kicknews.today – Pagi di Universitas Mataram selalu datang dengan tenang. Dari balik jendela Perpustakaan, mahasiswa berjalan berpasangan, membawa buku atau laptop, sementara para dosen melintas pelan di bawah rimbun ketapang. Tidak ada tanda-tanda hiruk-pikuk politik kampus. Namun di antara obrolan ringan di lorong kuliah dan ruang dosen, satu isu mengalir konstan tentang siapa yang akan memimpin Unram empat tahun ke depan?
Pemilihan Rektor Unram memasuki babak penting. Enam guru besar telah mendaftar – nama-nama dari hukum, peternakan, tehnik, pendidikan, hingga kedokteran, menandakan betapa kontestasi kali ini memanggil figur-figur dengan ambisi dan rekam jejak besar. Masing-masing membawa gagasan, dari reformasi tata kelola, penguatan riset, hingga pengembangan jejaring kampus yang lebih luas.

Namun, dari seluruh percakapan pelan di bawah ketapang hingga diskusi panjang di ruang rapat fakultas, ada dua figur yang terus muncul sebagai poros pembicaraan. Dua jalur yang kontras, namun sama-sama kuat:
Prof. Dr. dr. Hamsu Kadriyan, inovator dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, dan Prof. Dr. Sukardi, stabilisator birokrasi yang kini menjabat Wakil Rektor II.
Empat kandidat lain tetap berada dalam bursa, membawa penawaran pemikiran yang berarti. Namun dalam dinamika Pilrek Unram yang bergerak sunyi, kontras antara inovasi terobosan dan stabilitas sistemik inilah yang paling sering dibicarakan. Dari sana, narasi pemilihan mulai menemukan bentuknya.
Sang Inovator: Jejak Panjang Prof. Hamsu dalam Riset dan Transformasi
Membaca CV Prof. Hamsu seperti menelusuri lorong-lorong laboratorium, ruang klinik, dan panggung simposium Asia Pasifik. Lahir tahun 1973, ia meniti jalan akademik yang berat: dari dokter umum di Universitas Hasanuddin Makasar, spesialis THT-KL, hingga subspesialis onkologi kepala-leher. Sejak itu, publikasi demi publikasi terbit di jurnal-jurnal bereputasi internasional – BMJ Case Reports, Critical Care and Shock, Indonesian Biomedical Journal, Bali Medical Journal, hingga riset-riset kolaboratif di bidang eksosom, Covid-19, kanker nasofaring, dan kecerdasan buatan atau AI untuk diagnosis penyakit telinga.
Tidak banyak akademisi di Indonesia Timur dengan rentang riset setebal itu.
Tidak banyak pula dekan yang berhasil membawa fakultas sebesar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dari nol lalu dalam waktu relatif cepat meraih Akreditasi Paripurna.
Dalam beberapa waktu terakhir, langkah-langkah inovatifnya justru kerap bersinggungan dengan ritme lama birokrasi kampus. Keputusan etik yang muncul mendadak – tanpa banyak penjelasan – disebut oleh sebagian akademisi sebagai “gelombang diam” yang muncul di fase penting kariernya. Tidak ada yang terlalu lantang berani menyebutnya sebagai upaya menjegal, tidak ada yang ingin menegaskan. Namun kemunculan etik itu datang pada waktu yang nyaris tepat: saat ia memasuki ruang pengambilan keputusan pendaftaran calon rektor Unram 2026-2030.
Meski begitu, Prof. Hamsu tetap berjalan – dengan rekam jejak riset, jaringan internasional, dan reputasi akademik yang membuatnya dipandang sebagai Inovator yang dapat menggerakkan Unram keluar dari pola lama.
Sang Stabilisator: Prof. Sukardi dan Konsistensi Birokrasi Kampus
Jika CV Prof. Hamsu berdenyut cepat, CV Prof. Sukardi bergerak tenang. Lahir pada 1978, ia berasal dari dunia pendidikan dan kebijakan publik. Gelar doktor ia dapatkan dari Universitas Negeri Malang, dan sejak itu ia menapaki jalur struktural kampus: Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi, Wakil Direktur Pascasarjana, Wakil Dekan II FKIP, hingga kini menjabat Wakil Rektor II.
Dalam jabatan ini, ia memegang akses langsung pada keuangan, aset, administrasi, dan mekanisme operasional kampus – jantung birokrasi Unram. Di banyak universitas negeri, posisi ini bukan hanya strategis, tetapi menentukan ritme hidup sehari-hari lembaga. Tak heran jika sejumlah dosen membaca arah angin Pilrek dari pola yang muncul: bahwa Sukardi tampaknya berada dalam orbit dukungan Rektor Bambang, yang masih memegang komando kebijakan kampus sampai masa jabatannya berakhir di tahun ini.
Riset Sukardi stabil: experiential learning, kewirausahaan pendidikan, kualitas layanan pembelajaran, pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Tidak meledak-ledak, tetapi konsisten dan relevan dengan dunia pendidikan.
Dalam dinamika Pilrek, figur seperti Sukardi sering dibaca sebagai Stabilisator: seseorang yang memahami mesin birokrasi kampus menjaga universitas tetap berjalan di jalur yang rapi, ditambah dukungan dari Rektor yang menjabat saat ini membuatnya cukup percaya diri.
Persimpangan Arah: Dua Jalur Masa Depan Unram
Jika Universitas Mataram diibaratkan kapal besar, maka Pilrek kali ini mempertemukan dua nahkoda dengan visi perjalanan yang berbeda.
Prof. Hamsu membawa arah ke luar:
- internasionalisasi riset,
- kolaborasi ilmiah global,
- inovasi teknologi kesehatan,
- dan dorongan untuk menjadikan Unram lebih kompetitif di arena akademik nasional dan Asia Pasifik.
Prof. Sukardi membawa arah ke dalam:
- konsolidasi tata kelola,
- penguatan sistem administratif,
- stabilitas manajemen,
- dan kesinambungan kebijakan internal.
Keduanya sama-sama penting. Namun universitas tidak dapat berjalan ke dua arah sekaligus.
Enam kandidat telah masuk bursa, empat di antaranya membawa gagasan yang tetap berarti bagi masa depan kampus. Namun dalam pembacaan banyak pihak, pertarungan konseptual Pilrek Unram tahun ini pada akhirnya mengerucut pada satu pertanyaan besar:
Apakah Unram siap melompat ke fase inovasi akademik atau memilih melanjutkan stabilitas birokrasi yang telah lama dijalankan?
_______________
Tak seperti politik luar kampus, pemilihan rektor biasanya berlangsung dalam sunyi. Namun keputusan yang dibuat dalam ruang rapat Senat nanti akan menentukan wajah Unram empat tahun ke depan.
Di hadapan universitas, kini berdiri dua figur sentral: seorang Inovator yang melampaui batas wilayah akademik, dan seorang Stabilisator yang memahami seluk-beluk sistem hingga ke dalam.
Inilah persimpangan besar Universitas Mataram: menentukan apakah ia akan memperluas cakrawala atau memperkuat fondasi.
Keduanya mungkin benar – tetapi hanya satu yang akan dipilih. (red.)


