Maepa Daepati, putri bangsawan Sumbawa yang kesetiaannya menginspirasi perempuan Makassar

kicknews.today – Datu Museng akkana siagang sakrak tatak: “Iyaji bawang mange ri Makkah siagang Madina, tok?, Iyaji bawang angngarungi tamparang siagang jeknek bombang, angnginroi parang tattarak akparang kassi?, Teaki bata-batai, manna mange ri tamparang pepeka kulampai tikring anggappai mutiara tallasakku.”

Bila diartikan dalam bahasa Indonesia, Datu Museng berkata: Hanya ke Mekkah dan Madinah, saja? Cuma mengarungi laut berombakkan air, menjelajah sahara berpadangkan pasir?. Tak usah khawatir, ke laut api sekalipun aku akan pergi, demi mendapatkan mutiara hidupku.

Syair ini merupakan sepenggal cerita kisah cinta antara Datuk Museng seorang pahlawan dari Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dengan Putri Bangsawan Sumbawa, Nusa Tenggara Barat Maepa Daepati.

Kisah Datuk Museng dan Maepa Daepati berkembang di masyarakat Sulawesi Selatan sebagai kisah cerita rakyat, yang diceritakan secara turun temurun oleh masyarakat di Sulsel.

Dikutip dari laman sumbawakab, kisah percintaan Datu Museng dan Maipa Deapati ini berawal ketika Addengareng kakek dari Datu Museng melarikan diri bersama cucunya menyebarangi lautan nan luas menuju ke negeri Sumbawa. Akibat dari politik adu domba yang dilancarkan penjajah belanda di tanah Gowa, yang membuat bumi Gowa bergejolak dan tidak kondusif lagi untuk dijadikan tempat tinggal yang aman.

Di Pulau Sumbawa itulah akhirnya Datu Museng tumbuh menjadi seorang yang dewasa dan bertemu dengan Maipa Deapati di sebuah rumah pengajian bernama Bale Mampewa. Akhirnya tumbuh benih cinta dihati Datu Museng sejak pertama kali melihat sosok Maipa Deapati yang anggun dan mempesona.

Namun, cinta dari Datu Museng kepada Maipa Deapati menjadi sebuah cinta yang terlarang, karena Maipa Deapati telah ditunangkan dengan seorang pangeran dari Selaparang Lombok bernama Pangeran Mangalasa.

Setelah kakek Datu Museng mengetahui bahwa cucunya mencintai Maipa Deapati, alangkah terkejutnya sang kakek. Sang kakek merasa malu. Ia menganggap cucunya hanyalah sebongkah emas yang telah terkotori oleh lumpur, sedangkan Maipa Deapati adalah Putri seorang bangsawan bak sebongkah mutiara yang belum tersentuh dan tidak pantas disunting Datu Museng.

Datu Museng mengetahui bahwa cintanya kepada Maipa Deapati terhalang oleh tembok yang kokoh, maka atas anjuran sang kakek, berangkatlah Datu Museng ke tanah Suci Mekkah untuk berguru.

Disanalah ia mendapatkan ilmu?, Bunga Ejana Madina?. Kepergian Datu Museng ke tanah Mekah ternyata bukannya membuat kedua insan yang saling mencinta ini menjadi terpisah, melainkan perpisahan itu malah semakin membuat ikatan hati antara keduanya semakin kuat.

Selepas mendapatkan ilmu di tanah rantau, maka Datu Museng pulang kembali ke Sumbawa dengan membawa rindu membara kepada Maipa Deapati. Sesampainya di Sumbawa, ternyata sang kekasih yang dirindukan dalam keadaan sakit, dan Datu Museng pun mengobati Maipa Deapati dengan ilmu yang didapatkannya dari tanah Mekkah.

Mendengar kabar bahwa sang tunangan Maipa Deapati mencintai Datu Museng, membuat perasaan cemburu di hati Pangeran Mangalasa bergejolak dan tentunya sakit hati. Pangeran Mangalasa lantas bersekutu dengan Belanda dengan tujuan untuk membunuh Datu Museng.

Tetapi, Datu Museng yang teramat sakti itu tak dapat dikalahkan oleh Pangeran Mangalasa dan Belanda. Akhirnya Datu Museng mendapat restu dari Sultan Sumbawa, merekapun lantas dinikahkan dan Datu Museng diberikan pangkat sebagai Pangllima perang.

Belum beberapa lama menikah, berhembus kabar bahwa di Makassar tengah bergejolak kekacauan yang disebabkan oleh pemerintah Belanda yang berkuasa di tanah Makassar. Datu Museng yang telah menjadi panglima perang itu kemudian kemudian dikirim ke Makassar oleh Sultan Sumbawa atas permintaan Raja Goa untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Maka berangkatlah Datu Museng dan istrinya Maipa Deapati ke tanah Makassar.Setibanya di Makassar, Datu Museng mendapatkan tantangan lain karena Kapten dari Belanda itu justru mencintai Maipa Deapati, dan melancarkan berbagai macam teror dan serangan kepada Datu Museng untuk merebut Maipa Deapati dari Datu Museng.

Akibatnya, Datu Museng pun terdesak akibat serangan Belanda tersebut. Namun bagi Maipa Deapati cintanya ke Datu Museng adalah harga mati baginya, ia tidak mengijinkan seorang pun untuk mengambilnya dari Datu Museng.

Sang kekasih Maipa Deapati lantas meminta kepada Datu Museng untuk membunuhnya, sebab cintanya kepada Datu Museng hanya untuk Datu Museng seorang. Ia merasa lebih baik mati daripada harus menyerahkan dirinya kepada Belanda.

Kesetian Maepa Daaepati terhadap Datuk Museng menjadi contoh bagi wanita suku Bugis di Sulawesi Selatan. Tidak hanya itu, untuk menghormati Maepa Daepati namanya digunakan sebagai nama salah satu jalan di Kota Makassar.

Bagaiman pendapat perempuan Makassar tentang kisah ini?. Singrawati Umar salah satu warga Makassar mengatakan, kisah Datuk Museng dan Maepa Daepati tidak hanya cerita rakyat. Melainkan sebuah sejarah dan benar adanya.

“Datuk Museng adalah bangsawan sekaligus dari Gowa, ketika kecil Datuk Museng lari ke Sumbawa dan di sana Datuk Museng belajar. Kemudian Datuk Museng kembali ke Gowa untuk melepaskan Gowa dari penjajahan Belanda,” ungkapnya.

Singrawati menyebutkan, sejarah ini dikisahkan dalam sebuah buku bertuliskan Lontara. Ia menerangkan, sosok Maepa Daepati begitu menginspirasi perempuan yang ada di Sulawesi Selatan, karena kesetiaannya.

“Untuk menghormati kisah cinta keduanya Datuk Museng Maepa Daepati dimakamkan secara berdampingan yang terletak di jalan Pallantikang, Kecamatan Sumba Opu, Kabupaten Gowa,” tutupnya. (nur)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI