Setelah digugat ke PTUN, Unram akui kesalahan, SK Etik Dr. Ansar dicabut

Dr. Ansar, S.Pd., M.P., M.Pd., dosen Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (FATEPA)
Dr. Ansar, S.Pd., M.P., M.Pd., dosen Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (FATEPA)

kicknews.today – Setelah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram, Universitas Mataram (Unram) akhirnya mencabut Surat Keputusan (SK) etik yang pernah dijatuhkan kepada Dr. Ansar, S.Pd., M.P., M.Pd., dosen Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (FATEPA).

Langkah pencabutan itu tertuang dalam Keputusan Dekan FATEPA Nomor 3127/UN18.F10/HK/2025 tanggal 26 September 2025 tentang Pembatalan Keputusan Dekan Nomor 2362/UN18.F10/HK/2025. Keputusan ini muncul setelah Dr. Ansar menggugat Unram ke PTUN dan Tim Hukum serta Tim Advokasi Universitas Mataram melakukan kajian hukum yang menyimpulkan bahwa keputusan etik sebelumnya cacat prosedur.

Lombok Immersive Edupark

Gugatan itu didaftarkan oleh kuasa hukum Irvan Hadi & Partners pada Jumat (12/9/2025) dan teregister dengan Nomor Perkara 51/G/2025/PTUN.MTR, dengan sidang perdana dijadwalkan Rabu (15/10/2025). Objek gugatan adalah SK Dekan Nomor 2362/UN18.F10/HK/2025 tertanggal 31 Juli 2025 yang menjatuhkan dua sanksi sekaligus: penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun dan pembebasan dari jabatan maksimal tiga tahun.

Menurut Irvan Hadi, keputusan itu melanggar asas due process of law dan asas pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999. “SK itu dijatuhkan tanpa pemeriksaan etik, tanpa pemanggilan resmi, dan tanpa hak pembelaan diri,” ujarnya. Ia juga menyebut keputusan tersebut bertentangan dengan Peraturan Rektor Unram Nomor 4 Tahun 2020 tentang Etika Akademik, PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, serta Statuta Universitas Mataram.

Sementara itu, Dr. Ansar menyebut kasus ini bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan persekusi akademik bermotif politik. “Saya tidak pernah diperiksa, tapi dijatuhi sanksi berat tepat menjelang pemilihan senat Unram. Ini bukan lagi soal etika, tapi upaya menjatuhkan saya dari kontestasi akademik,” katanya. Ia menegaskan bahwa haknya untuk mengikuti pemilihan senat Unram telah hilang, padahal ia merasa sangat berpeluang meraih dukungan di forum tersebut.

“SK etik sudah dicabut, tapi kerugian saya tidak bisa dipulihkan. Saya kehilangan hak politik akademik untuk ikut dalam pemilihan senat Unram,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan I FATEPA Unram, Murad, S.P., M.P., menyebut bahwa anggapan penjegalan merupakan pandangan subjektif. “Terkait tentang penjegalan ini saya rasa ini subjektif. Artinya, boleh-boleh saja merasa dijegal, tetapi pada prinsipnya semua itu ada aturannya,” kata Murad dalam podcast NTBSatu, Rabu (22/10/2025).

Kasus ini menjadi sorotan di tengah dinamika pemilihan senat dan pemilihan rektor Unram yang saat ini sedang berlangsung, karena menunjukkan bagaimana proses etik di kampus bisa beririsan dengan kontestasi politik akademik. Meski SK etik telah dicabut, kisah Dr. Ansar menjadi pengingat bahwa integritas hukum dan keadilan akademik harus tetap dijaga agar Unram tidak kehilangan marwahnya sebagai kampus kebanggaan Nusa Tenggara Barat. (bii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI