Jurus pamungkas Lalu Iqbal jelang hukuman gantung warga Lombok di Malaysia

Lalu Muhamad Iqbal
Lalu Muhamad Iqbal

kicknews.today – Masa cuti Lalu Muhamad Iqbal di tahun 2012 belum berakhir, ketika sebuah panggilan telepon memintanya segera kembali ke Jakarta. Panggilan datang dari Marsekal TNI (Purn) Herman Prayitno, S.Ip, MM, Dubes RI untuk Malaysia.

Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara itu memberitahu Lalu Iqbal, sesuatu yang genting dan rumit sedang dihadapinya di negeri jiran tersebut. Ini menyangkut nasib Syafi’i, TKI asal Perempung, Desa Banyu Urip, Gerung, Lombok Barat, NTB, yang terancam hukuman gantung di Malaysia. Lelaki ini dituduh sebagai pelaku pembunuhan terhadap seorang mandor perkebunan kelapa sawit.

Di sel penjara Batu Gajah, Keluang, Johor, Malaysia Barat, tempatnya ditahan, Syafi’i hanya bisa pasrah menanti takdir. Kemlu Malaysia sudah menyampaikan pemberitahuan dari pengadilan bahwa ia akan dieksekusi kurang dari sepekan.

Berbagai upaya hukum dan diplomasi telah dilakukan. Demikian pula tekanan pers dan NGO di tanah air. Semua itu tak bisa memengaruhi putusan Pemerintah Malaysia. Bahwa nyawa lelaki Sasak itu mesti menjadi penebus kesalahan didakwakan padanya.

Hari itu juga Lalu Iqbal meninggalkan kampung halamannya di Praya, Lombok Tengah. Sampai di Jakarta, pertemuan segera digelar, di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

“Ini kali pertama warga Indonesia yang terancam hukuman mati di Malaysia benar-benar akan dihukum mati. Ini akan menjadi preseden, sekali warga kita digantung, maka terpidana lainnya juga akan dihukum gantung. Saat itu, yang terancam ada seratusan warga Indonesia. Tapi selama ini hampir semua terpidana hukuman mati di Malaysia dapat diupayakan menjadi hukuman seumur hidup” kata Lalu Iqbal menceritakan kembali perjuangannya menyelamatkan orang Sasak itu di Mataram, Sabtu (16/12/2023).

Khawatir akan menciptakan preseden buruk bagi penanganan WNI terpidana hukuman mati di Malaysia, dalam rapat para petinggi Kemlu yang membahas masalah itu Lalu Iqbal mengusulkan agar dilakukan diplomasi tingkat tinggi. Usulan konkritnya adalah menyiapkan surat Presiden kepada Sultan terkait yang akan dibawa dan disampaikan langsung oleh tokoh Indonesia yang disegani oleh Pemerintah.

“Untuk urusan segenting dan sesensitif ini, tidak semua orang bisa menjadi utusan khusus. Di Indonesia hanya ada 2 orang yang memperoleh gelar kehormatan Tan Sri. Mereka yang mendapatkan gelar itu, memiliki status khusus yang memungkinkan mereka berkomunikasi langsung dengan para Menteri dan para sultan”, ujar Lalu Iqbal

Dalam hal perlindungan warga negara, apalagi menyangkut nyawa, sejarah mencatat banyak negara rela berkonflik dengan negara lain atau rela memutus hubungan diplomatiknya. Khususnya di hari-hari itu di Malaysia, masih segar kemarahan masyarakat Indonesia terhadap klaim Malaysia atas lagu Rasa Sayange, atau kekalahan timnas sepak bola Indonesia dari Timnas Sepakbola Malaysia. Penerapan hukuman gantung seorang WNI, apapun alasannya, hanya akan menambah minyak ke dalam api.

Di sinilah peran diplomat yang tidak hanya dituntut pemahaman psiko-politiknya. Seorang diplomat juga harus memiliki analisa situasi yang tajam dan kecerdikan untuk bermanuver keluar dari krisis tanpa melahirkan konflik.

Berhasil meyakinkan para petinggi Kemenlu, rapat memutuskan meminta kesediaan salah seorang WNI bergelar Tan Sri yang juga pensiunan Jenderal Polisi untuk menjadi utusan Presiden. Tugasnya menyampaikan surat Presiden dan meyakinkan Sultan untuk memberikan pengampunan bagi WNI yang nyawanya sudah diujung tanduk hukuman mati.

Dalam perjalanan menuju Malaysia dengan utusan Presiden, muncul diskusi yang menegangkan mengenai apa yang akan disampaikan kepada Sultan. Peluang harapan penurunan hukuman jelas kecil karena putusan tersebut jatuh dari proses peradilan pidana. Benar hanya keputusan Sultan yang bisa membatalkan putusan pengadilan tersebut. Tapi pasti tidak mudah bagi seorang Sultan melakukan itu. Ada sensitifitas respon masyarakat, ada pandangan para hakim, ada respon keluarga korban pembunuhan dan banyak hal lain harus dipertimbangkan. Artinya hanya pertimbangan luar biasa yang bisa membuat Sultan membuat keputusan untuk memberikan pengampunan.

“Indonesia adalah negara demokrasi. Pemerintah tidak bisa lagi mencegah rakyat untuk bereaksi negatif terhadap pemancungan WNI di Malaysia. Apalagi hubungan dengan Malaysia selalu menjadi isu sensitif bagi orang Indonesia kebanyakan. Yang jelas kita ingin hubungan kedua negara tetap baik dan kita tidak ingin kembali ke masa-masa konfrontasi yang melelahkan serpti di tahun 1960an”, bunyi narasi yang diusulkan Lalu Iqbal kepada utusan khusus Presiden.

Ternyata pemilihan narasi itu tepat. Hanya sehari sebelum eksekusi, Sultan mengeluarkan surat. Bunyinya, eksekusi gantung untuk warga asal Lombok itu dicabut. Syafi’i lalu dikenakan hukuman seumur hayat. Alhamdulillah…. Kombinasi ketulusan, keinginan yang kuat untuk menyelamatkan nyawa saudara sebangsa, ketajaman analisa serta insting diplomasi yang kuat berhasil menyelamatkan nyawa warga Lombok tersebut.  (bsm)

Berikut video berita tentang hukuman pancung warga Lombok di Malaysia:

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Buyung Sutan Muhlis

Artikel Terkait

OPINI