Penyaluran BNPT di Lombok Tengah, warga dipaksa beli paket sembako di kantor desa

kicknews.today – Penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) periode Januari-Maret 2022 di Kabupaten Lombok Tengah diduga bermasalah. Ombudsman NTB menemukan penyimpangan sistem penyaluran bantuan sosial itu terjadi di banyak desa.

“System penyaluran ini dikeluhkan Keluarga  Penerima Manfaat (KPM),” ungkap, Kepala Keasistenan Pemeriksa Laporan Ombudsman NTB, Arya Wiguna, SH, MH, Kamis (3/3).

Berdasarkan petunjuk dan teknis (Juknis) baru, penyaluran BPNT kata Arya, KPM menerima bantuan berupa uang Rp 600 ribu melalui petugas kantor Pos. Uang itu, kemudian dimanfaatkan oleh KPM untuk memenuhi kebutuhan sesuai keperluan yang sudah ditentukan.

“Kalau tahun lalu, aturannya KPM tinggal gesek di E-Warong lalu memilih sembako sesuai kebutuhan,” jelasnya.

Namun, kali ini sistem penyalurannya menyimpang. Pemerintah Desa menerapkan praktik pemaksaan pada KPM untuk membeli sembako yang sudah dipaketkan.

Sebelum, KPM diundang ke kantor desa untuk menerima BPNT melalui petugas Kantor Pos. Setelah uang diterima, KPM diarahkan untuk membeli paket yang sudah disiapkan Pemdes. Yakni, 40 kilogram beras dan 4 tirai telur dengan harga Rp 600 ribu. Selain itu, KPM juga diminta  menandatangani surat pertanggungjawaban mutlak (SPJM) yang dibuat oleh pihak kantor desa.

“Masalahnya lagi, KPM tidak mendapatkan bukti pembayaran dan daftar harga sembako dari Pemdes,”  katanya.

Dalam Keputusan Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Nomor: 29/ 6/SK/HK.01/2/2022 tentang Juknis  percepatan penyaluran bantuan program sembako periode Januari-Maret 2022, jelas disebutkan. Bahwa pemanfaatan BPNT untuk membeli 4 jenis bahan pangan yang telah ditentukan. Yakni,  memiliki kandungan karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan vitamin dan mineral.

Pembelian itu jelas Arya, bisa dilakukan di mana saja, kapan saja serta jumlah dan jenis sesuai dengan kebutuhan. Tidak mesti di kantor desa.

“Kalau KPM dipaksa untuk membeli paket sembako di kantor desa, itu jelas menyalahi aturan,” jelasnya.

 Pada dasarnya, Ombudsman sudah berkoordinasi dengan sejumlah Pemdes. Kebanyakan dari mereka menyebutkan tidak mengetahui adanya perubahan Juknis penyaluran tersebut. Bahkan, ada beberapa desa yang mengakui mengetahui itu setelah bantuan disalurkan.

Sistem penyaluran bantuan yang menyimpang ini tentu sangat disayangkan.  Namun, masalah ini juga muncul karena tidak lepas dari keterlambatan Juknis yang diterima oleh Pemda. “Kami harap adanya pemantauan evaluasi ketat serta pembinaan kepada pihak terkait yang terlibat dalam penyaluran BPNT,” harapnya. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI