Kisah Abah Jazi di Lombok, persunting 4 gadis remaja kini hidup akur dalam satu rumah

Ilustrasi Poligami

kicknews.today- Belum lama ini, viral seorang pria 55 tahun bernama Sapar yang mempersunting daun muda usia 16 tahun di Lombok Tengah. Hebohnya, gadis remaja yang dipinangnya itu merupakan pernikahannya yang kesembilan.

Kehidupan Sapar, tidak kalah menarik dengan kisah rumah tangga, Muhammad Hijazi Umar dengan 4 istri di Lombok Tengah. Menariknya, mereka hidup rukun dalam satu atap.

Kehidupan Ajazi memang tidak banyak diketahui publik media sosial. Namun, nama beliau sudah cukup dikenal di masyarakat di Dusun Majan, Desa Batunyala, Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Selain sebagai peternak dan petani, bapak yang akrab disapa Abah Jazi itu juga merupakan tokoh agama desa setempat. Pria kelahiran 1960 ini juga punya hobi menulis. Beberapa hasil tulisan pernah dimuat di beberapa media lokal. Karya terakhirnya yakni, ‘Pemimpin Idaman Bangsa Indonesia’.

Tidak hanya itu, beliau juga sering mengisi kajian dan khotib di wilayah Lombok Tengah. Ia mewarisi kiprah ayahnya yang juga dikenal sebagai Tuan Guru Umar Gerantung Praya. Semasa dengan Tuan Guru Pancor Lombok Timur.

Sepintas, kehidupan Abah Jazi dengan 4 istrinya tampak sederhana. Tidak seperti pria banyak istri pada umumnya. Rumah yang mereka tempati pun tak semewah rumah pengusaha dan pejabat. Bahkan tembok rumahnya sudah banyak yang lapuk.

Persis bagian teras depan terdapat lapak kecil dengan beraneka ragam minuman khas anak-anak. Lapak tersebut dijaga beberapa anaknya yang masih bocah hingga dewasa.

Sementara di bagian belakang rumah terdapat kandang ternak sapi dan kuda. Jumlahnya lumayan banyak. Sekitar 20 an ekor. Sayangnya, hampir semua ternak sapi miliknya terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang sedang merebak di Pulau Lombok saat ini. Termasuk sapi-sapi ukuran besar jenis Simental, Limosin dan lain-lain.

Ditemui di kediamannya Kamis (28/7), Abah Jazi menceritakan kisah rumah tangganya, hingga bisa hidup satu atap dengan empat istrinya. Istri pertamanya adalah, Mislun, kemudian Hurriah, Ayunanti dan terakhir Juainah. Buah pernikahan mereka kini dikaruniai 22 anak. 10 perempuan dan 12 laki-laki. 5 diantara anaknya kini sudah berumah tangga dan tinggal terpisah. Semuanya masih dalam seputaran Pulau Lombok.

“Yang terakhir usianya masih balita. Dia baru lahir beberapa hari lalu. Kalau ditanya ingin tambah anak, tergantung rezeki. Jika Allah menghendaki, Alhamdulillah, berarti saya masih diberikan amanah untuk menjaga merawat mereka,” ujar Abah Jazi.

Abah Jazi sebenarnya memiliki 5 istri. Namun, istri keduanya memilih untuk bercerai, karena dirinya tahu menikah lagi.

Abah Jazi menikahi istri pertamanya Mislun gadis asal Lombok Timur sekitar tahun 1983. Saat itu dirinya masih berusia 23 tahun. Lebih tua dua tahun dari usia istrinya.

Beberapa tahun kemudian, sekitar tahun 1987 Abah Azi meminang seorang gadis di wilayah Lombok Tengah. Namun, pernikahan itu tidak bertahan lama setelah sang istri mengetahui dirinya menikah lagi dengan Hurriah, sekitar tahun 1989.

Beberapa tahun kemudian, ia menikah lagi dengan Ayunanti dan terakhir Juainah sekitar tahun 1998. Dari keempat istrinya merupakan gadis muda. Bahkan tiga istri terakhirnya yang dinikahi saat masih usia remaja.

“Ketiganya saya nikahi saat mereka masih di Madrasah Aliyah. Karena saat itu kan belum ada undang-undang perlindungan anak,” kata Abah Jazi.

Semua istrinya dinikahi baik-baik. Tentunya ada persetujuan dari masing-masing keluarga. Namun, ketika dia ingin menikah lagi tidak pernah meminta restu pada istrinya. Baru diberitahu setelah menjelang pernikahan.

“Marah sih tetap ada, tapi tidak sampai berlarut. Setelah diberi pemahaman semuanya bisa terima. Yang jelas, empat istri sudah cukup. Sesuai sunnah Rasul, yang penting mampu dan bisa berbuat adil,” ujar Abah.

Abah Jazi menceritakan bagaimana cara membagi waktu dengan keempat istrinya. Terutama membuat mereka saling akur dalam satu bingkai rumah tangga.

Menurutnya, kehidupan mengalir begitu saja. Tidak ada beban tuntutan yang begitu banyak. Kuncinya, saling memahami satu sama lain dan hindari kecemburuan yang berlebihan. Baik untuk kebutuhan materi maupun biologis.

“Yah tadi, harus bisa berbuat adil intinya. Itu tergantung bagaimana kita memberikan pemahaman. Alhamdulillah, mereka istri-istri yang baik dan taat,” tutur Abah.

Dari hasil pernikahannya, kini 17 anaknya masih menjadi tanggung jawabnya. Secara ekonomi, tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Mulai dari uang jajan hingga biaya sekolah. Belum lagi memenuhi kebutuhan lain di luar biaya pendidikan mereka. Termasuk jajan bulanan untuk keempat istrinya.

Kehidupan keluarga ini sangat akur dan harmonis. Lantas berapa banyak kebutuhan Abah Jazi untuk menghidupi para istri dan anaknya?. Menurut Abah, setidaknya ia harus merogoh kocek sekitar Rp10 sampai Rp15 juta per bulan.

“Ada aja rezeki yang datang. Karena saya yakin Allah itu maha melihat,” ucapnya.

Hebatnya, semua anaknya tidak ada yang putus sekolah. Bahkan beberapa diantaranya sudah lulus sarjana hingga S2 luar negeri. Sekalipun dalam kondisi ekonomi yang pelik, anaknya tetap harus sekolah. Bagi Abah Jazi, pendidikan anak adalah hal utama. Ia tidak ingin melihat anak-anaknya besar tanpa bekal ilmu.

Paling tidak kata Abah, sejak kecil anak-anaknya dididik dengan adab dan ilmu agama. Sebab, dari hal-hal kecil yang dipelajari sejak kecil akan bermanfaat ketika mereka sudah dewasa.

“Kalau anak seorang peternak tidak tahu cara mengikat tali ternak dan menyabit rumput, itu konyol. Begitu lah kira-kira analoginya,” pungkas Abah Jazi. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI