kicknews.today – Proses revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Utara (KLU) ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Sejak dimulai pada tahun 2017, penyempurnaan dokumen tata ruang daerah ini hingga kini masih terus berlanjut.
Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Kawasan Permukiman (DPUPRKP) KLU menyebut, lamanya proses revisi disebabkan oleh banyaknya regulasi baru dari pemerintah pusat yang harus disesuaikan oleh pemerintah daerah.

Kepala Bidang Tata Ruang DPUPRKP KLU, Nurman Harisandi mengatakan bahwa proses revisi sempat beberapa kali tertunda karena adanya perubahan kebijakan nasional di sektor tata ruang.
“Sejak awal kami sudah berproses, tetapi di tengah jalan keluar banyak regulasi baru dari kementerian. Kita dapat PR dari pusat, dan sebagian besar pekerjaan itu dilakukan melalui mekanisme Bantuan Teknis (Bantek) dari kementerian,” ujarnya, Selasa (21/10/2025).
Menurut Nurman, setiap kali terbit aturan baru, pemerintah daerah harus menyesuaikan substansi dokumen agar tetap sejalan dengan arah kebijakan nasional.
“Dengan adanya aturan-aturan baru yang harus kami sesuaikan, revisinya jadi tidak bisa cepat selesai. Dokumen ini beberapa kali dikoreksi supaya sinkron dengan kebijakan pusat,” jelasnya.
Salah satu perubahan besar yang berdampak langsung terhadap substansi RTRW terjadi setelah keluarnya SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 6598/MENLHK-PTKL/KUH/PLA.2/10/2021 pada 27 Oktober 2021. Surat keputusan tersebut menetapkan kawasan Gili Tramena (Trawangan, Meno, dan Air) sebagai kawasan konservasi laut dan darat.
“Penetapan ini otomatis mengubah struktur ruang kita. Dalam dokumen lama belum ada penetapan konservasi ini, jadi semuanya harus disesuaikan kembali,” ungkap Nurman.
Selain itu, perubahan aturan terkait tata cara penyusunan RTRW juga membuat beberapa bagian dokumen harus dikerjakan ulang. Meski begitu, Nurman menegaskan bahwa secara umum pola ruang dan pembagian wilayah utama Lombok Utara tidak mengalami pergeseran besar, hanya dilakukan penyesuaian pada kawasan strategis dan rencana pengembangan wilayah andalan.
“Kalau dulu ada kawasan andalan yang disebut global hub, kini berubah menjadi Kawasan Terpadu Industri (KTI). Luasannya pun direvisi cukup signifikan, dari sekitar 7.000 hektar menjadi hanya 1.600 hektar,” jelasnya.
Dia menambahkan, perubahan tersebut merupakan bentuk penyesuaian arah pembangunan daerah dengan kebijakan nasional, terutama dalam hal efisiensi pemanfaatan ruang dan pengendalian dampak lingkungan.
“Tujuannya agar RTRW kita inline dengan arah pembangunan nasional dan provinsi,” katanya.
DPUPRKP KLU menargetkan seluruh proses revisi RTRW dapat tuntas pada tahun 2026, setelah melewati tahapan harmonisasi antar-instansi dan pembahasan lintas sektor bersama kementerian terkait.
“Sekarang kita masih menunggu finalisasi dari pusat. Setelah itu baru bisa masuk ke tahap penetapan Perda Revisi RTRW,” tutupnya. (gii/*)