Layanan diputus PDAM, warga Desa Labuhan Tereng Lombok Barat krisis air bersih

Kegiatan Rapat Koodinasi Adopsi Aksi Antisipasi Kekeringan pada Kebijakan Siaga Darurat Kekeringan di Kabupaten Lombok Barat yang digelar BPBD dan Koslata di Hotel Jayakarta, Senggigi, Rabu (20/12/2023).
Kegiatan Rapat Koodinasi Adopsi Aksi Antisipasi Kekeringan pada Kebijakan Siaga Darurat Kekeringan di Kabupaten Lombok Barat yang digelar BPBD dan Koslata di Hotel Jayakarta, Senggigi, Rabu (20/12/2023).

kicknews.today – Warga Desa Labuhan Tereng Kecamatan Lembar Kabupaten Lombok Barat alami krisis air bersih akibat layanan PDAM dihentikan. Menurut Pemerintah Desa Labuhan Lereng, pemutusan layanan itu karena harga jual air dari PDAM dinilai memberatkan masyarakat.

Kondisi kekurangan air tersebut sudah berlangsung dua tahun terakhir. Kini, warga terpaksa memanfaatkan 2 sumur bor dan bantuan dropin air bersih dari BPBD dan pihak lain.

“Sejak 2021 kami sudah tidak pakai air PDAM karena harganya mahal. Terakhir PDAM menjual Rp.4.000 per kubik. Ini terlalu mahal, bahkan kami masih utang karena tidak mampu bayar,” kata Kepala Desa Labuhan Tereng, Humaidi Usai ditemui saat kegiatan Rapat Koodinasi Adopsi Aksi Antisipasi Kekeringan pada Kebijakan Siaga Darurat Kekeringan di Kabupaten Lombok Barat yang digelar BPBD dan Koslata di Hotel Jayakarta, Senggigi, Rabu (20/12/2023).

Humaidi menjelaskan, layanan air bersih PDAM yang dikelola BUMDes Labuhan Tereng sebelumnya berjalan lancar dengan harga Rp1.500 per kubik pada tahun 2017. Pada tahun berikutnya, harga air PDAM naik dua kali lipat atau Rp3.000 per kubik. Pemdes sempat meminta tetap diharga awal, namun ditolak.

“Mau tidak mau terpaksa kami terima. Saat itu kondisi keungan BUMDes langsung tidak stabil hingga terjadi pemangkasan karyawan,” ungkap Humaidi.

Puncaknya di tahun 2020. PDAM kembali menaikan harga air jadi Rp4.000 per kubik. Pelayanan air yang dikelola BUMDes hanya berjalan beberapa bulan hingga terjadi tunggakan sekitar Rp20 lebih juta.

“Harga Rp4.000 per kubik sempat saya amini, karena menyangkut kebutuhan masyarakat. Nyatanya tidak bertahan lama hingga terjadi pemutusan kontrak, karena muncul tunggakan,” ujar dia.

Dia mengaku, selama ini PDAM mengalokasi air sekitar 150 kubik per hari untuk memenuhi 800 kepala keluarga (KK) di 7 dusun. Rata-rata penggunaan air sekitar 400 liter per KK dengan iuran Rp10 ribu per bulan yang dibyar lewat BUMDes.

“Sementara kebutuhan gaji karyawan, listrik dan operasional yang dikelola BUMDes dibutuhkan sekitar Rp20 juta per bulan,” katanya.

Akibat pemutusan kontrak itu, kini warga desa hanya mengangandalkan 2 titik air bor dangkal dan bantuan dropin BPBD. Tahun depan, Pemdes berencana membangun sumur bor tambahan untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan air warga desa.

“Tahun depan kami ada program sumur bor baru. Mudah-mudahan berjalan lancar,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Kalak BPBD Lombok Barat, Syahrudin ST menyayangkan kebijakan PDAM yang dinilai memberatkan masyarakat. Seharusnya kebijakan itu bisa dipertimbangkan kembali karena menyangkut kemanusiaan. “Jangan semuanya tentang bisnis, tapi ini menyangkut kemanusiaan. Pemdes Labuhan Tereng harus berurat ke DPRD agar persoalan ini bisa disikapi serius. Kami siap dorong,” tegasnya. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI