kicknews.today – Kerjasama pengelolaan air di tiga gili membuat PT. TCN selaku pemenang kontrak Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) tahun 2018 lalu, kini menjadi sorotan. Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Utara didesak agar memutus kontrak kerjasama yang rupanya belum ada kepastian.
Demikian diungkapkan Agus Salim, Pembina LSM Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (Amati), Rabu (24/2).
Menurutnya, ada empat poin temuan berdasarkan kajian yang dilakukan Amati.
Pertama, merujuk pada proses lelang KPBU yang dirasa cacat hukum. Pasalnya status direktur PDAM kala itu merupakan Pejabat Sementara (Pjs). Dalam hal ini pihaknya justru mrngambil kebijakan strategis melalui surat PDAM KLU Nomor: 359.59/PDAM-KLU/VI/2017 tanggal 12 Juni 2017 memerintahkan agar panitia lelang KPBU untuk segera melaksanakan proses.
“Kemudian kami temukan dokumen yang ambaradul karena persyaratan kualifikasi sama dengan SIUP yang dimiliki PT. TCN. Semestinya sub bidang usaha yang digunakan adalah penampungan, penjernihan, dan penyaluran air minum,” ungkapnya.
Dijelaskan, didalam kontrak KPBU disebutkan harga jual air oleh TCN sangat tinggi dan tidak masuk akal. Di mana perusahaan menjual Rp 34 ribu per meter kubik dengan kenaikan 8 persen setiap tahun secara kumulatif.
Artinya, dengan masa kontrak 30 tahun maka harga air yang harus dibayar PDAM adalah Rp 316.787 ribu per meter kubik. Harga ini dirasa bukan standar harga jual air PDAM ke masyarakat sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh PDAM di Gili Air.
“Masih dalam dokumen perjanjian yang sama, PDAM berkewajiban membayar 80 persen dari total produksi air PT. TCN entah air yang digunakan pelanggan kurang dari yang telah diproduksi maka tetap saja dibayar,” jelasnya. (iko)