kicknews.today – Pada pertengahan bulan ini, dua ratus tahun yang lalu, letusan terbesar dalam sejarah bumi terjadi. Gunung Tambora, terletak di Pulau Sumbawa di Hindia Timur (sebutan Indonesia jaman kolonial Belanda), meletus dengan kekuatan maha dahsyat pada April 1815. Ledakannya mencapai ketinggian yang cukup untuk mengacaukan sistem iklim global, melemparkan orang-orang di seluruh dunia ke dalam kemiskinan dan kelaparan. Matahari yang meredup akibat awan abu stratosfer di udara, melahirkan periode cuaca ekstrem paling menghancurkan yang pernah terjadi di dunia dalam mungkin ribuan tahun.
Profesor Gillen D’Arcy Wood dari University of Illinois menulis dalam bukunya “Tambora: The Eruption That Changed the World” (2014), pada awal musim kemarau pada April 1815 di Pulau Sumbawa, adalah waktu yang sibuk bagi petani setempat. Dalam beberapa minggu beras akan siap, dan Raja Sanggar, sebuah kerajaan makmur di pantai timur laut pulau, akan mengirim orang-orangnya ke ladang untuk panen. Sampai saat itu, orang-orang desanya, Desa Koreh, terus bekerja di hutan sekitarnya, memotong dan menuruni pohon cendana yang penting bagi pembuat kapal di jalur laut Hindia Belanda yang sibuk.
Pada waktu para pelayan akan membersihkan hidangan makan malam, raja mendengar petir yang sangat besar dan semua orang menatap Gunung Tambora. Malam itu 5 April 1815, sebuah luncuran api yang bergerak cepat meledak ke langit dari puncak gunung, menerangi kegelapan dan mengguncang bumi. Kebisingan itu luar biasa, gempa dahsyat di bawah kaki dan suara yang menyakitkan telinga. Semburan api besar dikeluarkan dari gunung selama tiga jam hingga terlihat mungkin itu akhir dunia.
Selama beberapa hari ke depan, Tambora sesekali terus berbunyi, sementara abu melayang turun dari langit. Melintasi radius 600 kilometer, kegelapan turun selama dua hari, sementara awan abu Tambora meluas menutupi wilayah yang hampir seukuran benua Amerika Serikat. Seluruh wilayah Asia Tenggara diselimuti puing-puing vulkanik selama seminggu. Desa-desa sangat sepi, penduduk mereka yang masih hidup telah tersebar untuk mencari makanan. Hutan dan sawah hancur, sumur-sumur pulau itu diracuni oleh abu vulkanik, sekitar 40.000 penduduk meninggal karena sakit dan kelaparan pada minggu-minggu berikutnya. Diperkirakan korban tewas akibat letusan menjadi lebih dari 100.000 orang. Sumbawa telah kehilangan setengah populasinya karena kelaparan dan penyakit, sementara sebagian besar sisanya telah melarikan diri ke pulau-pulau terdekat.
Tahun tanpa musim panas
Sementara di Eropa, seorang ahli meteorologi Skotlandia, George Mackenzie, mencatat kondisi langit berawan antara 1803 dan 1821 di berbagai bagian Kepulauan Inggris. Mackenzie tidak bisa mencatat hari yang jelas sama sekali tahun 1816, masyarakat menyebutnya sebagai Tahun Tanpa Musim Panas.
Sementara, para seniman mencatat tentang matahari yang terbenam dengan sinar menyeramkan.
Jenewa, Swiss, cuaca begitu suram, seringkali menakutkan terlihat di pegunungan Alpen, dan badai salju merusak pandangan danaunya yang indah. Tahun 1816 adalah musim panas Jenewa terdingin dan terbasah sejak 1753. Tahun yang tak terlupakan itu, 130 hari hujan antara April dan September. Danau Jenewa membanjiri kota, sementara di pegunungan, salju tak kunjung mencair. Awan menggantung berat, sementara angin barat laut yang dingin dari pegunungan menyapu tanpa henti melintasi danau. Di beberapa bagian kota yang tergenang, transportasi hanya dimungkinkan dengan perahu.
Dari Drakula hingga Sepeda pertama di Dunia
Di belahan utara bumi, banyak panen gagal dan ternak-ternak mati. Bencana kelaparan yang terburuk, dilengkapi dengan kemiskinan dan kejahatan terjadi di banyak tempat di Eropa. Pasangan Mary Shelley dan Percy Shelley baru saja datang dari London ke Jenewa, disambut suasana mencekam dan membosankan. Mary yang ketika itu berusia 18 tahun menggagas cerita horor tentang Frankenstein dan monsternya.
Sementara rekannya, Lord Byron – seorang sastrawan terkenal Inggris- juga terinspirasi menulis cerita horor lainnya yang dikenal dengan Byronic Dracula, untuk menghibur banyak orang dalam musim panas yang menghantui. Awalnya, Frankenstein banyak menuai kritik hingga menjadi popular.
Dari cerita-cerita horor yang ditulis bersama dan berhasil dalam pementasan teater, cerita vampir terlahir. The Vampyre ditulis oleh John W Polidory dari Inggris dan terbit pada 1819 yang sepenuhnya diambil dari cerita horor Byron.
Lain halnya di Jerman, para pengemis berjejer seperti barisan militer, dan kematian akibat kelaparan pada musim itu semakin bertambah. Transportasi dengan kuda makin sulit, bangsawan Freiherr von Drais waktu itu mengembangkan konstruksi sepeda yang pertama. Penemuannya itu memasukkan prinsip kendaraan roda dua yang mendasar bagi sepeda dan sepeda motor serta merupakan awal dari transportasi pribadi mekanik. Desainnya merupakan bentuk sepeda yang paling awal, tanpa pedal.
Menurut berbagai sumber, perjalanan pertamanya dilaporkan dimulai dari kota Mannheim selatan Jerman hingga ke Schwetzinger Relaishaus di kota Bonn pada 12 Juni 1817. Karl mengendarai sepedanya menempuh jarak sekitar 7 kilometer setidaknya lebih dari 1 jam. Meski kala itu membutuhkan waktu lama, namun penemuannya dianggap sebagai terobosan besar sebagai pengganti transportasi tanpa kuda. (Nsa)