SPN NTB kritik penetapan UMP 2026

Ilustrasi Upah Pekerja. (Foto. kicknews.today/Anggi)

kicknews.today – DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyampaikan kekecewaan sekaligus keprihatinan atas penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026. Organisasi buruh tersebut menilai keputusan pemerintah belum memenuhi harapan pekerja, terutama di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok yang terus menekan daya beli masyarakat.

Ketua DPD SPN NTB, Lalu Wira Sakti menegaskan bahwa penetapan UMP tahun depan seharusnya mempertimbangkan secara lebih serius kebutuhan hidup layak buruh. Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini mengharuskan pemerintah mengambil langkah lebih berpihak untuk menjaga kesejahteraan pekerja.

Lombok Immersive Edupark

“Kebijakan UMP seharusnya menjadi instrumen perlindungan bagi pekerja, bukan sekadar formalitas tahunan. Tapi keputusan tahun ini belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan hidup layak di NTB,” ujar Wira melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (20/11/2025)

Dia menjelaskan bahwa pemerintah pusat menetapkan formula kenaikan upah menggunakan inflasi sebesar 2,65 persen ditambah 0,2 dari indeks tertentu, lalu dikalikan dengan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen. Dengan rumus tersebut, kenaikan UMP 2026 hanya berkisar 3,57 persen hingga 3,75 persen.

“Kalau UMP NTB saat ini sekitar Rp2,6 juta, kenaikan 3,75 persen tidak sampai seribu rupiah per hari. Kejam negeri ini, seolah ingin kembali ke upah murah, ” tegasnya.

Menurut SPN NTB, kenaikan tersebut jauh dari memadai untuk menutup lonjakan biaya hidup yang dirasakan pekerja sepanjang tahun. Inflasi yang terus bergerak naik membuat daya beli buruh semakin tertekan.

SPN NTB menilai pemerintah seharusnya mengikuti pola kenaikan tahun sebelumnya, yaitu 6,5 persen seperti yang pernah diputuskan Presiden Prabowo. Bahkan, pihaknya mengusulkan kenaikan minimal 7,5 persen, menggunakan formula inflasi 2,65 persen ditambah indeks 1,0, lalu dikalikan dengan pertumbuhan ekonomi 5,12 persen.

“Melihat kondisi ekonomi NTB, UMP 2026 seharusnya disesuaikan secara lebih proporsional. Kami ingin kenaikan sekurang-kurangnya 7,5 persen agar pekerja bisa tetap hidup layak,” kata Wira.

SPN NTB juga mendorong pemerintah daerah untuk membuka ruang dialog lanjutan dengan serikat pekerja. Transparansi dan partisipasi dinilai penting agar kebijakan upah tidak hanya berbasis angka teknis, tetapi juga mencerminkan realitas kehidupan buruh di lapangan.

“Sinkronisasi antara data inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kebutuhan hidup layak adalah kunci. Jangan sampai UMP ditetapkan tanpa melihat realitas pekerja di NTB,” ujarnya. (gii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI