kicknews.today – Wiramaya Arnadi, salah satu aktivis Lombok Utara yang sebelumnya aktif dalam proses kampanye Pasangan Calon Pilkada Nomor 3 (Muchsin-Junaidi Arif) di Lombok Utara, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Penetapan ini menuai tanggapan serius dari tim kuasa hukumnya, Ilyas Husain, yang menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses hukum tersebut.

”Kami pada prinsipnya sangat mengapresiasi proses-proses yang dilakukan pihak kepolisian. Namun, kami juga cukup terkejut dengan penetapan tersangka ini karena sebelumnya sudah ada beberapa kali upaya mediasi yang difasilitasi pemerintah daerah bersama FKUB provinsi dan kabupaten,” ujar Ilyas saat dikonfirmasi via telpon, Sabtu (19/04/2025).
Menurut Ilyas, dalam mediasi tersebut telah dicapai kesepakatan untuk menyelesaikan persoalan ini secara musyawarah mufakat.
Bahkan, dalam pertemuan yang juga dihadiri Kapolres dan sejumlah tokoh penting lainnya, pihak pelapor, yakni anggota DPRD Sudirsah Sujanto, disebut sempat diminta mencabut laporan oleh Bupati Lombok Utara.
Namun, laporan itu tetap bergulir dan berujung pada penetapan tersangka terhadap kliennya.
Ilyas menjelaskan, kasus ini tak bisa dilihat semata sebagai pelanggaran UU ITE. Permasalahan bermula dari kegiatan kampanye Pilkada, di mana Sudirsah, sebagai anggota DPRD sekaligus tim sukses paslon nomor urut 1, melakukan kampanye pada Jumat pagi di Desa Teniga.
Di hari yang sama, Sudirsah juga disebut menyampaikan kepada masyarakat soal penundaan penyaluran bantuan dana aspirasi atas nama jabatan publiknya.
“Klien kami dan rekan-rekannya hanya mempertanyakan di mana letak fungsi pengawasan Bawaslu dalam hal ini. Mereka juga merupakan bagian dari tim hukum paslon nomor 2 dan 3. Jadi ini bukan serangan personal terhadap Sudirsah, tapi bagian dari dinamika demokrasi,” tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa pelaporan terhadap kliennya membawa unsur SARA, yang menurutnya sangat sensitif.
”Kami minta kepolisian berhati-hati. Jangan sampai kasus ini justru memicu ketegangan baru di masyarakat, apalagi daerah ini baru saja menghadapi tragedi yang sangat menyayat, yakni kasus bunuh diri yang cukup menggemparkan,” jelas Ilyas.
Lebih lanjut, tim hukum meminta agar status tersangka terhadap kliennya dapat diuji secara hukum, bukan hanya mengikuti alur sepihak dari penyidik.
“Jangan biarkan status tersangka ini terus dibiarkan menggantung. Kami minta diberikan ruang untuk menguji, apakah penetapan ini benar-benar sesuai dengan prosedur hukum atau tidak,” tegas Ilyas.
Hingga saat ini, menurut Ilyas, belum ada komunikasi yang terjalin antara pihaknya dan pelapor.
”Kami sudah coba ajukan mediasi melalui FKUB Lombok Utara, tapi Sudirsah dan timnya tidak hadir. Padahal semangat kami jelas, kami siap ikuti seluruh tahapan hukum, tapi jangan lupakan prinsip keadilan,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut ruang kebebasan berekspresi dalam konteks politik lokal yang sarat dinamika. Di tengah semakin tingginya tensi politik, masyarakat berharap proses hukum dapat berjalan secara transparan dan adil. (gii-bii)