kicknews.today – Pulau ular salah satu tampat wisata yang paling eksotik dan ramai dikunjungi di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pulau ini berada persis di bagian timur Gunung Sangiang, tepatnya di Desa Pai, Kecamatan Wera.
Penghuni pulau ini adalah ribuan ekor ular dengan corak belang-belang dan beberapa jenis tumbuhan. Tidak ada manusia yang tinggal di pulau ini. Penghuni pulau ini merupakan jenis ular laut. Ular tersebut juga dikenal ramah dan tidak pernah mematuk orang.
Pulau ular berada di wilayah pelosok Kabupaten Bima bagian timur. Dari pusat Kota Bima, waktu tempuh kendaraan sekitar 2 jam lebih.
Untuk berkunjung ke pulau ular, pengunjung harus menggunakan perahu dengan tarif sekitar belasan ribu dari Desa Pai. Selamat perjalanan, pengunjung disuguhkan dengan hamparan air berwarna biru yang sangat jernih.
Di balik keindahan itu, ternyata Pulau Ular menyimpan sejarah. Melansir kanal YouTube Glory Garuda, dikisahkan pada zaman Kepemimpinan Kerajaan Bima, yakni Raja Indra Kumala, terjadi peperangan antara Kerajaan Bima provinsi NTB dengan Kerajaan Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam peperangan tersebut Kerajaan Bima berhasil menaklukan Kerajaan Flores. Alhasil, seluruh wilayah dan peraturan Kerajaan Flores di Pulau Ular pun dipegang penuh oleh Kerajaan Bima.
Setelah sekian tahun tunduk dan takluk pada Kerajaan Bima, Kerajaan Flores pun membangun kembali kekuatan dan mulai menyusun strategi untuk mengambil hak serta kekuasaannya dari Kerajaan Bima. Untuk melancarkan rencananya itu, Kerajaan Flores meminta bantuan dari pihak Belanda.
Akan tetapi, semua bantuan itu tidak diberi secara gratis. Syaratnya, Kerajaan Flores harus membayar upeti sebagai tanda terima kasih kepada pihak Belanda dengan menjual seluruh hasil sumber daya alam kepada Belanda.
Sayang, semua rencana yang telah disusun oleh Kerajaan Flores bocor, karena adanya mata-mata yang dikirimkan dari Kerajaan Bima.
Kerajaan Bima pun menghadang musuh yang ingin melakukan serangan di wilayah Timur Bima, tepatnya di wilayah Wera dan Sape. Akhirnya terjadilah peperangan yang sangat besar. Lagi-lagi, pasukan Bima sukses menaklukan musuhnya.
Raja Bima yang sangat murka pada saat itu akhirnya mengutuk seluruh awak kapal, Raja Flores serta para petinggi Belanda. Raja Bima mengutuk mereka menjadi seekor ular. Dan, kapalnya pun dikutuk menjadi batu yang akhirnya membentuk sebuah pulau yaitu Pulau Ular.
Di atas Pulau Ular tersebut, terdapat dua Pohon Kamboja yang konon merupakan tiang dari kapal yang telah dikutuk oleh Raja Bima. Pohon Kamboja tersebut pun masih hidup hingga sekarang dan dikabarkan tidak pernah tumbuh besar.
Pegiat Pariwisata Kecamatan Wera, Ayang Syaifullah mengaku tidak menampik dengan sejarah Pulau Ular. Sebagian besar masyarakat Wera mempercayai hal itu dan menganggap Pulau Ular merupakan kapal yang dikutuk.
“Cerita itu sudah turun temurun. Menurut cerita nenek moyang Pulau Ular itu terjadi karena orang Belanda dan kapal perangnya terkena kutukan,” kata Syaifullah, Selasa (13/9).
Menurut Syaifullah, sejarah itu bisa benar walaupun tidak ada bukti literaturnya. Tapi, jika dikaitkan dengan keajaiban yang terjadi di Pulau Ular bisa masuk akal. Salah satunya, ular-ular di pulau itu tidak pernah menggigit siapapun, sekalipun dipegang. Padahal dari hasil penelitian, ular tersebut merupakan jenis yang paling berbahaya dan mematikan.
“Kenapa demikian, yah begitu, orang-orang menganggap bahwa ular-ular itu bagian dari mereka dalam bentuk lain,” katanya.
Selain dari kutukan kapal, sebagian kecil masyarakat, khususnya di Desa Pai juga menganggap dan percaya bahwa Pulau Ular itu bagian dari orang Pai. “Untuk cerita persisnya saya kurang tahu. Tapi ada sebagian kecil masyarakat menganggap itu bagian dari orang Pai,” pungkasnya. (jr)