kicknews.today – Sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki dan hasil panen, masyarakat Dusun Lenek, Desa Bentek, Kecamatan Gangga, menggelar ritual adat Meayu-Ayu Muja Balit Muleq Kaya Melbao Rahayu. Puncak acara yang berlangsung pada Minggu (11/08) ini dihadiri langsung oleh Wakil Bupati Lombok Utara, Kusmalahadi Syamsuri yang didampingi sejumlah pejabat OPD.
Acara yang penuh nuansa sakral ini juga dihadiri para Bhikkhu Sangha, tokoh adat, tokoh pemuda, dan tamu undangan lainnya.

Dalam sambutannya, Wabup menyampaikan apresiasinya atas tradisi yang rutin dilaksanakan dua kali setahun (April dan Agustus) ini. Ia mengingat kembali kehadirannya pada April lalu untuk acara Memuja Taon Nunas Kaya, pelimpahan jasa kepada leluhur di Pawang Adat Murmas.
“Kita perlu berbangga bahwa banyak sekali tradisi, adat, dan budaya yang ada di tengah masyarakat KLU. Semoga kita bisa melaksanakan acara ini setiap tahun sebagai warisan leluhur yang patut dijaga,” ujarnya.
Ia menambahkan, lokasi Dusun Lenek kerap menjadi tuan rumah berbagai acara penting. Karena itu, ia berharap ke depannya fasilitas di lokasi ini dapat lebih baik sehingga kegiatan adat bisa berlangsung semakin meriah dan nyaman.
“Saya ucapkan selamat atas kegiatan hari ini dan terima kasih atas undangan yang diberikan, sehingga kita dapat bersama-sama menyaksikan acara adat yang penuh makna ini,” ucapnya.
Sementara, Anggota DPRD Provinsi NTB Sudirsah Sujanto menegaskan bahwa ritual adat ini merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia hasil pertanian dan perkebunan
“Apa yang sudah kita niatkan bersama, insyaallah akan mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa,” ungkapnya.
Tokoh Makrama Adat, Giri Putra menjelaskan bahwa ritual ini memiliki makna pemujaan kepada leluhur, digelar saat musim panas, dan dirangkaikan dengan syukuran hasil panen. Tahun ini, kegiatan berlangsung selama empat hari, mulai 8 – 11 Agustus, dengan rangkaian acara yang dimulai dari pembersihan tempat pemujaan, turun gong atau menurunkan gamelan, hingga tradisi perang nasi dan perang topat.
”Ini menjadi bukti bahwa kearifan lokal di Lombok Utara masih terjaga dengan baik. Hal ini juga sekaligus menjadi pengikat harmoni antara masyarakat, alam dan warisan leluhur,” tutupnya. (gii)