Iming-iming gaji besar ke Timur Tengah, 4 perempuan asal NTB jadi korban TPPO di Banten

Deputi Bidang Penempatan dan Perlindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MIA, Irjen Pol. Drs. I Ketut Suardana.
Deputi Bidang Penempatan dan Perlindungan Kawasan Eropa dan Timur Tengah BP2MIA, Irjen Pol. Drs. I Ketut Suardana.

kicknews.today – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) bersama dengan Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Banten (BP3MI Banten) berhasil  pencegahan 10 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang akan ditempatkan secara non prosedural (ilegal) ke Timur Tengah yakni menuju Dubai, Abu Dhabi, Arab Saudi dan Bahrain. Empat korban diantaranya merupakan warga Nusa Tenggara Barat (NTB).

Deputi Bidang Penempatan dan Perlindungan Kawasan Eropa Dan Timur Tengah BP2MI, Irjen Pol. Drs. I Ketut Suardana, menjelaskan, pada 19 Januari 2024 sekitar pukul 15.30 WIB, petugas dari BP2MI mendapat informasi dari masyarakat. Dilaporkan terdapat 10 CPMI yang ditampung di salah satu tempat di Kelurahan Karang Sari, Neglasari, Tangerang Banten.

“Dari pendalaman dan pengecekan tim Satgas Sikat Sindikat, didapatkan bahwa proses perekrutan dilakukan oleh seorang berinisial AWS. Disimpulkan dari pengecekan dan legalitas dokumen, bahwa penempatan ini adalah non prosedural,” ungkapnya lewat siaran pers, Rabu (24/1/2024).

Seluruh CPMI tersebut, kemudian dibawa ke Rumah Ramah PMI BP3MI Banten, untuk kemudian dipulangkan ke daerah asal mereka. Dari 10 calon korban tersebut, 4 dari NTB. Salah satunya berasal dari Desa Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur bernama Novi Pertiwi (24 tahun). Kemudian dari Provinsi Jawa Barat 5 orang, Banten 1 orang.

“Semua dari mereka adalah wanita dan ibu-ibu berusia antara 23 tahun sampai 54 tahun. Sebelum kami fasilitasi pemulangan, akan kami beri pembinaan dan informasi tentang penempatan PMI,” tambahnya.

Ketut menegaskan, jika BP2MI tidak melarang WNI untuk bekerja, akan tetapi penempatan PMI sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, tentang Perlindungan PMI. Menurutnya, sudah menjadi kewajiban BP2MI untuk mencegah pembiaran keberangkatan kerja warga negara Indonesia secara tidak resmi. Sedangkan Republik Indonesia sendiri sedang dalam darurat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Penempatan tidak resmi beresiko perdagangan manusia. Sedangkan perdagangan manusia sendiri, kerap menimbulkan tindakan eksploitasi seperti kekerasan kerja, gaji tidak dibayar, kondisi kerja tidak manusiawi, dan lain sebagainya,” katanya.

Modus para calo TPPO yang paparkan Ketut, diantaranya adalah menjanjikan para calon korban pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar, persyaratan mudah, serta tidak perlu keahlian khusus. Padahal persyaratan tiap-tiap negara beda, dan ada persyaratan umum seperti usia minimal 18 tahun, surat persetujuan dari keluarga/suami/istri, serta surat persetujuan dari aparatur tingkat desa/kelurahan.

Sedangkan menurut pengakuan Novi Pertiwi, dirinya mendapat informasi keberadaan agen yang mampu memberangkatkan ke luar negeri dari temanya dengan iming-iming mendapat gaji besar. Hal itu ia lakukan karena faktor ekonomi, akan tetapi proses yang telah ia ikuti tak kunjung ada informasi lanjut kapan keberangkatannya dilakukan. (cit)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI