Mengenal Pepaosan, seni baca lontar menyambut Lebaran Topat di Lombok

kicknews.today – Pepaosan adalah kesenian yang hampir punah, namun dikalangan milenial banyak yang belum tau arti kata Pepaosan. Pepaosan sering diadakan sebagai penanda, biasanya diadakan malam hari sebelum acara atau event besar di Lombok seperti Lebaran Topat, Bau Nyale, dan adat sakral lainnya.

Pepaosan sendiri berarti membaca (maos, mepaos, pepaosan, memaca). Secara umum Pepaosan dapat diartikan pembacaan naskah pada helai daun lontar, yakni daun siwalan yang dikeringkan. 

Kesenian yang diperkirakan berumur ratusan tahun ini dimainkan oleh empat orang dengan mengenakan pakaian adat Suku Sasak. Masing-masing disebut pemaos (penembang), piteges (penerjemah), penyarub (penyambung), dan pemboa (pendengar).

Di Lombok Barat, naskah sastra yang ditulis di atas daun lontar ini biasa disebut Takepan. Naskah yang kebanyakan menggunakan Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Sasak, dan Bahasa Sansekerta tersebut merupakan simbol keberagaman budaya yang berpadu menjadi satu dan kaya akan makna.

Seorang Pemaos dari Sanggar Kuripan, Lalu Nasip mengatakan, kesenian Pepaosan saat ini perlu diperkenalkan kepada generasi masa kini. Jika tidak, Pepaosan dikhawatirkan akan punah dimakan zaman.

“Pepaosan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan dan menggugah pengetahuan generasi muda tentang warisan budaya Suku Sasak. Tujuan pembacaan lontar untuk memberikan pelajaran-pelajaran yang tertulis dalam lembaran-lembaran lontar, sebab setiap bait tulisan tersebut memiliki nilai moral sosial tinggi,” jelas Lalu Nasip saat dikonfirmasi di kediamannya, Senin (24/4).

Lalu Nasip bersama tiga orang pemain lainnya, sering membacakan kisah-kisah para raja tentang bagaimana cara memimpin masyarakatnya. Termasuk perjalanan spiritual raja yang menurutnya perlu dicontoh oleh pemimpin-pemimpin sekarang.

Di akuinya generasi milenial sekarang ini tak mengerti maksud dan tujuan dari Pepaosan, tentunya ia sangat terobsesi ingin memperkenalkannya pada generasi saat ini. Salah satu cucunya yang kini masih tergolong muda pun ia ajarkan tentang kesenian yang hampir punah ini.

“Para tokoh budayawan Lombok Barat sepakat, budaya Lepaosan perlu diangkat kembali dan dilestarikan warisan budaya suku sasak ini, salah satu cara melestarikannya dengan mengajarkan kepada generasi muda, jika tidak demikian pepaosan akan punah,” ujarnya.

Mereka membaca hikayat dengan menggunakan nada yang merdu dan sangat khas hingga berjam-jam. Bahkan, pada event-event tertentu Pepaosan bisa berlangsung mulai malam hingga menjelang subuh. (ys)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI