kicknews.today – Gempa bumi berkekuatan besar yang mengguncang wilayah Myanmar dan Thailand baru-baru ini sempat memunculkan kekhawatiran di Indonesia. Pasalnya, setelah kejadian tersebut, gempa juga tercatat mengguncang sejumlah wilayah di Tanah Air seperti Aceh dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa gempa besar di Myanmar tidak serta-merta berdampak pada aktivitas kegempaan di Indonesia.
Berbagai Alasan Ilmiah

Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, dalam keterangan tertulis yang disampaikan pada Minggu (30/3/2025), mengungkapkan bahwa ada sejumlah alasan yang menjelaskan mengapa gempa Myanmar tidak memiliki pengaruh langsung terhadap wilayah Indonesia.
Pertama, dari segi sumber gempa, jalur Sesar Sagaing—yang memicu gempa di Myanmar—tidak terhubung langsung ke wilayah Indonesia. Jalur ini tidak menerus hingga ke kawasan Tanah Air.
Kedua, dari sisi geografis, jarak antara ujung selatan jalur Sesar Sagaing ke Pulau Sabang, Aceh, mencapai sekitar 1.256 kilometer. Ini merupakan jarak yang cukup jauh untuk memberikan pengaruh langsung.
Ketiga, setiap segmen sumber gempa memiliki karakteristik dan laju geser (slip-rate) masing-masing. Akumulasi tegangan dan pelepasan energinya pun berlangsung secara mandiri. Artinya, satu gempa tidak serta-merta memicu gempa lain di segmen berbeda.
“Jika akumulasi medan tegangan sudah melampaui batas elastisitas batuan, maka akan terjadi pergeseran mendadak yang menimbulkan gempa,” jelas Daryono.
Keempat, hingga kini tidak ada konsep atau teori yang menyatakan bahwa gempa bisa saling memicu atau merambat lintas wilayah. Bahkan jika dua gempa terjadi dalam waktu dan lokasi yang berdekatan, itu bisa jadi hanya kebetulan semata—terlebih di Indonesia yang memang dikelilingi banyak sesar aktif.
Teori Dinamis dan Statis: Masih Rumit Secara Empirik
Kelima, secara ilmiah masih sulit dibuktikan secara empirik bahwa satu gempa bisa memicu gempa lainnya dari jarak jauh. Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, terutama terkait bagaimana tegangan (stress) berpindah di dalam lapisan Bumi.
Keenam, Daryono menyebut ada teori tentang pemicuan statis, di mana gempa-gempa susulan (aftershocks) dapat muncul di sekitar pusat gempa utama karena transfer tegangan yang sifatnya lokal. Namun, efek ini melemah dengan sangat cepat seiring bertambahnya jarak.
Ketujuh, ada pula teori pemicuan dinamis yang menyebutkan bahwa gempa jauh bisa memicu gempa di tempat lain melalui gelombang seismik. Namun, konsep ini masih sangat kompleks dan penuh syarat sehingga sulit dijadikan acuan utama.
Gempa Tetap Mengguncang NTB dan Aceh
Meski gempa Myanmar tidak berkaitan langsung, wilayah Indonesia tetap mengalami gempa yang disebabkan aktivitas lokal.
Pada Jumat, 28 Maret 2025 pukul 19.59 WITA, wilayah Sumbawa, NTB, diguncang gempa tektonik berkekuatan magnitudo 4,7. Episenter gempa berada di darat, sekitar 68 km timur laut Sumbawa pada kedalaman 23 km. BMKG menyebutkan bahwa gempa ini termasuk kategori dangkal dan dipicu oleh aktivitas sesar aktif darat dengan pergerakan mendatar (strike-slip fault).
Kemudian, pada Minggu 30 Maret 2025 pukul 09.58 WIB, gempa juga terjadi di Kuta Baro, Aceh Besar, Aceh, dengan magnitudo 5,2. Titik gempa berada 16 km timur laut Banda Aceh pada kedalaman 12 km. Berdasarkan analisis BMKG, gempa ini juga termasuk dangkal dan berasal dari aktivitas Sesar Seulimeum, dengan mekanisme pergerakan geser turun (oblique normal).
Masyarakat Diminta Tidak Abai
Meski gempa-gempa lokal ini tidak berkaitan langsung dengan Myanmar, BMKG tetap mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan tidak mengabaikan potensi bencana. Daryono menekankan pentingnya mengenali keberadaan jalur sesar aktif di sekitar tempat tinggal masing-masing.
“Jalur sesar bisa dilihat di peta tektonik. Jika tempat tinggal kita berada dekat dengan sumber gempa, maka wajib hukumnya untuk membangun rumah yang tahan gempa sebagai langkah mitigasi,” pungkasnya. (red.)