kicknews.today – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lombok Utara (KLU) melalui Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP-Naker) mewacanakan kebijakan strategis berupa kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dua kali lipat. Kenaikan pajak ini bakal diterapkan untuk lahan-lahan terlantar yang selama ini dikuasai oleh investor namun tidak dimanfaatkan secara produktif.
Langkah ini disebut sebagai bentuk dorongan tegas agar para pemegang izin Hak Guna Usaha (HGU) maupun Hak Guna Bangunan (HGB) dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan sesuai rencana investasi yang telah dijanjikan.

Menurut Sekretaris DPMPTSP-Naker KLU, Erwin Rahadi jumlah lahan terlantar di wilayah Lombok Utara mencapai ratusan hektare. Yang mengejutkan, lahan-lahan tersebut terletak di lokasi strategis seperti kawasan pesisir yang memiliki nilai tinggi untuk sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
“Bisa saja nanti pemerintah daerah membuat regulasi khusus terhadap lahan-lahan yang ditelantarkan, salah satunya dengan menaikkan pajak daerah hingga dua kali lipat,” ujar Erwin, Senin (02/06/2025).
Ia menegaskan bahwa keberadaan lahan yang tidak produktif ini bukan hanya menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, tetapi juga mempersulit masuknya investasi baru karena keterbatasan lahan potensial yang tersedia.
Salah satu contoh konkret adalah lahan di Dusun Pandanan, Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, yang dikuasai investor sejak tahun 1992, namun hingga kini tidak pernah dikelola sebagaimana peruntukannya.
Lebih lanjut, Erwin menjelaskan bahwa Pemda tidak bisa serta merta mencabut izin HGU atau HGB yang sudah diterbitkan, mengingat proses pencabutan memerlukan tahapan administratif sesuai regulasi nasional. Hal tersebut diatur dalam PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 20 Tahun 2021.
“Tindakan pencabutan izin hanya bisa dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN setelah proses evaluasi dan pemberitahuan dilakukan, dan terbukti bahwa lahan benar-benar tidak dimanfaatkan,” terangnya.
Namun demikian, untuk menertibkan lahan-lahan yang terbengkalai itu, Pemda Lombok Utara sedang mendorong agar dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kemudahan Berinvestasi, tidak hanya mengatur kemudahan bagi investor, tetapi juga sanksi bagi yang tidak menjalankan komitmen investasinya.
“Pada Raperda yang sedang kami susun, kami beri ketentuan bahwa jika tidak ada aktivitas investasi yang nyata, maka pajak akan dinaikkan sebagai bentuk teguran administratif,” kata Erwin.
Ia menambahkan, koordinasi lintas instansi seperti Dinas Pariwisata, Dinas PUPR, Satpol PP, serta Kementerian ATR/BPN sangat dibutuhkan agar kebijakan ini berjalan efektif dan tidak tumpang tindih dengan regulasi nasional.
Kebijakan ini diharapkan menjadi sinyal kuat bahwa Lombok Utara terbuka terhadap investasi yang bertanggung jawab dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan, bukan hanya sekadar menguasai lahan tanpa kontribusi nyata terhadap daerah. (gii-bii)