kicknews.today – Dinas Kesehatan (Dikes) Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat ada seribu lebih Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ). Ribuan warga yang alami gangguan jiwa ini akumulasi dari ODGJ gejala ringan maupun berat.
Sebagian diantara mereka bahkan masih dipasung oleh pihak keluarga. Karena keberadaannya dianggap memalukan sehingga dinilai sebagai aib di tengah keluarga.
“Ada sekitar seribu lebih ODGJ di Kota Bima, cuman angka pastinya yang tidak saya ingat. Termasuk rincian data gejala ringan dan berat,” kata Kepala Dikes Kota Bima, Ahmad, Kamis (7/12/2023).
Ahmad mengatakan, penanganan terhadap ODGJ gejala ringan dilakukan dengan cara memberikan obat. Jika mereka intens minum obat, yang bersangkutan akan berpotensi sembuh dari penyakit gangguan jiwa.
“Kalau rutin minum obat, mereka pasti akan sembuh. Cuman masalahnya, mereka mau minum obat apa gak?,” terang dia.
Sementara bagi ODGJ dengan gejala berat seperti suka mengamuk dan lempar rumah warga akan dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Kota Mataram. Di sana mereka akan ditangani dengan diberikan asupan gizi dan obat sampai benar-benar sembuh.
“Cuman masalahnya saat mereka balik dari RS Jiwa dan hidup di kampung. Sakitnya rata-rata kembali kambuh,” sebutnya.
Menurut Ahmad, gangguan jiwa mereka bisa kembali kambuh karena tidak diperdayakan dengan pekerjaan. Misalnya, fasilitas sarana dan prasarana harus disediakan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
“Harusnya mereka diperdayakan dengan pekerjaan, baru kondisinya bisa benar-benar kembali pulih,” terang Ahmad.
Sementara pada faktanya saat ini, jangankan diberikan minum obat, sepulang dari rujukan bahkan dibiarkan keluyuran begitu saja oleh keluarga. Tidak heran jika kondisi gangguan jiwa mereka dapat kembali kambuh.
“Keluarganya sendiri juga merasa acuh tak acuh menangani mereka,” ungkapnya.
Bahkan tidak sedikit diantara pihak keluarga yang masih memilih jalan pasung. Karena keberadaan ODGJ di dianggap sebagai aib di tengah keluarga, sehingga mereka memilih jalan tersebut.
“Salah satu contoh di Kelurahan Sarae, di sana orang tua gak kasi obat dan sengaja memilih pasung anaknya,” ungkapnya.
Padahal menurut Ahmad, tindakan tersebut tidak dibenarkan oleh aturan. Harusnya, ODGJ diberikan ruang untuk jalani hidup berdampingan dengan masyarakat umum lainnya.
“Sebenarnya secara aturan, ODGJ sudah bebas pasung. Tapi masih ada saja praktek pasung di lapangan,” jelasnya.
Terkait penanganan ODJG, Ahmad mengaku sudah berkoordinasi dengan Pj Wali Kota Bima, Mohammad Rum. Hasilnya, Pemkot Bima akan mengadakan tempat penampungan bagi semua ODGJ.
“Lokasinya di belakang Kantor Wali Kota Bima. Para ODGJ nanti akan kami perdayakan dengan pekerjaan, misal pengadaan alat sesuai keterampilan yang mereka miliki,” pungkas Ahmad. (jr)