kicknews.today – Suasana di Pengadilan Negeri Mataram hari ini penuh dengan ketegangan dan solidaritas, Senin (10/2/2025). Sekitar 20 orang dari Koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB hadir untuk memberikan dukungan kepada para korban dalam sidang keempat kasus kekerasan seksual dengan terdakwa IWAS alias Agus. Sidang ini beragenda pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum dengan menghadirkan saksi penjaga dan pemilik homestay serta pendamping korban, Andre Safutra dan Ade Lativa Fitri.
Madiana, Ketua Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) NTB sekaligus perwakilan Koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB, menegaskan pentingnya dukungan kepada korban dalam kasus ini.
”Kasus Agus ini bukan sekadar perkara hukum biasa. Ini adalah bentuk kekerasan seksual yang menjadi kejahatan luar biasa. Dampaknya sangat buruk pada mental korban dan tidak bisa dinormalisasi hanya karena terdakwa adalah penyandang disabilitas. Itu sangat tidak adil bagi korban,” ujar Madiana dalam keterangan yang diterima kicknews.today, Senin (10/2/2024).
Lebih dari sekadar dukungan moral, kehadiran koalisi juga bertujuan untuk memberikan dukungan kepada para pendamping korban yang turut menjadi saksi dalam persidangan. “Pendamping korban adalah garda terdepan dalam memberikan perlindungan dan pendampingan psikologis. Mereka pun harus mendapatkan perlindungan yang sama,” tambah Madiana.
Solidaritas Melawan Predator Seksual
Koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB menjalankan gerakan solidaritas dengan tagline tegas: #KamiBerjuangBersamaKorban, #TangkapPredatorSeksual, dan #SiapapunBisaMenjadiPelaku. Gerakan ini bertujuan mengedukasi publik bahwa siapa pun bisa menjadi pelaku predator seksual, tanpa memandang latar belakang atau kondisi fisik.
Nurjanah, Direktur InSPIRASI (Institut Perempuan untuk Perubahan Sosial) NTB, menyampaikan bahwa gerakan ini ingin menghapus stigma dan ketidakadilan yang sering kali menimpa korban.
”Jangan biarkan korban sendirian menghadapi situasi ini. Kita semua harus berdiri bersama mereka. Predator seksual tidak mengenal batas kerentanan seseorang; siapa pun bisa menjadi pelaku. Oleh karena itu, pelaku harus dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera,” tegas Nurjanah.
Kehadiran Koalisi Anti Kekerasan Seksual NTB di persidangan ini menjadi simbol perjuangan untuk memastikan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual tidak dianggap remeh dan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Dengan semakin kuatnya dukungan publik, diharapkan sistem peradilan dapat memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku kekerasan seksual dan memberikan perlindungan maksimal kepada para korban.
”Ini adalah perjuangan kita semua. Korban tidak boleh merasa sendirian,” pungkas Madiana. (gii)