‘Jong Bayan’, simbol kearifan dan kesakralan pakaian adat masyarakat Bayan

Ibu-ibu saat mengenakan Jong Bayan. (Poto IG Jackysanlombok)

kicknews.today – Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas budaya dan adat istiadat yang mencerminkan jati diri masyarakatnya. Di Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat (NTB), warisan budaya tersebut tercermin dalam bentuk pakaian adat yang sarat makna dan nilai spiritual. Salah satunya adalah Jong Bayan.

 

Pakaian adat ini bukan sekadar busana tradisional, melainkan simbol identitas, kesakralan, dan filosofi hidup masyarakat adat Bayan yang dikenal kuat memegang nilai-nilai leluhur. Jong sendiri mengacu pada penutup kepala khas yang dikenakan oleh perempuan dalam berbagai ritual adat yang dianggap sakral.

 

Jong Bayan terbuat dari kain tenun berbentuk segi empat berukuran sekitar 40 cm dan biasanya dihiasi benang warna-warni. Cara pemakaiannya cukup sederhana, yaitu dengan melipat kain menjadi segitiga, lalu diikatkan ke kepala, dan tali kain dibalutkan ke depan hingga habis.

 

Lipatan segitiga ini melambangkan gunung sebagai sumber kehidupan yang merupakan sebuah simbol penghormatan terhadap alam.

 

Untuk menjaga bentuknya tetap tegak dan tidak lembek, masyarakat kerap menyelipkan kertas manila dalam lipatan kain. Hal tersebut bukan sekadar estetika, tapi bentuk penghormatan terhadap makna filosofis dari jong itu sendiri.

 

Tak hanya penutup kepala, keseluruhan pakaian adat Bayan juga penuh makna. Baik laki-laki maupun perempuan mengenakan kain dengan menyembunyikan tangan kiri, sebagai lambang kearifan.

 

Memberi dengan tangan kanan tanpa mengharapkan balasan, dan menyembunyikan tangan kiri yang diibaratkan sebagai simbol keburukan yang tak layak dipamerkan.

 

Pakaian adat Bayan untuk laki-laki juga memiliki teknik khusus yang disebut memenjong, yakni mengatur kain agar bagian ujungnya runcing ke bawah. Teknik ini diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian dari estetika budaya Bayan.

 

Kesakralan busana adat Bayan juga tercermin dari proses penenunannya. Beberapa jenis kain seperti Umbaq Kombong, Kagungan, dan Bebo, tidak bisa ditenun sembarangan. Harus melalui ritual adat terlebih dahulu dan dikerjakan oleh penenun terbaik.

 

Kombinasi warna pada kain juga sarat akan filosofi, seperti warna Hitam yang melambangkan kekuatan dan simbol bumi. Warna Merah melambangkan keberanian danlambang darah. Warna Putih melambangkan kesucian dan hubungan spiritual.

 

Kemudian warna Kuning melambangkan kemakmuran dan simbol padi tua. Warna Hijau melambangkan kelestarian serta dalam warna Biru melambangkan ketenangan, simbol laut dan langit.

 

Jong Bayan tidak digunakan sehari-hari, tetapi khusus dikenakan saat upacara adat seperti Maulid Adat Bayan, ritual menumbuk padi, atau saat mencuci beras menjelang pelaksanaan ritual sakral.

 

Masyarakat adat Bayan yang juga dikenal sebagai penganut Islam Wetu Telu yang merupakan ajaran Islam lokal yang ana hanya menjalankan tiga rukun Islam (syahadat, salat, dan puasa) menjaga dan memuliakan warisan budaya ini sebagai bagian tak terpisahkan dari keimanan dan keseharian mereka.

 

Pakaian adat Bayan bukan sekadar kain atau busana. Di balik tiap helainya tersimpan nilai-nilai spiritual, kearifan lokal, dan filosofi kehidupan yang luar biasa. Ini warisan yang harus terus dilestarikan.

 

Dengan potensi budaya sebesar ini, masyarakat berharap perhatian dari pemerintah dan pelaku pariwisata untuk mengangkat Jong Bayan sebagai ikon budaya Lombok Utara yang unik dan bernilai tinggi. (gii-bii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI