‘Ketemuk’ dan Ritual ‘Sembeq’ Sasak hingga ‘Pertuk’ sebagai pelindung dari mahluk supranatural

Ilustrasi Pertuk Sasak
Ilustrasi Pertuk Sasak

kikcnews.today – Dari dulu sampai sekarang, kebuayaan masyarakat pedesaan khususnya orangtua, mengajari anak-anak untuk tidak bermain atau keluar rumah saat magrib (matahari terbenam). Hal ini menjadi kepercayaan bahkan aturan ketat untuk melindungi anak-anak mengalami gangguan mahluk halus. Dalam masyarakat sasak, hal ini disebut ketemuk.

Ketemuk dalam masyarakat sasak disebut sebagai masuknya mahluk ghaib, atau disentuh oleh mahluk supranatural, bersentuhan dengan jin (bakeq berak), atau arwah leluhur. Ketemuk umumnya terjadi ketika seseorang tanpa sadar menyentuh mahluk halus yang mendiami sebuah tempat seperti arwah penunggu desa, gunung, hutan, dan alam yang diangggap sebagai tempat sakral. Bagi masyarakat Sasak, tempat-tempat tersebut disebut simbit yang diyakini memiliki penjaga mahluk supranatural khususnya jin.

Gejala ketemuk sangat banyak dan bervariasi, mulai dari sakit kepala ringan hingga parah, tidak hanya sakit fisik, tapi juga kejiwaan. Ciri-ciri yang paling umum adalah demam, sakit kepala, sakit perut dan kelumpuhan wajah. Beberapa bentuk ketemuk dapat menyebabkan penyakit parah atau timbulnya igauan secara tiba-tiba hingga gila, bahkan jika tidak bisa ditangani dengan benar bisa menyebabkan kematian.

Dalam jurnal Anthropogi, Ketemuk: An Illness Caused by Jinns and other Spooky Things, Ken Macintyre melakukan penelitian ethnografi di Lombok Barat tahun 1992 dan 1997, ia menemui seorang tabib perdukunan yang dikenal sebagai belian batin atau belian jin yang biasanya mendiagnosis kasus-kasus ketemuk. Dukun ini memiliki banyak pengalaman dalam mendeteksi berbagai gejala umum dan yang dapat berkembang sebagai penyakit keras.

Dukun akan menyiapkan mamaq berupa sirih pinang, dari isi andang-andang (secara harfiah berarti ‘di depan’) yang dipersiapkan oleh pasien. Pemberian andang merupakan syarat adat yang wajib dipersiapkan sebelum mengunjungi dukun. Saat ini andang dianggap sebagai pembayaran untuk jasa dan biasanya berupa makanan atau uang.

Dukun menyiapkan sebuah pinang, kemudian meracik campuran kanjul (sirih pinang), apuh (kapur sirih) dan lekes (daun segar dari sulur sirih). Dukun mengunyah ramuan sambil memfokuskan pikirannya pada gangguan pasien untuk jangka waktu kira-kira lima belas menit, hal ini diyakini bahwa selama ini dia melakukan kontak dengan mahluk supernatural (jin) yang menyebabkan pasien sakit. Pada akhir doa-doanya, dia menghapus sisa-sisa ramuan yang telah dikunyah lalu diletakkan di atas daun sirih yang masih segar.

Dukun kemudian memeriksanya dengan cermat untuk menemukan asal mula penyakit. Jika sisa-sisa sirih berwarna merah cerah dan tembus cahaya, diagnosisnya menunjukkan adanya induksi jin ketemuk; jika warnanya merah muda dan buram, itu menandakan hantu atau roh leluhur menjadi pelakunya, sedangkan jika warnanya merah dan bergaris-garis maka diperkirakan kasus guna-guna (ilmu hitam atau sihir). Jika sisanya menunjukkan pola dan warna asing, ini mungkin menunjukkan beberapa supranatural lainnya seperti setan, namun perlu penyelidikan lebih lanjut.

Dalam beberapa pengamatan, jika sirih yang dikunyah gagal untuk menunjukkan gejala yang dapat diidentifikasi, dukun akan mengemas daun sirih segar (lekoq) dan minta pasien untuk meletakkannya di bawah bantal mereka dan mengembalikannya keesokan paginya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Setelah diagnosis, sisa-sisa kunyit sering digunakan sebagai pelindung yang dikenal sebagai tameng sembeq di akhir pengobatan.

Sementara untuk cara perawatannya, dimulai dengan memijat kepala, leher dan bahu. Selama perawatan ini, dukun akan meludah dan meniup uap yang menyengat dari kunyit atau bawang putih ke leher, bahu, dan daerah dada diselingi dengan mantra ampuh atau jampi. Ritual ini dipercaya dapat memanggil roh atau jin penyebab penyakit ganas untuk mengosongkan atau keluar dari tubuh pasien.

Menurut beberapa informasi, jin yang ada di mana-mana (bakeq berak) adalah yang paling umum penyebab ketemuk di dalam desa, bisa diusir oleh bau tajam bawang putih, kunyit, dan garam. Sementara ritual mandi air asin dulunya merupakan metode yang digunakan secara tradisional untuk menangani kasus ketemuk, dan pijatan kuat di bahu, leher, dan kepala bisa mendorong roh jahat di bagian atas kepala.

Menjelang akhir pijatan, dukun dengan kuat menggenggam seikat rambut pasien di bagian ubun atau mahkota kepala, memutar rambut di sekitar jari telunjuknya, menahan ketegangan untuk beberapa saat sambil menyuarakan jampi (mantra) untuk memanggil roh jahat agar keluar dari tubuh pasien. Kemudian helai rambut tersentak ke atas menyebabkan bunyi meletup (pertuk). Pada titik inilah dukun yakin bahwa ketemuk telah dikeluarkan dari tubuh pasien.

Cara terakhir, dukun memasukkan ibu jari atau jari tengahnya ke dalam sisa-sisa racikan sirih dan melakukan sembeq, menorehkan tanda merah ke atas di dahi pasien. Tergantung pada tingkat keparahan penyakit, sembeq dapat bervariasi ukurannya, dari titik kecil hingga garis

di atas pangkal hidung ke garis rambut di dahi. Apalagi jika sakit parah, sembeq inenam dipasang di ibu jari tangan kanan pasien, dan sembeq inennaeng pada jempol kaki kiri, arahnya selalu dari ujung jari kaki terluar atau jari ke atas ke arah tubuh. Sembeq diyakini memberikan perisai obat pelindung yang menghalangi roh masuk kembali ke tubuh korban. Terdapat mantra atau jampi yang melekat dalam sembeq sebagai obat pelindung.

Dalam catatan etnografinya (1997), Ken Macintyre menjelaskan bahwa beberapa kasus di mana ketemuk disebabkan oleh arwah leluhur maka perawatannya seperti cara di atas. Namun, tidak menggunakan sisa kunyahan sirih sebagai sembeq, dukun akan menggunakan apuh kapur mati sebagai sembeq. Apuh melambangkan tulang dan sisa-sisa tubuh arwah setelah kematian. Ketemuk akibat roh leluhur bisa sangat berbahaya, tergantung pada seberapa jauh leluhur tersebut

dilacak. Ada kepercayaan dalam masyarakat tradisional Sasak (bahkan hingga saat ini) bahwa nenek moyang yang jauh disebut sebagai tetoak laek memiliki kekuatan magis yang dahsyat yang bisa digunakan secara jahat. Kondisi ini disebabkan misalnya karena makam dari leluhur tidak dirawat dengan baik. Pasien diinstruksikan untuk merawat kuburan leluhur dengan memberikan doa penebusan dan persembahan telah tersinggung oleh kekurangan rasa hormat yang ditunjukkan oleh anggota keluarga dekat. Mereka tidak merawatnya dengan mengunjungi kuburan secara seremonial dan memberinya pengakuan melalui doa, persembahan dupa, dan makanan.

Kepercayaan ketemuk dalam masyarakat sasak juga hampir mirip dengan beberapa daerah di seluruh Indonesia, bahkan ritual pengobatan untuk penyembuhan juga ada yang sama persis. Hal ini masih sangat kuat menjadi keyakinan masyarakat khususnya wilayah pedesaan. Dalam kebudayaan sasak, ritual sembeq juga diyakini menjadi kearifan lokal untuk menjaga hubungan manusia dengan alam. Seperti sebelum memasuki hutan yang dianggap keramat atau mendaki Gunung Rinjani, ritual sembeq dianjurkan sebagai bagian dari tradisi yang wajib untuk dilakukan sebelum kegiatan pendakian, sebagai penghormatan kepada penjaga gunung. (nsa)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI