kicknews.today – Ahad, 5 Agustus 2018, pukul 19:45:35 WITA. Adzan maghrib belum lama berkumandang. Speaker surau dan masjid di kampung-kampung masih menyiarkan pengajian ba’da maghrib. Anak-anak sedang mengaji di langgar-langgar. Orang-orang di pulau seribu masjid sedang banyak berada di belakang mimbar berzikir menggeleng-gelengkan kepala seraya menyebut-nyebut keagungan asma Allah yang maha kuasa.
Gemuruh itu kemudian datang. Sesaat hening, lalu bergemuruh lagi. Kaca-kaca rumah seperti mau pecah. Jalanan seperti dilipat-lipat. Orang-orang yang berkendara berhenti menganggap ban kendaraan mereka pecah karena oleng. Bumi diguncang dengan guncangan yang dahsyat. Lampu listrik padam. Semua keluar rumah menjauhi bangunan-bangunan yang mereka bangun sendiri. HP berdering memberi peringatan; gempa dengan magnitudo 7,0 skalarichter sedang terjadi. Alarm peringatan tsunami menyala merah. Masyarakat diminta menjauhi pesisir pantai.

Berdasarkan informasi dari BMKG pusat gempa bumi berada pada koordinat 8,37° LS dan 116,48° BT, dengan magnitudo 7,0 pada kedalaman 15 km. Sebelumnya, pada tanggal 29 Juli 2018 dengan kekuatan M6,4 dengan kedalaman 10 km. Berdasarkan hasil survey lapangan dan analisis Tim Tanggap Darurat Badan Geologi, kedua gempa bumi yang telah terjadi mempunyai mekanisme sama yang berasosiasi dengan Patahan Naik Busur Belakang Flores yang terletak di utara Pulau Lombok. Maka itu disebut gempa kembar.
Waktu itu Kepala Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho (alm) memberikan informasi terkait dampak selanjutnya setelah gempa bumi itu. Menurutnya, ada kemungkinan gelombang laut akan muncul lumayan besar karena dipicu oleh gempa dengan kedalaman 15 km itu.
“Waktu tiba gelombang dapat berbeda. Gelombang yang pertama bisa saja bukan yang terbesar,” kata laporan tersebut.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut tsunami telah terdeteksi di perairan Carik dan Badas. Gempa besar 7 SR tersebut kemudian disusul oleh lima gempa lainnya yang memiliki kekuatan 5 sampai 5,8 SR.

Evakuasi
Secara geografis, pulau Lombok punya bentang pantai indah yang panjang. Pemukiman penduduk rata-rata berada di daerah pesisir. Bahkan Kota Mataram yang menjadi ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat berada sangat dekat dengan bibir pantai.
Pasca gempa, peringatan dini tsunami membuat keonaran besar. Orang-orang di pesisir Lombok Utara berlari menaiki bukit-bukit terdekat meski banyak yang mengalami luka akibat cidera tertindih bangunan saat gempa terjadi. Mereka meninggalkan sanak keluarga yang tertimbun dan belum sempat dievakuasi. Tangis histeris di mana-mana. Anak-anak digendong orang tuanya yang gemetar. Para lansia dipapah dipaksa berjalan cepat. Masjid dan rumah roboh tak mampu menopang berat.
Di Kota Mataram, semua orang berhamburan menuju ke arah timur. Jalanan tiba-tiba sesak. Sesekali terdengar teriakan “air laut naik”. Masjid-masjid yang masih utuh dengan tenaga genset meneriakan takbir seraya memperingati warga untuk melakukan evakuasi. Titik kumpul paling ramai ada di alun-alun kota Lapangan Sangkareang.
Sekitar 1-2 jam berselang, mobil patroli polisi datang dengan sirene dan lampu rotator menyala. “Tidak ada tsunami, silahkan bapak-bapak dan ibu-ibu kembali ke rumah masing-masing dengan tertib. Jauhi bangunan yang sudah rusak akibat gempa,” imbau polisi dari pengeras suara mobil.

Tsunami Ghaib
Jauh di ujung Lombok Utara, cerita mengenai apa yang terjadi pada malam gempa 7SR itu berkembang luas. Daerah di labuhan Carik dan Badas benar-benar terjadi pasang air laut karena tsunami. Namun seseorang berjubah serba putih berdiri di bibir pantai menghalau air bah yang datang.
“Lombok itu buminya para wali, kita tidak tahu siapa yang menghalau (air) tetapi alhamdulillah Lombok masih dilindungi dengan karomah beliau-beliau yang alim,” kata Ahmad Yani, seorang warga Lombok Utara saat mengenang situasi malam itu saat diskusi dengan kicknews.today beberapa waktu lampau.
Cerita mengenai sosok berjubah putih ini tidak hanya dinukil dari satu atau dua orang saja. Masyarakat di pesisir Lombok Utara terutama di wilayah utara Pulau Lombok sangat mempercayainya.
“Logikanya, BMKG dengan peralatan sensor yang canggih tentu tidak keliru memperingati adanya gelombang tsunami. Tetapi tsunami malam itu tidak terjadi. Kemana air laut yang membumbung itu?” tanya dia.
Namun bagaimana, gempa dahsyat malam itu meluluh lantakan hampir semua bangunan permanen di Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat sampai di Kota Mataram. Gempa-gempa susulan juga tidak kalah membuat trauma masyarakat. tercatat sebanyak 548 korban meninggal karena gempa Lombok. (red.)


