Lalu Muhamad Iqbal “Harga Diri” Orang Sasak

Lalu Muhamad Iqbal saat diberi keris oleh Lalu Wiratmaja (Mamiq Ngoh)

Oleh: Gottar Parra

Setelah Maulana Syekh TGH Zainuddin Abdul Madjid dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden RI Joko Widodo tahun 2017 lalu, bersemailah rasa percaya diri dan optimisme orang Sasak sebagai komunitas etnik di Nusantara, yang selama ini nyaris tidak terdengar namanya dalam “Sejarah Republik” yang kini telah berusia 78 tahun. Padahal sejak zaman kolonial hingga era kemerdekaan dewasa ini, Pulau Lombok telah melahirkan banyak tokoh-tokoh penting yang berperan aktif di tengah masyarakat, dari Pujangga sampai Duta Besar, pernah dilahirkan oleh “gumi paer” (tanah tumpah darah) yang sejak zaman Majapahit telah dikenal sebagai “Lombok Mirah, Sasak Adi” karena keluhuran budi dan adabnya (lihat: Negarakrtagama).

Di bidang kebudayaan, orang Sasak memiliki tokoh legendaris, pujangga Mamiq Mehran, yang menyusun cerita “Tutur Monyeh”, yang belakangan menginspirasi lahirnya grup teater vokal/teater tutur “Cepung Jagaraga” (1950), yang terkenal hingga mancanegara, karena dinilai sebagai “local genius” yang unik di panggung teater Indonesia, bahkan dunia, dengan konsep minimalisnya, sehingga mengundang rasa ingin tahu para aktivis/peneliti teater dari luar, hingga sempat ditampilkan oleh Radio NHK Jepang.

Karya garda depan dalam bidang seni ini tidak lepas dari jasa Mamiq Mehran dengan takepan lontar “Tutur Monyeh”-nya yang termasyhur dan melampaui zaman. Selain Mamiq Mehran, ada juga Dalang Wayang Kulit Sasak, H Lalu Nasib AR, yang hingga usia 80 tahun masih mampu menyihir penontonnya untuk melek sampai padam lampu layar.

BIDANG POLITIK

Di bidang agama dan politik,  masyarakat Indonesia sangat mengenal mantan Gubernur NTB, Dr. TGB Zainul Majdi, cucu Pahlawan Nasional TGH Zainuddin Abdul Madjid, yang kini memimpin Partai Perindo. TGB telah berperan aktif dalam membangun rasa percaya diri masyarakat Sasak, dan NTB pada umumnya. TGB tak hanya membangun monumen Islamic Center, tapi juga telah memperkenalkan NTB pada masyarakat dunia melalui program “wisata halal” atau “halal tourism”, yang disambut baik oleh seluruh lapisan masyarakat.

Tokoh yang seangkatan dengan TGB, adalah Dr. Lalu Muhamad Iqbal, Duta Besar RI untuk Turki periode 2019-2023. Ketika Presiden Jokowi melantik diplomat kelahiran Praya, Lombok Tengah, ini sebagai Duta Besar Turki (2019-2023) lalu, banyak orang bertanya-tanya: Apa keistimewaan doktor alumni University of Bucharest ini, sehingga Presiden menunjuknya sebagai Duta Besar di wilayah yang “sangat strategis”: Turki, sebagai “titik-temu” Timur dan Barat (baca: Islam dan Barat). Padahal saat itu Iqbal masih seorang diplomat yunior usia 47 tahun, yang berarti secara jenjang karier harus melompati tiga seniornya.

Saya tidak akan berspekulasi atau berlagak sok tahu untuk menjawab pertanyaan sulit tersebut, karena yang lebih tahu soal itu adalah Presiden dan para ahli di Lemhanas, BIN, dan institusi pemerintah lainnya, serta Kemenlu, tempat Lalu Iqbal berdinas. Tetapi, dari gambaran sederhana di atas setidaknya dapat ditarik “kesimpulan” bahwa putra Lombok kelahiran 1972 ini, memang memiliki kelebihan/keistimewaan yang sifatnya spesifik di mata para pengambil kebijakan di Pusat, sehingga mempercayakan kepada Iqbal untuk mengemban tugas yang sangat berat tersebut; menjadi Duta Besar di bekas kekhalifahan Turki Ustmani, yang diincar banyak pihak di sepanjang sejarah.

Dalam sebuah pertemuan singkat di Praya pada akhir Oktober lalu, kami sempat berbincang-bincang ringan dengan Lalu Iqbal, yang kini tengah sibuk menangani bantuan kemanusiaan untuk para pengungsi/korban perang di Gaza. Dalam perbincangan yang diliputi suasana duka atas nasib yang diderita warga Palestina di Gaza itu, Lalu Iqbal sempat menyinggung tentang pentingnya pembangunan yang berpihak kepada kehidupan (semua makhluk), bukan hanya manusia, tapi juga hewan dan tumbuhan, karena manusia tidak mungkin hidup sendiri, katanya, sehingga setiap sektor memerlukan ekosistem yang baik untuk menjaga harmoni dan kesinambungannya.

Oleh karenanya, “Seorang Gubernur atau Bupati, bukan hanya menjadi pemimpin bagi manusia, tetapi pemimpin untuk semua, termasuk binatang dan tumbuhan.” ujar penggemar buku filsafat dan majalah Trubus sejak remaja ini, yang kemudian sangat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan penghayatannya tentang hidup, sehingga Iqbal tampil sebagai pribadi yang matang dalam kehidupan.

Saat berdialog dengan Lalu Iqbal, setiap orang akan merasakan pancaran niat dan cita-cita yang tulus pada setiap tutur kata atau kalimat yang diucapkannya. Hal itu senada dengan kepribadiannya yang rendah hati, yang tampak lebih ingin memperhatikan ketimbang diperhatikan. Sekecil apa pun topik perbincangan dan latar orang yang mengajaknya bicara/bertanya, Iqbal akan selalu memperhatikan dengan sepenuh hati. Selain sebagai pembicara yang baik, Iqbal juga seorang pendengar/penyimak yang sabar dan tulus.

Atas dasar berbagai pertimbangan di atas, seorang tokoh masyarakat yang juga mantan Bupati Lombok Tengah, H. Lalu Wiratmaja, SH, (83 tahun), selain menaruh harapan yang besar juga memberi masukan penting kepada warga NTB, bahwa jika masyarakat NTB ingin maju di era global ini dan mampu bersaing dengan daerah lain, warga NTB harus memiliki pemimpin yang punya track record internasional seperti Lalu Iqbal. Kalau “Pemerintah pusat saja mengangkatnya sebagai Dubes, masak kita akan menolaknya untuk memimpin daerah?” kata Miq Ngoh, sapaan akrabnya.

Apa yang dikatakan mantan Bupati Lombok Tengah (2005-2010) itu sama sekali tidak berlebihan. Karena sudah barang tentu Dr. Lalu Muhamad Iqbal memang memiliki banyak kelebihan/nilai plus bagi NTB, yang kondisinya sedang tidak baik-baik saja ini.

Selain memiliki pengalaman di level nasional (sebagai pejabat Kemenlu), Lalu Iqbal juga memiliki pengalaman internasional, sebagai Duta Besar, dan sejumlah jabatan lainnya yang berhubungan dengan tugas-tugas luar negeri. Oleh karenanya, Dr. Lalu Muhammad Iqbal tak sekadar calon pemimpin yang ideal bagi NTB, tapi lebih khusus lagi: Iqbal merupakan “harga diri” orang Sasak. “Rugi kalau tak memintanya untuk pulang mengurus NTB.” kata Miq Ngoh. (*)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Adam Gottar Parra

Adam Gottar Parra, adalah seorang warga NTB, beralamat di: gottar.parra@gmail.com

Artikel Terkait

OPINI