Tradisi gantung hajat di pohon, Pemerhati Budaya: Itu nazar tradisional Suku Sasak

kicknews.today – Kebiasaan hidup yang terjadi pada masa lampau hingga saat ini tidak terlepas dari budaya atau tradisi. Berbagai kebiasaan yang dilakukan oleh para orang terdahulu Suku Sasak masih diikuti oleh orang-orang di zaman sekarang.

Seperti menggantungkan sesuatu sebagai janji di pohon yang dipercaya keramat. Tindakan itu dipercaya oleh beberapa kalangan orang guna melancarkan sebuah hajat,  sudah terjadi turun temurun.

“Menggantung bungkusan-bungkusan atau simpul-simpul pada pohon di tempat-tempat tertentu yang dilakukan oleh orang-orang Suku Sasak merupakan bagian dari tradisi. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh Suku Sasak, namun suku-suku lain di luar Sasak juga melakukan hal yang sama, hanya caranya saja yang berbeda,” ungkap Pemerhati Budaya yang juga sebagai Ketua Lembaga Kesenian dan Kebudayaan Pemban Selaparang, Amaq Mila ketika dimintai keterangan, Selasa (8/2).

Tradisi ini katanya, dimaksudkan bagi para warga, semata untuk mengambil janji tertentu yang dihajatkan. Termasuk soal jodoh.

“Umpamanya, kalau saya dapat jodoh tahun 2023 ini, maka saya akan datang untuk membuka simpul di pohon ini,” katanya.

Tradisi ini bukan hanya di Otak Aik Kokok Bumbang, Jurit, Kecamatan Pringgasela Lombok Timur, namun tradisi itu juga banyak ditemukan di beberapa tempat di Lombok. Satu diantaranya di Loang Baloq, Kota Mataram. Tradisi ini menurut dia, bagian dari cara masyarakat Suku Sasak untuk munajat kepada Allah SWT atau bisa disebut sebagai nazar tradisional.

“Tidak ada yang keliru dalam hal religius, mereka munajat bukan kepada roh, hantu, jin atau lain sebagainya, tetapi mereka mengaktualisasikan harapan yang diinginkan itu melalui media-media tertentu yang diiringi dengan doa,” tambahnya.

Kendati demikian, tradisi-tradisi semacam itu sama dengan berbagai macam ritual adat yang ditemukan diberbagai tempat di Lombok, seperti di Lombok Timur. Diantaranya, Ritual Adat Pentun Bubus di Dusun Palung, Desa Suwangi, Ritual Adat Rebo Bontong di Pantai Tanjung Menangis, Pringgabaya, Ritual Adat Nyelamak Dilauk di Desa Tanjung Luar, Ritual Adat Puje Wali di Lingsar Lombok Barat dan lain-lain.

Akan tetapi, kata dia, hal-hal demikian menjadi pertentangan di berbagai kalangan hanya karena cara pandang yang berbeda serta mamaknainya terlalu kaku. Tidak heran, muncul anggapan negatif yang diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang demikian.

“Harapan saya biarkan ini berjalan natural sebagai bagian dari cara hidup sebagian Suku Sasak, jangan kita justice dengan hukum religi karena ini bagian dari tatanan kepercayaan tradisi,” pungkasnya. (cit)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI