kicknews.today – Sebuah peristiwa memilukan mengguncang masyarakat Kecamatan Pemenang. Seorang anak berkebutuhan khusus berinisial A (14) menjadi korban pengeroyokan brutal oleh lima remaja, termasuk dua pelajar berseragam SMP. Insiden tragis ini terjadi pada Rabu siang (18/06/2025), di kawasan Sira, saat A sedang berjalan bersama dua adiknya yang masih kecil.
Kasus ini kini tengah ditangani secara serius oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Utara. Informasi yang dihimpun, peristiwa nahas tersebut diduga kuat merupakan puncak dari perundungan yang telah lama dialami korban, bahkan sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Kejadian bermula ketika dua remaja berseragam menghentikan langkah A dan menantangnya untuk berkelahi. Dalam kondisi terpojok dan demi melindungi adik-adiknya, A terpaksa menerima tantangan tersebut.
Tanpa disangka, ia digiring ke sebuah kebun di mana tiga pelaku lain telah menunggu. Saat korban mencoba melarikan diri, ia ditahan dari belakang, lalu dikeroyok hingga tak sadarkan diri.
Korban dipukul di bagian perut, dadanya ditendang, dan kepalanya dihantam berkali-kali. Jeritan histeris dari adik-adiknya yang menyaksikan kejadian mengenaskan tersebut akhirnya mengundang perhatian dua warga sekitar yang segera menolong.
Kelima pelaku pun langsung melarikan diri, sementara korban dilarikan ke IGD Puskesmas Pemenang dalam kondisi memar parah dan nyeri hebat di dada serta perut.
Mengetahui kejadian ini, orang tua korban segera melapor ke Polres Lombok Utara. Tim Unit PPA pun langsung bergerak cepat dan berhasil mengantongi identitas seluruh pelaku.
“Pihak kepolisian langsung menurunkan tim dan mengidentifikasi para pelaku. Meskipun korban tidak mengenal mereka secara pribadi karena lingkup pergaulannya terbatas, kami optimistis proses hukum akan berjalan sesuai aturan,” ujar Kuasa Hukum Keluarga Korban, Eva, Senin (23/06/2025).
Meski masih dalam kondisi sakit, korban tetap hadir untuk memberikan keterangan kepada penyidik Unit PPA. Eva menegaskan, perundungan adalah awal dari kekerasan fisik yang serius, dan kasus ini harus menjadi peringatan bagi semua pihak, terutama keluarga pelaku.
“Yang lebih menyedihkan, para pelaku justru sering dibela oleh orang tuanya. Ini harus dihentikan. Jangan jadikan perundungan dan kekerasan sebagai hal sepele, terlebih terhadap anak berkebutuhan khusus,” tegasnya.
Terkait proses hukum, Eva menyebut para pelaku yang masih berstatus anak-anak tetap dapat diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, termasuk mekanisme diversi yang diatur dalam Pasal 7. Namun pihak keluarga berharap kasus ini tidak berhenti hanya pada mediasi.
“Perbuatan mereka telah memenuhi unsur Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Tidak boleh ada lagi toleransi terhadap kekerasan, apalagi dengan dalih usia pelaku masih di bawah umur,” katanya.
Sementara, Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, AKP Punguan Hutahaean saat dikonfirmasi, membenarkan bahwa kasus ini tengah dalam proses penanganan. “Sedang dalam proses penanganan,” jelasnya.
Kasus ini menjadi sorotan dan membuka mata banyak pihak tentang pentingnya perlindungan terhadap anak, terutama mereka yang berkebutuhan khusus. Masyarakat diimbau untuk lebih peduli dan berani melaporkan setiap bentuk perundungan atau kekerasan yang terjadi di lingkungan sekitar. (gii)