kicknews.today – Penyeberan penyakit TBC di Lombok Barat cukup menghawatirkan. Persebaran penyakit ini terbanyak di daerah Desa Sesela Kecamatan Gunungsari, Sandik Kecamatan Batulayar dan Kecamatan Lembar.
Anggota DPRD Lombok Barat H Faedullah, mengatakan, masalah TBC ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal angka kasus dan kematiannya jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan Covid-19.
“Apalagi di Lobar, angka estimasi warga tertular TBC 2.513 orang, yang baru ditemukan itu baru sekitar 700 lebih. Artinya ada hampir 2000 orang yang belum ditemukan,” jelas politisi Perindo ini, Selasa (23/4/2021).
Saat ini kata dia, Kegiatan sosialisasi ini untuk merekrut Kader-kader yang bisa mengenali gejala TBC sebagai pendamping mencegah penularan perlu dilakukan.
“Program dari pihak Stop TB Partnership Indonesia (STPI) siap untuk membantu penanganan TBC ini,” jelas dia.
Sehingga kedepannya dua Desa yakni Desa Sesela dan Sandik akan menjadi desa percontohan nasional untuk pencegahan dan penanggulangan TBC.
“Karena (saya lihat) kurangnya perhatian dari pemerintah, perlu ada perda untuk penanganan TBC,” ujar Faedullah.
Senior Progam Manager STPI, Lukman Hakim mengatakan setiap tahunnya angka kasus TBC di Indonesia mengalami peningkatan.
Hal ini menyebabkan posisi Indonesia sebagai negara dengan kasus tertinggi di dunia mengalami pergeseran dari posisi ketiga menjadi kedua setelah India dengan tingkat kematian 96.000 akibat TBC.
Selain itu papar Lukman, sebagian besar penderita TBC masih dalam usia produktif (data WHO, Global TB Report 2020).
“Di Lobar pada 2020 diperkirakan jumlah penderita TBC 2.513 orang, namun yang ditemukan 763 orang. Hal ini menunjukkan bahwa angka temuan kasus pada kisaran 30,36 persen,” katanya.
Padahal lanjut Lukman, masih banyak kasus terduga TBC belum ditemukan dan berpotensi untuk memberikan penularan pada masyarakat.
Sesuai hasil kajian, rendahnya penemuan kasus dan pengobatan TBC di Kabupaten Lombok Barat banyak penderita TBC tidak mau menjalani pengobatan.
“Ada juga penderita TBC yang putus obat di tengah jalan. Karena, jarak ke puskesmas yang jauh untuk beberapa wilayah tertentu,” tegasnya.
Pemilihan desa siaga ini berdasarkan atas beberapa hal antara lain, beban TBC di desa cukup tinggi, komitmen pemerintah desa untuk terlibat dalam proses pelaksanaan program dan keberlanjutannya.
“Ke depannya pemerintah Desa dan Pemda harus membuat Renaksi desa untuk eliminasi TBC, kemudian terintegrasi dalam RPJMdes, RPJMD, RKPDes serta RKPD sehingga masuk penganggaran,” katanya.
Kepala Puskesmas Sesela, Rusman Effendi mengatakan khusus TBC di Lobar diestimasi mencapai 2.500 kasus.
“Tapi baru ditemukan 763 kasus, sisanya masih banyak yang belum ditemukan,” aku Rusman.
Khusus di wilayah kerja puskesmas Sesela terdiri dari desa Sesela, Jatisea dan Midang tahun 2020 ada 109 estimasi kasus TBC namun baru ditemukan 4 orang.
Kemudian tahun ini hingga bulan Maret sudah ditemukan 6 kasus. Karena itu, pihaknya mengapresiasi memilih desa Sesela sebagai percontohan penanganan TBC.
“Tapi, kalau dilihat data per puskesmas, persentase tertinggi ada di daerah Jakem Lembar,” sebutnya. (Vik)