang diikuti oleh para joki. Termasuk tata tertib (Tatib) pengecekan kuda, perlengkapan joki oleh panitia dan sejumlah aturan lainnya.
“Jadi, KPAI menyambut baik event ini dengan tanpa mengabaikan regulasi demi keselamatan para joki,” katanya.
Menurut Sudirman, event pacuan harus tetap digelar dengan aturan yang ketat. Apalagi persiapan sudah mencapai 95 persen, mulai dari arena, penataan UMKM dan pengadaan tenda-tenda di sekitar lokasi.
“Sayang jika tidak digelar, tentu banyak masyarakat yang rugi. Kami juga belum berani membuka pendaftaran mengingat jadwal pelaksanaannya belum ditentukan,” jelasnya.
Terkait kematian joki saat latihan sebenarnya kata dia, di luar dari pada kontrol Pordasi. Apalagi latihan tersebut tanpa izin resmi dari Pordasi.
Peristiwa joki jatuh juga tidak bisa dipungkiri terjadi saat event resmi berlangsung. Tapi kondisi mereka tetap baik-baik saja karena dilengkapi APD lengkap. Mulai dari pelindung kepala, wajah, body, kaki hingga sepatu pelindung khusus.
“Pada event sebelum kami sudah menghadap ke Kapolda membahas soal joki. Alhamdulillah, sejumlah event mulai dari Bima, Dompu, Sumbawa dan Lombok Tengah berlangsung lancar dan semua joki aman,” tandasnya.
Dia berharap Polres Bima Kota bisa mempertimbangkan kembali soal izin pacuan kuda di Sambinae. Sebab, event ini sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Bima, Dompu hingga NTB umumnya.
“Antusias masyarakat menyambut event pacuan kuda ini sangat luar biasa, itu yang perlu dipertimbangkan. Bukan hanya dari Bima Dompu, tapi juga dari Sumbawa hingga Lombok. Karena untuk ikut event ini minimal mereka harus mengeluarkan biaya Rp5 juta,” pungkasnya. (jr)