kicknews.today – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta aset-aset milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) yang ada di Gili Trawangan ditertibkan.
“Yang namanya kerja sama harus menguntungkan kedua belah pihak. Artinya tidak merugikan pemerintah daerah,” kata Koordinator Wilayah III KPK Aida Ratna Zulaiha didampingi Gubernur NTB H Zulkieflimansyah, saat meninjau aset Pemprov NTB di Gili Trawangan, Senin (24/11).
Ia mengatakan, pengelolaan aset-aset tersebut diduga bermasalah dalam hal pembayaran pajak sejak perjanjian kontrak produksi dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) pada tahun 1995, dengan jangka waktu kerjasama selama 70 tahun. Untuk itu, perlu dilakukan koordinasi antara pemda dan KPK, mengingat dalam pengelolaan pulau wisata Gili Trawangan itu ada kerja sama pemanfaatannya dengan pihak ketiga.
Aida menjelaskan, luas aset-aset yang dikelola mencapai 75 hektare, dengan rincian sebanyak 65 hektare dikelola oleh PT GTI dan sisanya 10 hektare diserahkan ke masyarakat secara legal. Namun faktanya, pihak ketiga belum mampu mengelola dengan baik dan kewajibannya belum dipenuhi sesuai prosedur. Dalam hal ini, KPK juga mendorong pemda untuk bekerja sama dengan Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati NTB, agar bisa menemukan solusi terbaik.
“Kita juga tidak mau merugikan masyarakat, tetapi harus ada kejelasan buat pemerintah daerah bahwa kerja sama ini harus saling menguntungkan. Karena selama ini kafe, restoran dan bangunan lainnya yang dibangun di atas aset itu harusnya bayar pajak kepada pemda. Kalau ini diberdayakan dengan baik, maka otomatis ada peningkatan pendapatan asli daerah,” ujarnya pula.
Menurutnya, keputusan terakhir akan dilihat dari hasil kajian yang dilakukan pihak Asdatun bersama pemda yang didukung dengan pemberian surat kuasa khusus (SKK) kepada Asdatun untuk memberikan rekomendasi, setelah itu pihak pemda akan menyampaikan kronologis kepada Asdatun. Kemudian Asdatun akan melakukan evaluasi dengan memberikan laporan khusus.
“Untuk mempercepat itu, penandatanganan SKK akan dilakukan. Intinya kami ingin mendorong aset itu dapat dikelola dengan baik, sehingga tidak ada yang dirugikan agar potensi ini dapat meningkatkan PAD NTB untuk pembangunan ke depannya,” katanya lagi.
Gubernur NTB H Zulkieflimansyah meminta agar aset-aset yang bermasalah tersebut segera diselesaikan dengan mengedepankan koordinasi dengan berbagai pihak. Pemerintah Provinsi NTB melalui Biro Hukum sudah melakukan somasi dua kali kepada pihak PT GTI, namun sampai saat ini belum juga ada jawaban. Upaya somasi masih satu kali, kalau sampai yang ketiga kalinya, maka sesuai prosedur pihak pemprov harus memutuskan kontraknya.
“Mudah-mudahan masalah ini segera selesai, karena saya melihat para pengunjung sudah mulai ramai. Jangan sampai masalah ini membuat gaduh yang mengganggu aktivitas ekonomi di Gili Trawangan,” ujarnya pula.
Gubernur NTB H Zulkieflimansyah menandatangani SKK yang diserahkan ke Kejati NTB disaksikan Koordinator III KPK Aida Ratna Zulaiha, Asdatun Kejati NTB, dan kepala perangkat daerah NTB beserta Pemerintah Kabupaten Lombok Utara di Kantor Kejati NTB.
“Insya Allah akan dicoba untuk mencari jalan terbaik, agar bermanfaat bagi masyarakat kita, menguntungkan pemda dan tidak merugikan investor,” kata Gubernur NTB.
Kajati NTB Nanang Sigit Yulianto mengatakan SKK tersebut berkaitan dengan perjanjian kerja sama di bidang usaha pariwisata antara Pemprov NTB dengan PT GTI yang mendapat hak kelola usaha pariwisata di atas lahan seluas 65 hektare. Kontrak selama 70 tahun itu terhitung sejak penandatanganan kerja sama di tahun 1995.
“Sesuai SKK yang kami terima, nantinya kami akan mencari jalan penyelesaian di luar pengadilan, yakni dengan cara mediasi dan negosiasi,” ujarnya.
Sebagai langkah awal dari tindak lanjut penerimaan SKK ini, kata dia, Kejati NTB akan mendengarkan paparan dari pihak pemohon, yakni Pemprov NTB.
“Ya bagaimana perjanjian yang telah dibuat antara Pemprov NTB dengan GTI, terus tentang situasi terakhir di sana, tentang perjalanan kerja samanya, seperti itu bahan yang akan kita telaah,” ujar dia.
Berdasarkan proses telaah, kemudian pihak kejaksaan akan melihat persoalan yang muncul dalam pengelolaan aset tersebut. Melalui jaksa pengacara negara (JPN), akan meminta penjelasan dari para pihak terkait.
“Pihak-pihak yang berkepentingan dalam persoalan itu yang akan kita minta penjelasannya, termasuk warga yang berada di dalam kawasan,” katanya lagi. (ant)