kicknews.today – Tempe, makanan asli Indonesia yang terbuat dari bahan baku kedelai semakin banyak diminati dunia internasional. Tempe bahkan dianggap sebagai hadiah dari Indonesia untuk dunia.
Namun siapa sangka, bahan baku pembuat tempe yakni kedelai lebih banyak mengandalkan impor yang terkadang fluktuasinya sangat merugikan UMKM perajin tahu tempe di Indonesia.

“Selama ini dipasok dari kedelai impor, yang terkadang fluktuasi harganya sangat merugikan UMKM kita. Bahkan, mereka telah mengancam melakukan mogok sebagai protes terhadap tingginya harga kedelai,” kata Johan Rosihan, Anggota DPR RI asal Nusa Tenggara Barat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/6).
Johan mengingatkan bahwa Menteri Pertanian pernah berjanji pada awal 2021 lalu akan menuntaskan persoalan kedelai ini dalam dua kali masa tanam, namun hingga kini belum ada sesuatu yang menggembirakan bagi kedelai lokal.
Untuk itu, ujar dia, Mentan diharapkan bisa membuat simulasi anggaran berdasarkan data yang riil. “Agar kita tidak lagi bergantung dengan impor kedelai selama ini, berapa kebutuhan anggaran agar kita bisa produksi kedelai sesuai kebutuhan nasional supaya kita tidak merancang untuk impor terus,” ucap Johan.
Apalagi, kebutuhan kedelai nasional diperkirakan mencapai hingga sekitar 3 juta ton per tahun, sedangkan target produksi kedelai berkisar 300.000 ton per tahun.
Ia menyampaikan bahwa dirinya selaku wakil masyarakat Sumbawa telah melakukan tanam perdana Demfarm di Sumbawa. Dari sana, ia melihat hasil pengembangan beberapa jenis varietas kedelai oleh Balitbangtan BPTP NTB yang produksinya bisa mencapai 3,5 ton per hektar.
“Ini adalah potensi menuju swasembada kedelai jika pemerintah serius ingin menjadikan kedelai sebagai komoditi pangan strategis di tanah air,” ujar Johan.
Ia mengusulkan agar Balitbang Kementan segera melakukan riset peningkatan produksi dan pengembangan kedelai lokal yang memiliki standar mutu untuk industri tahu tempe.
“Saya minta pemerintah segera melakukan pengembangan varietas unggul tanaman kedelai yang cocok dengan kondisi lahan dan iklim di Indonesia serta melakukan perakitan teknologi budidaya, panen dan pascapanen dari tanaman kedelai yang menguntungkan petani dan perajin tahu tempe,” papar Johan.
Johan menyesalkan relatif rendahnya serapan anggaran Kementan pada bagian paruh awal dari tahun 2021 ini, padahal petani dan peternak di berbagai daerah sangat membutuhkan dukungan anggaran APBN demi kelancaran usaha taninya. (red-ant)