Guru Sekolah Tionghoa Pertama di Ampenan – Lombok

kicknews.today – Namanya Lie Tjhoen Ming. Dia diabadikan di dalam Buku “Tokoh-tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia” yang ditulis Drs Sam Setyautama, terbitan 2008. Dia pernah mengajar di sekolah milik Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) Ampenan di tahun 1929. Sekolah itu bukan Chung Hua School, belakangan disebut Sekolah Dolar, yang sekarang menjadi bangunan SMPN 3 Mataram, di Jalan Niaga, sebelah barat kompleks pasar Ampenan.

Chung Hua School sendiri didirikan sebuah lembaga bernama Chung Hwa Hui, pada 1940an. Sedangkan Sekolah THHK Ampenan sudah ada sejak puluhan tahun sebelumnya. Sayang tak disebutkan letak persisnya.

THHK adalah organisasi para perantau Tionghoa di Hindia Belanda. Berdiri di Batavia pada 17 Maret 1900. Para pendirinya diantaranya Lie Kim Hok, Lie Hin Liam, dan Phoa Keng Hek. Tujuannya mempromosikan Konfusianisme atau Konghucu, sebuah agama yang tak lahir dari langit, yang diperkenalkan Konfusius di abad ke-6 SM.

Selain itu THHK juga memperkenalkan kebudayaan Tionghoa. Beberapa literatur menyebutkan, THHK adalah perintis pemakaian istilah Tionghoa untuk komunitas keturunan Negeri Tiongkok. Sebab, istilah Tjina atau Tjienna dianggap merendahkan.

Lembaga ini juga memperjuangkan kesetaraan orang-orang Tionghoa agar sejajar dengan golongan Eropa di Hindia Belanda. Untuk mencapai tujuan-tujuannya itu, THHK mendirikan sekolah. Namanya Tiong Hoa Hak Tong, di jalan Patekoan, Batavia, di tahun 1901.

Belakangan nama sekolah swasta pertama yang mengusung konsep sekolah modern ini berubah menjadi Pa Hua.Dalam tempo tujuh tahun, Pa Hua yang menggunakan bahasa Tionghoa sebagai pengantar, berkembang hingga 54 sekolah yang tersebar se-Hindia Belanda. Pemerintah kolonial yang cemas melihat fenomena itu, membuat sekolah Cina tandingan. Namanya Hollandsch Chineesche School (HCS). Sekolah berbahasa Belanda untuk anak-anak Tionghoa.

Sebagai sekolah moderen, Tiong Hoa Hak Tong atau Pa Hua didukung para tenaga pendidik profesional yang kebanyakan didatangkan langsung dari Cina. Lie Tjhoen Ming, salah satunya.

Lelaki kelahiran Agustus 1894 di Nan Tung, Kiang Su, Cina ini, lulusan Sekolah Tinggi Normal School Nanking (1916). Lie mulai mengajar pada Desember 1919 di Huachiao Chung Hsieh di Singapura. Sejak ayahnya meninggal pada Juli 1923, ia kembali ke tanah kelahirannya, mengajar di Sekolah Menengah 9, Provinsi Kiang Su, selama 2 tahun. Di tahun 1925 ia diangkat sebagai Kepala Sekolah Cuando di Johor, Malaysia. Pada 1927 ia kembali ke Singapura, menjabat Wakil Kepala Sekolah Kuan-Jou Chung Hsieh. Dari sini ia berangkat ke Lombok, dan mengajar di Ampenan selama dua tahun.

Lelaki ini malang-melintang di dunia pendidikan di berbagai sekolah selama lebih dari 40 tahun. Balik dari Lombok, pada Januari 1931 ia mengajar di Normal School Kuala Lumpur, Malaysia. Dua tahun setelah itu ia menjadi Kepala Sekolah Chung Hwa di Teluk Betung. Tak lama, pada 1934 ia menjabat kepala sekolah I Chen di Batavia, dan menjadi salah seorang pengajar di sekolah THHK di Patekoan.

Puncak kariernya ketika ia mendirikan Sekolah Hua Chung, di Jalan Bandengan Utara, Batavia, pada Maret 1939. Sekolah yang berdiri di atas lahan seluas 63.327 meter persegi ini adalah sekolah Tionghoa terbesar di Hindia Belanda.

Ia menjadi pimpinan di sekolah ini hingga 1964. Di luar profesinya sebagai pendidik, Lie juga penulis sastra, selain piawai membuat kaligrafi. Sebagai peminat syair-syair klasik, ia tuangkan karyanya dalam antologi Sing Sen Tji (Kumpulan Suara Hati). Kiprahnya di dunia seni ini menobatnya sebagai peraih bintang emas, penghargaan dari Organisasi Chung Hua Tsung Hui (CHTH) dan Hua Chung, Jakarta.

Ketika kerusuhan anti Tionghoa meletus di tahun 1966 yang terjadi di sejumlah daerah, akhirnya seluruh sekolah Tionghoa di tanah air ditutup dan diambil alih Pemerintah RI. Sejak itu Lie berhenti total mendedikasikan diri sebagai pendidik. Di Bulan Juni 1966 ia sekeluarga pindah ke Chongqing. Di salah satu kota di Republik Rakyat Tiongkok inilah ia menghabiskan sisa hidupnya. Lie meninggal dunia di usia 82 tahun.

Penulis: Buyung Sutan Muhlis
Editor: Hamdani
Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI