Ketika Aku dinyatakan positif Covid-19

Pagi itu, Kamis 18 Juni 2020 seperti biasa aku terbangun pukul 05.45 Wita. Kemudian mandi dan bersiap untuk ke kantor. Saat menyemprot parfum, aku tak dapat menikmati aroma wewangian Guaiac Wood, Marine Accord, Amber Gris Accord yang khas dari Invict*s, membuatku segar disetiap aktivitas rutin.

Masih penasaran, akupun mencoba parfum lain yang aromanya lebih kuat dan menyengat, namun usahaku sia-sia. Ku rogoh kotak bumbu dapur mencari bawang merah dan putih yang sebelumnya sudah  digeprek kemudian kudekatkan ke hidung tetap saja tidak tercium apa – apa.

Seketika ingatanku tertuju pada video testimoni seorang pasien Covid – 19 yang sedang dirawat dan bercerita bahwa dia kehilangan indera penciuman saat pertama terkena Corona.

Fiuuuhhhh….. Kepanikan pun tak dapat dibendung, bingung harus berbuat apa???

Sabar… Yang pertama kali dilakukan saat menyadari diri kita terindikasi Covid – 19 adalah menenangkan diri dan tidak berpikir macam – macam, apalagi langsung starter kendaraan dan bepergian dalam kondisi tidak stabil alias panik, itu berbahaya, STOP.

Setelah merasa diri cukup tenang, akupun berangkat ke kantor dengan tetap menggunakan masker pastinya. Sampai di kantor tetap jaga jarak dan memberitahukan kalau aku mengalami gejala kehilangan indera penciuman dan arahan dari kepala ruangan untuk segera memeriksakan diri ke RS.

Sampai di RS aku melapor bahwa telah mengalami kehilangan penciuman yang kuketahui juga merupakan gejala awal dari Covid – 19 bagi sebagian pasien dan aku meminta untuk Rapid Test. Tak disangka, untuk dapat melakukan Rapid Test tidak mudah ternyata, seperti yg disangkakan beberapa orang di luar sana bahwa pihak RS memanfaatkan momentum ini untuk meraup keuntungan. Kurasa tidak seperti itu, mengapa? Silahkan lanjutkan baca tulisan ini, aku akan menceritakan secara detil apa yg terjadi.

Setelah melalui proses yang agak rumit dan panjang akhirnya aku dapat menjalani Rapid Test yang hasilnya bisa ditunggu, kurang lebih satu jam. Selama menunggu, pikiranku kacau tak karuan memikirkan apa hasilnya. Begitu hasil keluar, kulihat tertera tulisan Non Reaktif alias Negatif, kembali terjadi perdebatan dalam bathin, kenapa begini, kenapa begitu? Bukannya aku tidak bersyukur dengan hasilnya, namun masih belum yakin karena gejala yang kualami tak pernah terjadi seumur hidupku.

Melewati proses dan pemikiran panjang akhirnya kuputuskan melakukan Swab mandiri di RS yang berbeda untuk menjawab penasaranku. Minggu 21 Juni 2020 sekitar pukul 09.00 Wita akhirnya aku melakukan Swab yang kata sebagian teman rasanya sakit dan lain sebagainya, namun yg kurasakan kala itu baik – baik saja, tidak sakit, namun setelahnya aku harus bersin-bersin, kemungkinan efek geli ada benda masuk di lubang hidung, hehehe…

Usai melaksanakan Swab aku memutuskan mengisolasi diri, kebetulan anak dan istri sudah kuungsikan sekitar dua minggu karena kesibukanku di tempat kerja. Terserah hasilnya negatif atau positif, upaya yg bisa kita lakukan adalah mengamankan orang sekitar yg kita sayangi, butuh pengorbanan.

“Bukankah kadang kita berfikir saat anak atau istri yang sakit kita berdoa kenapa bukan kita saja yg menggantikan posisi mereka yg sakit dan sekarang Tuhan mengabulkan doa yg belum terucap,” bathinku.

Selama menunggu hasil Swab keluar yang dijadwalkan tiga hari, aku mendapat kabar dari teman bahwa adik iparnya yg seumuran denganku meninggal akibat Covid-19 tanpa penyakit penyerta ungkapnya. Dan alhasil akupun menjadi tambah deg-degan dong. Wajarlah kita manusia. Namun aku bertekad untuk tetap berfikir positif, bukan positif covid ya, tapi berfikir yg baik. Amin.

Oya, sebelum ke hasil Swab aku ceritakan bagaimana kisahku sebelum mengalami gejala hilang indera penciuman. Seminggu sebelumnya aku sempat terserang flu selama empat hari. Kemudian pada tanggal 17 Juni 2020 sebelum hilangnya indera penciuman itu, sehabis makan siang sekitar pukul 13.45 Wita aku minum obat flu, sekitar 30 menit berlalu, tiba – tiba aku merasakan sakit melilit di bagian perut yg belum pernah kualami seumur hidup, perut rasanya kembung sekali, akhirnya akupun tertidur di sofa kantor menahan rasa sakit yang cukup menyiksa kala itu.

Tanggal 23 Juni 2020 yang ditunggu akhirnya datang juga, hasil Swabku ternyata terkonfirmasi Positif Covid – 19 dengan tulisan merah. Bisa anda bayangkan??? Apa yang hadir dalam benakku saat itu. Tanganku gemetar memegang HP dan tidak tahu harus berbuat apa. Aku terus berusaha menenangkan diri untuk menghadapi realita hidup ini yang tak selalu manis.

Dengan kesadaran diri yang tinggi kuputuskan untuk ke RS untuk memutus mata rantai penyebaran Covid – 19, tidak perlu takut. Aku berfikir untuk mencari tempat yg aman agar orang lain tidak ada yg tertular karenaku. Aku tak mau menjadi manusia egois yg hanya memikirkan diri sendiri tanpa memikirkan keselamatan orang banyak yg beresiko tertular kalau tidak segera mengisolasi diri.

Saat malam setelah menerima hasil Swab aku langsung berangkat seorang diri ke RS Darurat Covid – 19 RSUD Kota Mataram yang ada di Wisma Nusantara Mataram untuk isolasi dan mendapat perawatan. Sampai disana aku disambut dengan ramah dan santun oleh tenaga medis yang bertugas kemudian mendata dan akupun disiapkan kamar untuk menjalani isolasi.

Hari pertama dirawat di Wisma Nusantara, kemungkinan virusnya mulai melakukan serangan, tubuhku terasa lemas sekali, tidak kuat bila berdiri agak lama, kepala pusing dan badan meriang. Terkadang kepala terasa penuh mumet, jantung berdebar, batuk, nyeri dan sakit disekujur tubuh, pokoknya tidak nyaman banget, jangan sampai anda tertular, ingat pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan sesering mungkin. Sempat terlintas pikiran tentang kematian juga waktu itu dengan tekanan psikologis dan sakit dari virus, tapi hati kecilku melawan, itu salah, kamu harus kuat dan bertahan untuk sembuh!

Aku harus berjuang melawan virus yang menyerangku saat ini, yang sudah mewabah di seluruh dunia dan dikenal sebagai pandemi. Akhirnya aku harus menyadari bahwa telah masuk ke dalam daftar salah satu pasien Covid – 19. Kondisi yang ku alami waktu itu sangat tidak stabil, kadang kondisi terasa bagus kadang saat kumat semua gejala yg kusebut tadi muncul silih berganti dan aku harus berjuang walaupun sampai saat ini vaksin ataupun obat khusus untuk corona belum ada.

Saat dirawat, aku mengkonsumsi obat – obatan dan vitamin yang diberikan oleh medis untuk mengurangi sakit akibat virus itu dan ada satu hal lagi yg kurasa benar – benar membuat imunku meningkat, madu. Iya madu, dilarutkan dengan air bersuhu ruangan satu sampai dua sendok makan plastik, perlu diingat untuk konsumsi madu tidak dianjurkan menggunakan sendok besi karena akan merusak khasiatnya. Aku minum larutan madu dipagi hari saat belum mengkonsumsi apapun dan itu merupakan waktu yg paling tepat mengkonsumsi madu karena tubuh akan sangat mudah menyerap nutrisi dari madu. Aku menyarankan bagi penderita gula darah sebaiknya menggunakan madu hitam pahit yang kandungan gulanya rendah.

Dalam masa perawatan aku sempat mengalami insomnia, dan keesokan harinya kondisi tubuhku langsung down. Seolah berusaha mengembalikan kondisi tubuh yang tidak boleh lama melemah karena khawatir akan mendapat serangan lagi dari virus itu, kubalas dengan makan yg agak banyak, vitamin yg cukup dan kupaksa untuk bisa tidur siang.

Yang paling utama kita lakukan ialah berdoa dan terus berdoa, berserah diri untuk mendapat kesembuhan karena sesungguhnya dengan kuasa Tuhanlah kita bisa sembuh selain melakukan upaya pengobatan. Kemudian jangan mudah terpengaruh dengan berita di luar yg beredar dan tidak jelas sumbernya apalagi terjebak dengan hoax, itu dapat menambah beban pikiran yg tidak perlu dan membuat imun kita jadi tidak stabil. Tetap fokus untuk segera sembuh.

Komunikasi dengan keluarga dan sahabat juga menjadi hal yang sangat penting saat menjalani isolasi, karena itu akan membunuh rasa bosan yg kita rasa. Namun tetap perlu dibatasi untuk meluangkan waktu lebih banyak beristirahat agar dapat segera pulih.

Akhirnya setelah menjalani isolasi dan mendapat perawatan yang baik selama beberapa minggu, pada tanggal 8 Juli aku dinyatakan sembuh setelah menjalani 4 kali test Swab. Dua kali negatif berturut turut sembuh. Pada waktu itu, 12 orang yang dinyatakan sembuh bersamaan denganku dan diperbolehkan pulang untuk melanjutkan isolasi mandiri selama 14 hari di rumah masing – masing sesuai protokol kesehatan untuk mengembalikan stamina sebelum kembali ke rutinitas.

Itulah sedikit gambaran perjalananku saat berjibaku melawan virus covid – 19 di dalam tubuhku. Sedikit catatan kecil, reaksi yg ditimbulkan oleh Covid – 19 berbeda pada setiap individu setelah kutanya beberapa teman yg terinfeksi, ada yg gejalanya lebih ringan ada pula yg lebih berat dari yg kualami, bahkan ada yg hingga meregang nyawa seperti yg banyak diberitakan. Namun tidak perlu khawatir yg berlebihan, cukup patuhi protokol kesehatan dengan menggunakan masker yg benar, jaga jarak dan cuci tangan sesering mungkin. Tingkatkan ibadah, tidak terpengaruh dengan berita hoax dan pemberitaan yg menyesatkan tentang Covid – 19, makan makanan bergizi, cukupi kebutuhan vitamin harian, dan fokus pada kesembuhan.

Semoga bermanfaat, mungkin ada pengalaman lain dari teman-teman yang juga pernah menjadi pasien Covid – 19 silahkan share pengalaman kalian disini, terimakasih.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI