Tragedi Kanjuruhan, ISESS minta Kapolri copot Kapolres Malang

kicknews.today – Tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan 127 suporter menjadi perhatian dunia. Beberapa media internasional memberitakan kericuhan suporter sepakbola antara Arema Malang dan Persebaya Surabaya pada Sabtu malam (1/10).

Pengamat Militer ISESS, Khairul Fahmi manyangkan kerusuhan Kanjuruhan Malang. Apalagi beberapa status muncul bahwa FIFA menyatakan larangan penggunaan gas air mata dalam pengamanan pertandingan sepak bola di sebuah stadion.

Menurut Fahmi, tragedi Kanjuruhan juga menunjukan polisi tidak bisa melakukan prediksi, dan pencegahan bila terjadi kerusuhan di dalam stadion. Sehingga terjadi korban akibat desak-desakan di pintu yang sempit karena kepanikan suporter.

“Harus dilihat juga bahwa tidak semua suporter adalah perusuh. Prediksi dan prevention itu meliputi rencana pengamanan, jumlah personel dan antisipasi bila ada kedaruratan,” kata Fahmi.

ISESS mendesak agar Kapolri segera mencopot Kapolres Malang sebagai penanggung jawab keamanan pertandingan dan keamanan wilayah Malang. Kapolda Jatim diminta mengusut tuntas penanggung jawab penyelenggaraan pertandingan sehingga terjadi tragedi besar ini.

Perlu diinvestigasi seksama tegas Fahmi, dugaan bahwa aparat kepolisian mengabaikan ketentuan FIFA yang melarang penggunaan senjata api dan gas air mata. Apalagi penggunaan gas air mata untuk penghalauan saat itu kurang mempertimbangkan keadaan.

“Kegagalan analisis situasi secara cepat di tengah keterbatasan waktu dan jumlah personel di arena, telah melahirkan perintah yang tidak tepat dan memicu kepanikan. Hal ini berkontribusi besar mengakibatkan situasi semakin buruk. Hingga terjadilah tragedi memilukan,” jelasnya.

Sepakbola profesional itu kata Fahmi, bagian dari industri olahraga. Salah satu targetnya adalah cuan. Karena itu, dalam hal penyelenggaraan keamanan arena, perlu dikaji peluang pelibatan industri keamanan.

“Jadi polisi tetap dalam peran-peran di luar arena seperti penegakan kamtibmas, kelancaran lalu lintas, hingga penanganan tindak kejahatan,” ujarnya.

Dijelaskan, hal-hal yang bersifat transaksional biarlah diurus penyelenggara pertandingan bersama Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP). Dengan begitu, biaya pengamanan pertandingan bisa menjadi lebih rasional, terukur dan proporsional.

Supaya tidak lagi seperti yang sering terjadi. Seberapa ketat pengamanan dilakukan bukan didasarkan pada analisis kebutuhan dan biaya yang masuk akal dan melanggar prinsip-prinsip good governance namun dilazimkan. “Sebenarnya, ada banyak urusan keamanan yang mestinya tidak secara langsung ditangani kepolisian negara. Itulah salah satu alasan, mengapa Indonesia perlu punya Undang-Undang yang memayungi kiprah industri keamanan. Semoga peristiwa seperti ini,” pungkasnya. (jr)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI