Terimakasih Bang Haji Oma, yuk bernostalgia

Jangan ngaku orang Indonesia kalo nggak kenal beliau, nggak tau lagu dan filmnya. Wong di negeri jiran aja beliau masyhur. Bagi generasi 70-an, 80-an, yang tumbuh besar bersama lagu-lagu beliau, yuk bernostalgia di mari.

Beliau adalah Bang Haji Rhoma Irama, Rhoma sendiri singkatan dari Raden Haji Oma ( baru tau ya?). Orang Lombok, Sumbawa dan Bima, menyebut beliau, Oma.

Pernah dulu ada tetangga orang Lombok, namanya Darman, dipanggil juga Tukang Man karena sehari-hari bekerja sebagai tukang batu, sangat mengidolakan Rhoma Irama. Sampai ucapan dan perbuatannya seperti Rhoma. Penampilannya dari celana cut bray, model rambut semi gondrong, jenggot hingga selempang, copy paste Rhoma Irama (pernah ditulis Buyung Sutan Muhlis , di Goreng Tau Inlander, 15 Desember 2018).

Setiap malam habis Isya, Tukang Man solo konser menirukan lagu Rhoma dari kaset pita. Sapu atau garisan kayu yg biasa dipakai untuk nukang menjadi gitarnya. Aku yang masih SMA kala itu, menonton takjub dari balik jendela nako. Herannya, meski Tukang Man buta not balok, selang beberapa tahun kemudian, ia menjadi artis primadona langganan dikontrak orkes-orkes dikotaku dan beken dengan nama panggung Romansyah.

Saat itu bukan hanya Tukang Man yang berpenampilan mirip dan mengidolakan Rhoma, di banyak tempat di lombok, Sumbawa dan Bima, sering sekali ketemu orang yang mirip Rhoma Irama. Orkes-orkes di kota lain pun selalu memiliki penyanyi andalan yang mirip Rhoma.

Kembali ke Rhoma yang asli, karier musiknya dimulai sejak ia berusia 11 tahun. Pada tahun 1970-an ia membangun grup musik Soneta. Rhoma lebih suka musiknya disebut irama Melayu daripada dangdut.

Pada 1973, beliau mencanangkan semboyan “Voice of Moslem” (Suara Muslim) yang menjadi pembaharu musik Melayu, memadukan unsur rock dalam musik Melayu. Tapi, jika diamati bukan hanya paduan rock saja dalam lagu Rhoma, juga ada unsur pop, india, serta orkesta. Inilah yang menyebabkan setiap lagunya memiliki cita rasa yang berbeda. Bersama Soneta tercatat 11 Golden Record diraih dari penjualan album-albumnya. Rhoma pun ditasbihkan sebagai “Raja Dangdut”.

Coba simak, di setiap lagunya, Bang Haji kerap menyelipkan hikmah dan makna kehidupan yang bisa dipetik. Beliau setia dengan misinya berdakwah melalui musik.

Ingat “Begadang (1973)”, Siapa yang tidak tahu lagu ini?, “Begadang, jangan begadang, kalau tiada artinya”. Anak-anak muda yang hobby begadang merasa ditemani, padahal justru sebenarnya lagu ini menganjurkan untuk jangan sering begadang, jika bukan untuk hal-hal yang penting. Secara medis pun, begadang dapat membuat tubuh menjadi tidak sehat.

Di dalam album perdana ini, sebenarnya yang menjadi gacoan adalah “Tung Karipit”, Tapi begitu albumnya rilis, justru lagu “Begadang” yang meledak, dan disukai banyak kalangan, tak hanya oleh penyuka dangdut saja, tapi juga fans genre musik yang lain. Majalah Rolling Stones menobatkan album Begadang ke dalam 150 album terbaik sepanjang masa.

Ternyata, sang raja dangdut, terinspirasi oleh kisah pilu dari temannya yang suka begadang hanya untuk bermain gitar dipinggir jalan. Akibatnya kemudian jatuh sakit, dan berujung pada kematian.

Lalu “Darah Muda (1975)”,
Yang tak kalah populer, dalam lagunya ini Rhoma menggambarkan para remaja yang memiliki gairah berapi-api dan tidak mau kalah. Petikan liriknya “Masa muda, masa yang berapi-api. Yang maunya menang sendiri. Walau salah tak peduli, darah muda”

Dengan alasan mencari jati diri, para remaja berbuat semaunya. Pada akhirnya terjerumus ke dalam dunia kemaksiatan. Bang Haji memberi nasihat dalam lirik berikut “Wahai kawan para remaja, berpikirlah kalau melangkah agar tidak menyesal akhirnya”.

Lagu lain yang fenomenal, “Ani (1978)”, tentang seorang yang menahan rindu terhadap kekasihnya karena ingin menggapai cita-citanya.
jika sudah tercapai, ia akan kembali menemui kekasihnya dan meminta untuk bersabar sampai ia kembali.

Lagu ini juga menjadi soundtrack film yang dibintangi Rhoma Irama berjudul “Sebuah Pengorbanan”. Lagu dan filmnya trending kala itu, bahkan sekarangpun banyak orang yang memparodikan adegan Ani (diperankan oleh Yati Octavia) dengan Rhoma. Ingat kalimat “tidaak Rhoma… !”, yg diucapkan oleh Ani?.

Saat jatuh cinta, dunia terasa indah, dan mendengar, meresapi “Dawai Asmara (1985)”, membuat kita semakin tenggelam dalam lautan asmara. Sampai-sampai yang jomblopun merasa punya kekasih.

Kali ini Rhoma berkolaborasi dengan Noer Halimah. Liriknya menceritakan sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta, berbahagia karena saling mencintai dan menyayangi.
seakan tidak mau dipisahkan oleh siapa pun, selalu ingin bersama selamanya.

Era 1980-an sampai 1990-an, judi marak dan dilegalkan di Indonesia. (ingat PORKAS, SDSB, Buntut ?), namun, pada 1993 oleh pemerintah resmi dihapus karena tingkat kemiskinan serta kejahatan terus meningkat. Berangkat dari situasi itu, Rhoma menulis lagu berjudul “Judi (1989)”, untuk mengingatkan bahwa perbuatan itu tidak baik dilakukan.

Orang yang tadinya kaya bisa berubah miskin dan yang miskin menjadi malas karena harapannya pada perjudian. Singkatnya, judi membuat orang menjadi malas bekerja karena ketergantungannya terhadap judi.

Uang yang dihasilkan dari judi tidak berkah. Judi mengikis iman, karena hasil yang didapatkan dari berjudi haram hukumnya, bahkan bisa-bisa keluarga menjadi korban.

“Mirasantika (1997)” Lagu ini merupakan kepanjangan dari “Minuman keras dan narkotika” yang saat itu melanda dunia perdangdutan. Liriknya sarat pesan moral, seseorang yang doyan minuman keras dan obat terlarang, membuat masa depannya terancam hancur.

Rhoma merasa trenyuh membaca atau melihat berita yang mengabarkan puluhan nyawa menjadi korban benda terlarang itu. Dalam setiap konser, sebelum menyanyikan lagu itu, Bang Haji kerap mengutip ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan larangan terhadap minuman keras.

Lagu “Tabir Kepalsuan 1985”, tentang seseorang yang sedang mengejar cintanya dan telah melakukan segalanya. Ia ingin menyadarkan seseorang yang dicintainya agar mau peduli.
Namun akhirnya ia menyerah dengan hati lapang, untuk menerima bahwa kenyataan tak sesuai harapan, walaupun pedih dan merana. Karena ia tahu cinta tak bisa dipaksakan.

Lagu ini punya sejarah tersendiri bagiku, menjadi pelipur lara saat hatiku dicabik-cabik perempuan, dan pelan-pelan aku berusaha menjahitnya kembali, Bang Haji benar, cinta memang tak dapat dipaksakan.

“Badai gelombang yang datang merintang, tak kan merubah haluan cita-cita.”
“Padamu nahkoda kutambatkan cinta, bawalah daku ke pulau bahagia.” penggalan lirik lagu “Bahtera Cinta (1985)”, yang mendayu2 dinyanyikan kembali bersama Noer Halimah.

Kemudian lagu “Kelana (1973)” Berisi petuah agar kita selalu menghormati sosok Ibu, karena pengorbanan dan kasih sayangnya tanpa batas. Doa Ibu yang mengiringi keberhasilan seorang anak. Sebaliknya Jika seorang anak durhaka, kutukan seorang Ibu bisa jadi kenyataan atas kehendak Tuhan.

Kembali Bang Haji berkolaborasi dengan Noer Halimah dalam “Pertemuan (1995)”, lagu ini booming lagi, bahkan hingga dekade ini. Mengisahkan seseorang yang mendambakan pertemuan dengan orang yang dicintainya, pertemuan bukan lagi khalayan tapi menjadi kenyataan. Perpisahan yg tadinya membekas luka, tergantikan dengan pertemuan dengan kekasih hati.

Bang Haji lagi-lagi bersyair indah lewat “Kata Pujangga”, bahwa “Hidup tanpa cinta bagai taman tak berbunga”. Liriknya tidak panjang tapi maknanya sangat padat.
Bang Haji bukan hanya membuat cerita cinta menjadi begitu indah, tapi aku sendiri semakin jatuh cinta dengan karya-karya beliau.

Begitu indahnya cinta dalam “Cuma Kamu (1976)”, menggandeng Rita Sugiarto sebagai teman duetnya. “Cuma Kamu” juga menjadi soundtrack film “Penasaran”, yang dibintanginya, lagi-lagi dengan Yati Oktavia. Lagu ini menjadi lagu wajib di hampir setiap resepsi perkawinan.

Begitu fenomenalnya Bang haji. Tidak lantas tenggelam dengan kemunculan penyanyi-penyanyi dangdut baru, tidak mempan di”bor” Inul Daratista, di “gergaji” Dewi Persik atau dililit ular Dewi Sanca. Bang Haji tetap on the track dan menjaga marwah musik melayu. Dan tetap mendapat tempat tersendiri di hati penggemarnya. Andil Bang Haji sangat besar dalam proses musik dangdut diterima dan mendapat pengakuan internasional. Lagunya direkam dalam berbagai bahasa, Mendapat gelar South East Asia Superstar Legend th. 2007 di Singapura, dua universitas di Amerika menganugerahkan gelar Profesor Honoris Causa di bidang musik, dan Bang haji satu dari sedikit pemusik yang telah menciptakan 1000 lagu. Luar biasa.

Banyak orang terinspirasi dan tertarik menulis kiprahnya. Diantaranya, Moh. Shofan menulis buku “Rhoma Irama – Politik Dakwah Dalam Nada” yang berisi perjalanan hidup Rhoma yang lahir dengan nama Raden Irama. Juga Akhmad Suhardianto, tahun 2011, menyusun tesis berjudul “Bentuk, Makna, Dan Pengaruh Lirik Lagu Dangdut Rhoma Irama Terhadap Masyarakat Penggemar Di Surabaya (Suatu Kajian Sosiolinguistik)”, di Universitas Airlangga (Anastasia, MNews, diakses Tgl. 3 April 2021)

Terakhir, terima kasih Bang Haji, sudah mewarnai perjalanan hidupku dan generasi 70an, 80an. Lagu-lagumu everlasting. Semoga tetap sehat dan terus berkarya.

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI