kicknews.today – Ratusan tenaga honorer di Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang tergabung dalam Aliansi Honorer R2 dan R3 akhirnya angkat suara. Dengan penuh semangat, mereka menyuarakan tuntutan akan kejelasan status dan peningkatan upah yang dianggap tak lagi memadai di tengah kondisi ekonomi yang terus bergerak maju.

Para tenaga honorer ini berasal dari berbagai bidang, mulai dari guru, tenaga teknis, hingga tenaga kesehatan. Mereka menilai upah yang diterima saat ini, sebesar Rp1 juta per bulan, jauh dari kata layak, terlebih bagi mereka yang telah mengabdi lebih dari 10 hingga 15 tahun.
Dalam audiensi bersama DPRD KLU, Wakil Ketua II DPRD KLU, I Made Kariyasa, menanggapi tuntutan tersebut dengan menyebutkan bahwa pemerintah pusat telah mengeluarkan keputusan terkait pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu untuk tenaga honorer yang terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Mereka ingin tahu kepastian pengangkatan, kapan prosesnya dimulai, dan meminta kami memperjuangkan kenaikan upah mereka,” ujar Kariyasa, Selasa (18/02/2025).
Namun, harapan itu tidak semudah yang dibayangkan. Kariyasa menegaskan bahwa DPRD masih perlu berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Tantangan utamanya adalah kondisi keuangan daerah, apalagi APBD 2025 telah ditetapkan sejak Desember 2024, di tengah kebijakan efisiensi anggaran besar-besaran dari pemerintah pusat.
“Jika memungkinkan dan ada ruang anggaran, tentu kami akan perjuangkan. Tapi dengan kebijakan efisiensi saat ini, kami belum bisa memastikan adanya tambahan penghasilan bagi tenaga honorer,” tambahnya.
Meski demikian, Kariyasa mengakui bahwa penghasilan Rp1 juta per bulan sangat kecil, apalagi bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi. “Ini harus diperjuangkan agar mereka mendapatkan upah yang lebih layak,” tegasnya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Aliansi Honorer R2 dan R3, Muhammad Sai’, menegaskan komitmen aliansi untuk terus memperjuangkan hak-hak tenaga honorer. Mereka mendesak pemerintah daerah segera memberikan kejelasan status dan peningkatan upah yang sesuai dengan kebutuhan hidup saat ini.
“Kami ingin pemerintah daerah mendukung perjuangan ini dan mempermudah proses sesuai regulasi yang berlaku,” ungkapnya.
Sai’ juga menyoroti bahwa beberapa tahun lalu, gaji tenaga honorer sempat mencapai Rp1,5 juta. Ironisnya, nominal tersebut kini justru merosot menjadi Rp1 juta. Dengan kepemimpinan bupati baru, mereka berharap ada keberpihakan yang lebih nyata terhadap kesejahteraan tenaga honorer.
“Kami berharap bupati terpilih benar-benar memperjuangkan nasib tenaga honorer, agar upah mereka lebih layak dan sesuai dengan kebutuhan hidup saat ini,” pungkasnya.
Kini, desakan dari Aliansi Honorer R2 dan R3 menjadi bola panas di tangan pemerintah daerah. Apakah akan ada langkah konkret yang mampu membawa perubahan nyata bagi kesejahteraan tenaga honorer di Lombok Utara? Waktu akan menjadi saksi. (gii-red)