kicknews.today – Selama sekitar dua tahun, Mustakim, warga Babakan, Cakranegara, Mataram, tinggal di Kanada. Ia berangkat bersama istrinya di pertengahan 2000-an, menyusul Muslim, adiknya yang sudah beberapa tahun bersekolah di negeri tersebut.
Namun pasangan itu bukan merantau untuk menuntut ilmu. Keduanya datang mencari pekerjaan.
“Tiga bulan pertama, saya kerja serabutan. Dibayar dengan hitungan perjam. Kalau dirupiahkan saat itu sekitar Rp 90.000 perjam. Sedangkan istri saya langsung diterima di sebuah toko yang menjual roti. Dia cepat diterima karena bisa berbahasa Inggris,” tutur Takim, panggilannya, dalam bahasa Sasak.
Istrinya lalu merekomendasinya bekerja di perusahaan yang sama. Takim diterima, ditempatkan di bagian produksi.
Dengan pengalaman selama tinggal di negara tersebut, apakah kemampuan bahasa Takim ada peningkatan? “Tidak ada sama sekali. Sampai sekarang saya hanya tahunya yes dan no saja. Lagian manfaatnya tidak ada sama sekali jika dihubungkan dengan bidang pekerjaan saya. Di tempat produksi orang-orang sibuk bekerja. Tugas saya memanggang roti. Saya awalnya diajari mengoperasikan peralatan. Setelah itu langsung bekerja. Sepanjang hari karyawan di bagian itu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tidak ada satu pun yang berbicara. Beda dengan istri saya di bagian penjualan yang memang dituntut kemampuan berkomunikasi karena tugasnya melayani pembeli,” tutur Takim.
Perkara yes dan no itu pula yang dikisahkan Lalu Muhamad Iqbal dengan jenaka, pada suatu malam di sebuah kedai kopi di Mataram.
Lalu Iqbal yang notabene seorang Diplomat, dituntut kemampuan untuk menguasai beberapa bahasa asing. Kemampuan itu juga yang harus dimiliki orang-orang yang punya intensitas berinteraksi dengan pihak asing, terutama di bagian pariwisata.
Namun, sama seperti Takim, seorang lelaki yang setiap hari mangkal di sebuah terminal di Yogyakarta, tidak butuh keterampilan itu. Padahal ia dikenal sebagai seorang guide freelance. “Dia guide yang hanya tahu yes dan no,” ucap Lalu Iqbal.
Setiap bule turun di terminal, lelaki itu dengan pede mendekati. Tak lama tangannya sibuk memberi isyarat. Nampaknya orang-orang asing itu bertanya letak sebuah tempat.
“Sang guide menunjuk ke sebuah ruas jalan, disertai kata yes. Di jalan itu ada beberapa pertigaan atau perempatan. Guide itu lalu bilang no. Maksudnya jangan belok. Lurus saja. Bule yang mendapat penjelasan secara unik itu awalnya nampak bingung, tapi tak lama kemudian mengangguk-angguk,” tutur Dubes Indonesia untuk Turki periode 2019-2023 ini.
Tangan guide terus bergerak. Di akhir penjelasannya terdengar kata yes yang diucapkan sangat panjang. “Yeeeeesss, itu artinya titik lokasi atau alamat yang dicari bule tersebut,” ujarnya.
Syahdan, bule itu sampai juga. Ternyata, hanya bermodal yes dan no saja, bule-bule yang berurusan dengan sang guide tak sesat di jalan. (bsm)