kicknews.today – Ribuan warga Kelurahan Paruga, Kecamatan Rasana’e Barat Kota Bima terdampak krisis air bersih karena pelayanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) mati total. Mereka terpaksa merogoh kocek membeli air untuk kebutuhan minum dan masak.
“Kadang warga mengambil air sumur payau dan bau untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Ketua RT 17 Lingkungan Sarata, Kelurahan Paruga, Mahani beberapa hari lalu.

Dia mengatakan, kondisi ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir akibat layanan PDAM sudah tidak lagi berfungsi. Pemerintah pun tidak ada inisiatif untuk perbaiki.
“Sudah lima tahun mungkin layanan PDAM ini mati total. Di Sarata ini ada dua RT, dengan jumlah penduduk mencapai ribuan. Semuanya terdampak krisis air,” katanya.
Selama ini warga terpaksa beli air yang dijual diluar kompleks. Dengan kondisi itu, secara otomatis pengeluaran warga bertambah untuk membeli air. Ia dan warga lainnya pun harus merogoh kocek hingga beberapa kali lipat dari biasanya mereka membayar air bulanan di PDAM.
Menurut Mahani, harga satu tangki atau tandon berukuran 250 liter air bersih yang dipatok para penjual yakni Rp 75.000. Itu pun hanya memenuhi untuk kebutuhan selama dua pekan.
“Air ini hanya keperluan memasak dan minum saja. Kalau dihitung-hitung kita habiskan Rp 150.000 per bulannya untuk kebutuhan air,” keluhnya.
Selama ini warganya sering meminta untuk mencarikan solusi agar mendapatkan sumber mata air yang memadai. Namun krisis air yang terjadi sudah berlangsung cukup lama itu tak kunjung mendapat perhatian dari pemerintah.
“Sudah sering kita sampaikan ke Pemkot. Setiap kita datang mengadu, mereka bilang siap bantu. Tahun ke tahun begitu aja jawabannya. Tapi sampai dengan saat ini nggak ada kepastian,” terang ibu satu anak ini.
Hal senada juga dikatakan warga lain, Astri (36). Ibu rumah tangga ini mengaku, krisis air bersih dialami warga sekitar terjadi sejak layanan PDAM tak berfungsi dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Astri, tak berfungsinya pelayanan perusahaan daerah itu membuat warga menggunakan air sumur. Selain rasanya asin, air di sumur warga tersebut berbau dan berwarna coklat.
Karena tak ada pilihan lain, Astri dan warga lain tak peduli dengan kondisi air yang tak layak digunakan itu. Namun demikian, air sumur yang mereka gunakan itu hanya untuk keperluan harian seperti mencuci, mandi dan keperluan WC.
“Sumur di sini tidak bisa dimanfaatkan untuk konsumsi karena asin. Apalagi saat musim kemarau, airnya berwarna coklat dan berbau. Jangankan untuk minum dan masak, buat cuci aja sebenarnya tidak layak. Kalau dipakai buat masak, nasinya kekuningan,” ucapnya
Bagian Penagihan PDAM Bima, Darmawan yang dikonfirmasi tak menampik krisis air di Kelurahan Paruga. Hal itu lantaran kondisi PDAM dalam beberapa tahun terakhir diterpa masalah kekurangan biaya operasional.
“Bukan hanya kekurangan biaya operasional, gaji kami 29 bulan belum juga dibayar oleh Direktur PDAM Bima. Mana mungkin kami bisa penuhi kekurangan air yang ada saat ini,” kata dia ditemui di kantor PDAM Bima.
Menurut Darmawan, selain di Kelurahan Paruga, kekurangan air juga terjadi di belasan titik di Kota Bima. Sementara yang masih berjalan hanya terhitung pada beberapa titik saja.
“Sisa beberapa titik yang airnya masih berjalan,” pungkasnya. (jr)