kicknews.today – Sebuah apotek siang itu membuka gerai di Jalan Tgh. Ibrahim Al-Khalidy, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat. Bangunannya tidak besar, hanya 5×8 meter. Tapi menyolok. Pemilik apotek sengaja menutup sebagian bangunan dengan spanduk dari kain bertuliskan nama apoteknya untuk promosi.
Sejumlah merek obat terpajang rapi dalam etalase kaca di bagian depan. Di dinding belakang ada rak-rak kayu tempat obat, bersanding dengan tumpukkan dus masker dan kotak obat.

Ketika wartawan kicknews.today mendatangi toko ini pada Rabu (17/11) siang, toko tersebut dijaga perempuan paruh baya berambut pendek. Kendati tak ramai, namun sesekali ada orang yang berbelanja di sana.
Inilah apotek yang terseret kasus sulap dana kapitasi Puskesmas Babakan, Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Dalam kwitansi pembelian obat Puskesmas Babakan yang dilihat kicknews.today , dari apotek ini pernah keluar sejumlah obat. Diantaranya CTM, Antalgin dan Amoxicillin.
Sebenarnya sah-sah saja, Puskesmas Babakan membeli obat dari apotek manapun. Apalagi jika ini demi harga obat yang lebih murah.
Apotek itu jaraknya tak sampai setengah jam. Puskesmas Babakan berada di Kota Mataram dan apoteknya di Lombok Barat.
Namun, fakta yang ditemukan kicknews.today justru sebaliknya. Pembelian di apotek itu diduga, harganya digelembungkan.
Dalam kwitansi berstempel yang menjadi bukti pembelian obat oleh Puskesmas Babakan, tertulis Rp 1 juta. Setelah dikonfirmasi, pemilik apotek mengaku, jika Puskesmas Babakan belanja di tokonya hanya senilai sekitar Rp 500 ribu.
Bahkan, pemilik apotek membuat pengakuan mengejutkan jika pihaknya tidak pernah mengeluarkan kwitansi atau stempel apapun.
“Apotek kami tak pernah mengeluarkan kwitansi atau pun stempel,” ujar pemilik apotek, yang enggan namanya disebutkan.
Ia kemudian mengungkap, yang dikeluarkan apotek, berupa nota yang ditulis tangan menggunakan pulpen. Disebutkan juga, jenis tulisan yang tertera pada nota berbeda dengan kwitansi.
“Nota pun diberikan bila konsumen meminta,” tutur pemilik apotek.
Apotek yang terseret dalam pusaran dugaan mark up dana kapitasi Puskesmas Babakan, bukan satu apotek saja. Tapi terdapat apotek lainnya.
Tidak jauh dari apotek pertama, ada apotek lainnya. Letaknya berdekatan. Apotek ini lebih kecil, sekitar 3×7 meter. Sebelumnya kicknews.today juga telah melihat sejumlah kwitansi keluar dari apotek ini untuk Puskesmas Babakan.
Kwitansi itu untuk pembelian obat dan alat kesehatan. Daftar obat yang dibeli hampir sama dengan apotek sebelumnya. Ada obat seperti CTM, Antalgin dan Amoxicillin. Adapun alat-alat kesehatan yang dibeli dari apotek ini seperti masker, perban luka, sarung tangan, dan plester obat.
Dari penuturan pemilik apotek kepada kicknews.today, pembelian itu diduga fiktif. Menurut perempuan berhijab ini, apoteknya tidak pernah melayani Puskesmas Babakan.
“Kami tidak menjual peralatan Kesehatan seperti masker,” ujarnya ketika ditemui di apoteknya, Rabu (17/11).
“Nama apotek kami dicatut dalam lembaran-lembaran kwitansi itu,” katanya.
Ia juga mengaku, sudah dipanggil oleh kepolisian untuk dimintai keterangan dalam pembelian yang diduga fiktif oleh Puskesmas Babakan.
“Saya ditanya soal pembelian beberapa merek obat yang dibeli Puskesmas Babakan,” kata pemilik apotek di Jl.Tgh. Ibrahim Al-Khalidy itu.
“Soalnya, menurut catatan polisi, Puskesmas Babakan pernah membeli obat di sini, seperti CTM, Antalgin, Amoxicillin.” ungkapnya lagi.
Dia menuturkan, apoteknya memang melayani permintaan dari sejumlah puskesmas. Seperti, Puskesmas di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.
Namun mekanismenya sesuai aturan yang berlaku. Pertama-tama, puskesmas memasukkan laporan daftar pesanan obat dengan sepengetahuan Kepala Puskesmas. Setelah itu dipenuhi, barulah apotek menyiapkan kebutuhan obatnya.
Pemilik apotek kedua bahkan sempat shock ketika dipanggil polisi, karena tak ada hujan tak ada angin, Polresta Mataram mengirim surat permintaan keterangan. Soalnya, jangankan melayani Puskesmas Babakan di Mataram, apoteknya yang sudah berdiri selama empat tahun, bahkan tak pernah melayani penjualan obat ke puskesmas di sekitarnya di Lombok Barat.
Dalam pemeriksaan itu, polisi menunjukkan kwitansi pembelian dari apotek kedua. Tertulis nominalnya Rp 1.000.000, lengkap dengan cap stempel. Apotek membantah, apalagi jenis stempel yang digunakan berbeda.
“Kami memiliki cap stempel segi panjang, sedangkan cap stempel kwitansi Babakan berbentuk bulat,” ungkapnya.
Perempuan itu mengaku heran, nama apoteknya dicatut dalam kwitansi dalam laporan pertanggungjawaban Puskesmas Babakan. Pasalnya lokasi Puskesmas Babakan berada di Kota Mataram, sementara apoteknya di pelosok Kabupaten Lombok Barat.
Sebelumnya, Kasatreskrim Polresta Mataram Komisaris Polisi Kadek Adi Budi Astawa yang dikonfirmasi, membenarkan polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam kasus ini. Jumlahnya, kata dia, 40 orang.
Menurut Kadek, terungkapnya dugaan korupsi dana kapitasi Puskesmas Babakan ini berkat laporan masyarakat ke Polresta pada Juni2021.
“Lalu dari pihak kami melakukan penyelidikan dan ditemukan beberapa bukti yaitu berupa kwitansi palsu,” katanya, Selasa (19/10) lalu, di Polresta Mataram.
“Polisi telah menyita dokumen-dokumen dan pertanggungjawaban serta kwitansi fiktifnya. Dari situ terlihat adanya penggelembungan harga,” kata Kompol Kadek.
Dugaan pengelembungan harga dan laporan fiktif dana kapitasi ini sendiri ujarnya, diduga telah berlangsung 3 tahun lamanya.
Dana kapitasi adalah dana yang diterima bulanan oleh puskesmas, yang berasal dari BPJS Kesehatan. Penyalurannya melalui Dinas Kesehatan, besarnya berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKPT), dalam hal ini puskesmas.
Dana kapitasi yang diterima puskesmas, kemudian dikelola berdasarkan tata cara pelaksanaan yang realisasinya telah diatur dalam Permenkes RI Nomor 21/2016.
Aturan Menteri itu berkaitan dengan penggunaan dana kapitasi jaminan Kesehatan nasional, untuk jasa pelayanan kesehatan (Jaspelkes) dan dukungan biaya operasional pada FKPT milik pemerintah daerah (puskesmas).
Pada komponen operasional, dana kapitasi digunakan untuk biaya pembelian obat, pengadaan alat kesehatan, bahan medis habis pakai, pelayanan Kesehatan dalam gedung dan luar gedung.
Ada juga untuk operasional dan pemeliharaan dalam kegiatan puskesmas keliling, bahan cetak dan alat tulis kantor, biaya administrasi, koordinasi program, sistem informasi, peningkatan sumber daya manusia, dan pemeliharaan sarana dan prasarana.
Selain untuk operasional, ada juga dana kapitasi yang mengalir untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan.
Persentasenya mencapai 60 persen dari jumlah dana kapitasi. Jaspelkes ini, disalurkan kepada Tenaga Kesehatan maupun non kesehatan di Puskesmas. Nilainya berdasarkan jenis ketenagaan, jabatan dan jumlah kehadiran.
Jumlah peserta FKTP di Puskesmas Babakan mencapai 15.000 orang, berasal dari empat kelurahan di Kecamatan Sandubaya, Kota Mataram. Karena itu, per tahun puskesmas ini menerima rata-rata penyaluran dana kapitasi sebesar Rp 1,1 miliar.
Itu berarti, dana kapitasi yang diterima Puskesmas Babakan dalam periode 2017-2019, mencapai Rp 3,3 miliar. Berapa banyak dana kapitasi yang diduga menguap karena disulap?
Kadek mengaku belum mengetahui nilai kerugiannya. Tapi, kata dia, Polresta Mataram telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas dana kapitasi ini. Pasalnya, item yang diduga disulap sangat banyak. Bukan hanya untuk pembelian obat dan peralatan kesehatan.
Misalnya saja, mark-up juga diduga dilakukan dalam pengadaan barang seperti ATK (Alat Tulis Kantor), pengisian tabung oksigen, hingga pembelian bahan bakar. Harga yang dilaporkan Puskesmas, tercatat bisa naik hingga dua kali lipat dari harga normal.
Contohnya Balpoint. Hasil penelusuran kicknews.today ditemukan, harga 6 buah balpoint dilaporkan Rp 75 ribu. Adapun yang termasuk barang ATK yang dibeli di antaranya tisu toilet, sabun cuci tangan, foto copy.
Puskesmas Babakan juga diduga pernah membeli isi ulang tabung oksigen kecil dengan harga Rp 60.000, dari harga normal Rp 30.000. Sementara itu harga tabung oksigen besar yang awalnya Rp 90.000 diduga pernah dibeli Rp 120.000.
Menurut Kadek, kini kasus dugaan korupsi dana kapitasi sudah dalam status penyidikan di Polresta Mataram. Namun ia menolak menyebutkan nama para tersangkanya.
Tapi dari penelusuran kicknews.today, paling tidak Kepala Puskesmas Babakan diduga berada dalam pusaran kasus ini.
Ini berdasarkan SOP yang ada, dimana penanggungjawab dana ini adalah Kepala Puskesmas Babakan. Dalam kwitansi yang dilihat kicknews.today juga tertera, yang melakukan pembayaran adalah Kepala Puskemas saat itu, yaitu Raden Hendra.
Raden Hendra, yang kini menjabat sebagai Kepala Puskesmas Selaparang, tidak banyak berkomentar terkait soal ini.
“Saya menghargai proses hukum. Kita percayakan sama aparat hukum untuk bekerja secara professional, tapi diingat harus dipegang prinsip-prinsip praduga tidak bersalah. Itu aja pernyataan dari saya… terimakasih,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, pada Jumat (19/11), ketika merespon konfirmasi wartawan kicknews.today.
Pihak Puskesmas Babakan juga enggan berkomentar soal dugaan sulap dana kapitasi ini. Ketika kicknews.today meminta konfirmasi, pihak Puskesmas Babakan menyatakan permintaan tersebut harus didahului dengan mengirimkan surat.
Surat pun dibuat dan diserahkan ke Puskesmas Babakan. Namun, Puskesmas kembali berdalih jika surat itu harus disampaikan lebih dulu ke Litbang Kota Mataram, Dinas Kesehatan dan baru ke Puskesmas Babakan.
“Prosedurnya demikian, karena harus menyiapkan materi wawancara,” ujar staf Puskesmas itu.
Hingga laporan ini diturunkan, belum ada kabar soal nasib permohonan wawancara tersebut. (nur)