Sejarah Tenun Subahnale dan kewajiban perempuan Sasak

kicknews.today – Pada pertengahan Juni lalu, sebuah Pameran UMKM yang meriah diadakan di Taman Budaya Provinsi Nusa Tenggara Barat. Salah satu produk utama yang memiliki daya tarik adalah tenun songket Lombok. Tenun Songket Subahnale yang terkenal, memiliki daya tarik tersendiri. Selain keindahan warna dan motifnya yang khas, yang membuatnya bernilai adalah makna filosofis yang diyakini masyarakat Sasak, Lombok.

Kewajiban perempuan Sasak

Dalam folk etymology, atau sebuah cerita yang berkembang dalam masyarakat, tenun Subahnale berasal dari ungkapan ‘Subhanallah’, ungkapan nama suci Tuhan yang biasa diekspresikan masyarakat Muslim. Sering diekpresikan oleh masyarakat setempat ketika melihat betapa indahnya Tenun Subahnale.

Lebih jauh lagi, pada jaman dahulu, seorang perempuan menenun sebuah kain memakan waktu yang cukup lama karena prosesnya panjang dengan motif yang tidak mudah. Setelah berhasil menyelesaikannya, kain itu pun sangat indah.

Setiap orang  yang melihat begitu takjub hingga mengucapkan ‘Subhanale..‘ (Subhanallah). Sejak saat itulah tenun dengan motif yang rumit dan indah disebut dengan tenun subahnale. Namun, beberapa cerita juga beredar bahwa motif subahnale yang sangat tua adalah bunga mawar, yang diyakini sebagai lambang cinta atau bisa sebagai ungkapan cinta kepada Tuhan.

Menurut hasil penelitian skripsi Bayu Indra Pratama “Makna Simbolik Kain Songket Subahnale Suku Sasak Desa Sukarara Lombok“ (UNY, 2017), dijelaskan bahwa hampir di setiap rumah di Desa Sukarara, Lombok Tengah, mempunyai alat penenun tradisional. Namun pekerjaan ini hanya dipertunjukan bagi kaum wanita saja, sedangkan kaum pria bekerja sebagai petani di sawah. Ada beberapa kain songket tertentu yang hanya boleh dibuat pada hari-hari tertentu dan dibuat oleh wanita yang sudah tidak mengalami datang bulan.

Dalam tradisi di beberapa desa di Lombok Tengah, seperti Desa Sade, kaum wanita yang hendak menikah diwajibkan untuk memberikan kain tenun songket buatannya sendiri kepada calon suami. Jika sang wanita belum mahir atau belum bisa membuat kain tenun maka wanita tersebut tidak diperbolehkan untuk menikah, akan tetapi jika si wanita nekat ingin menikah, maka wanita tersebut harus membayar denda yang berupa uang atau berupa hasil panen padi. Tradisi ini kemungkinan besar yang membuat kegiatan menenun masih bertahan dalam masyarakat Sasak.

Motif tenun Subahnale

Makna Filosofis Tenun Subahnale

Motif Subahnale berupa susunan geometris segi enam seperti sarang lebah dengan isian bunga merupakan salah satu motif kuno di Lombok yang terkenal rumit dan sangat indah. Menurut Budayawan Lombok, L Agus Fathurrahman, (dikutip dari National Geographic Indonesia, 2014), kain tenun bagi masyarakat Sasak berkaitan dengan banyak aspek dalam budaya. Bahkan, untuk menenun harus didahului dengan upacara, meski kini sudah tak lagi dijalankan, kecuali di beberapa daerah untuk pembuatan tenun umbaq. Ketika bayi lahir, dibuatkan tenun umbaq berupa kain bermotif garis-garis dengan rumbai yang diikat dengan uang logam bolong. Kain yang dipakai untuk menggendong anak ini sebagai simbol kasih sayang dan penuntun hidup. Kain ini dipegang (disimpan) si anak hingga ia meninggal.

Semetara, makna dari setiap warna dan rumbai tersebut adalah; warna putih berasal dari ayah, warna merah berasal dari ibu, dan hitam merupakan warna dari dunia, sedangkan setiap rumbai-rumbai kain umbaq merupakan hakikat dari hidup seorang manusia, banyak terdapat jalan namun tidak bisa sembarangan. Kain Umbaq adalah satu-satunya kain songket Sasak yang tidak diperjual belikan. Hanya dimiliki oleh garis keturunan khusus. Orang dari luar Pulau Lombok dapat memilikinya dengan sebuah ritual khusus adat suku Sasak, (Pratama, 2017:93).

Dalam perkembangannya, terdapat beberapa jenis kain tenun songket Subahnale Suku Sasak yang dieknal. Motif kain songket Subahnale Serat Penginang, berbentuk kotak-kotak segi empat dan diberi hiasan motif binatang, tepak dara atau garis silang menyilang. Motif Serat Penginang biasa digunakan oleh penduduk sekitar untuk upacara adat, bisa digunakan oleh pria maupun wanita. Memiliki makna bahwa setiap manusia harus memiliki sikap kebersamaan serta rukun terhadap sesama manusia. Songket Subahnale Panah, melambangkan sifat jujur seperti anak panah yang telah dilepaskan akan meluncur lurus kedepan.

Kain songket Subahnale Keker bermotif hewan. Digambarkan dua ekor burung merak yang sedang berhadap-hadapan dan berada dibawah pohon yang rindang. Makna motif Keker melambangkan kebahagiaan dan perdamaian dalam memadu kasih dibawah rindangnya pepohonan. Digunakan untuk pesta karena melambangkan sebuah kebahagiaan. Ada juga yang berbentuk seperti tokek. Kain ini bermakna sebuah keberuntungan, digunakan untuk upacara adat atau untuk pesta adat. (e)

Kain tenun songket Subahnale Bulan Berkurung, motif ini berbentuk seperti bulan geometis. bermakna bahwa Tuhan itu ada, kebesaran Tuhan yang harus selalu diingat serta disyukuri oleh seluruh umat manusia. Kain ini digunakan pada saat-saat tertentu saja misalnya digunakan oleh pasangan suami istri yang baru saja menikah.

Kain songket Subahnale Wayang, motif ini berbentuk seperti wayang, bermakna bahwa manusia di dunia ini sejatinya tidak bisa hidup sendirian, sebagai manusia sangat memerlukan manusia lainya. Motif ini biasa digunakan saat upacara adat.

Songket Subahnale Bintang Empat¸ memiliki bentuk seperti bunga ceplok, bermakana sebagai empat mata arah angin. Tterinspirasi dari keluarnya bintang timur pada pagi hari. Bintang timur muncul adalah pertanda bahwa matahari akan segera terbit. Motif ini biasa digunakan wanita hadiah pernikahan untuk suami.

Kain Songket Ragi Genep. Ragi berarti bumbu dan Genep berarti lengkap, dengan motif geometris berbentuk garis memanjang, memiliki makna kelengkapan jiwa spiritual seseorang. Karena saat dua orang menikah maka lengkap lah jiwa kehidupan mereka. Jadi pada dasarnya kain ini hanya digunakan pada saat upacara penikahan adat Sasak saja.

Kain Songket Lempot Umbaq merupakan kain yang sangat istimewa, kain ini bermakna sebagai perantara atau hubungan batin antara anak dan orang tuanya. Selain itu kain ini juga membuat dipercaya membuat jiwa pemberani ketika memakainya. Hanya digunakan saat upacara adat oleh orang-orang keturunan raja.

Saat ini, para petenun banyak yang tidak memahami arti dan makna motif kainnya. Bahkan penenun lebih tua pun kesulitan menyebutkan nama-nama motif dan maknanya, ditambah juga motif tenun Lombok berjumlah cukup banyak.

Dari beberapa kajian mengenai tenun Lombok, sebagaimana di daerah lain, ragam hias tenun di Lombok banyak dipengaruhi unsur kepercayaan dan lingkungan sekitar. Kemungkinan pada awalnya, muncul bentuk-bentuk ragam hias manusia, fauna, dan flora sebagai hasil pengaruh animisme dan dinamisme serta agama Hindu. Setelah Islam masuk, ragam hias menghindari bentuk makhluk hidup khususnya hewan. Namun, beberapa ragam hias menunjukkan terjadinya akulturasi seperti motif bunga pada bagian dalam segi enam Tenun Subahnale.

Kain tenun Lombok memliki ciri khasnya tersendiri. Dengan berkembangnya produk kain modern yang beraneka rupa dengan pasarnya tersendiri, kain Lombok memiliki makna filosifis kehidupan masyarakat Sasak yang memiliki nilai tersendiri. (red).

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI