kicknews.today – Kesedihan anak dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau yang kini disebut Pekerja Migran Indonesia (PMI) meluap di kegiatan literasi yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Wilayah NTB (LPW NTB) bersama Komunitas Perlindungan Anak (KPAD).
Kegiatan literasi yang mengusung tema “Bertindak Pancasila: Literasi Bersama Anak dari Pekerja Migran Indonesia” diselenggarakan di Desa Rite Kecamatan Ambalawi, Kabupaten Bima pada, Kamis (3/6).

AL, anak dari PMI mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena kedua orang tuanya bekerja di Malaysia, “Orang tua semua di Malaysia, harapannya bisa dirawat orang tua, tidak kerja lagi di Malaysia,” ungkapnya diikuti tangis.
Hal yang sama juga dikatakan MA, anak dari PMI, kedua orang tuanya juga bekerja di negara Malaysia, “Saya sedih tidak ada orang tua, senang dengan banyak teman kumpul belajar dan bermain seperti ini,” kata dia.
Kegiatan literasi yang dilaksanakan oleh LPW NTB dan KPAD sekaligus dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila dan Hari Anak Internasional. Kegiatan ini pun menjadi kali kedua LPW NTB bersama KPAD menggelar literasi di Desa Rite.
LPW NTB menggandeng Komunitas Perlindungan Anak Desa (KPAD) yang berbasis di Desa Rite, sebagai komunitas lokal yang dibina oleh LPW NTB, KPAD terus mendukung kegiatan literasi dan upaya pemenuhan hak-hak anak.
Kegiatan literasi ini diiukuti oleh sebagian besar anak dari pekerja migran, diisi dengan pengarahan tentang Pancasila yang diiukti oleh permainan edukasi, baca buku pesan Pancasila, bercerita dan membaca puisi.
Direktur LPW NTB, Taufan, menyatakan bahwa kegiatan ini diusung dengan pertimbangan bahwa NTB dan khususnya wilayah pulau Sumbawa merupakan salah satu wilayah pengirim pekerja migran yang cukup tinggi.
“Mereka meninggalkan anak dan keluarga. Kondisi tersebut, berimbas pula terhadap pengasuhan dan ketahanan keluarga yang akan memicu berbagai persoalan, anak berhadapan dengan hukum terutama sebagai pelaku maupun korban kejahatan, sampai dengan perkawinan usia anak”, ungkapnya.
“Dengan melihat kondisi anak dari PMI yang pisah tinggal dengan orangtua, maka setidaknya ini mengirimkan pesan kepada pemerintah bahwa skema PMI harus di tata, ke depan harus dikurangi, perlu pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya di daerah”.
“Kegiatan skala kecil ini diharapan kami mampu berkibar dan menularkan semangat di berbagai penjuru. Dengan literasi maka akan tumbuh kesadaran individu, kelompok dan pemerintah daerah maupun pemerintah desa, juga sebagai bagian meningkatkan kesadaran hukum masyarakat”, jelasnya.
Menurut Taufan selama ini, perhatian terhadap anak pekerja migran dan anak-anak rentan masih minim, program yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak memperhatikan aspek pencegahan tingkat mendasar.
“Upaya represif masih ditonjolkan, ada kasus baru diperhatikan dan ramai-ramai saling menyalahkan”, terangnya.
Taufan menegaskan bahwa model seperti ini yang harusnya terus digaungkan, perlu dicipatkan sebanyak-banyaknya ruang positif, bersama-sama dengan masyarakat dan anak-anak kita, secara berkelanjutan.
“Gukan hanya soal sosialisasi di kantor desa atau di ruang rapat pejabat, ini adalah peran bersama yang harus melibatkan masyarakat luas”, tambahnya.
“Melalui momen hari lahir Pancasila dan hari anak internasional 1 Juni, kami bermaksud menggelorakan nilai Pancasila dalam tumbuh kembang anak, kita bergerak melalui spirit literasi untuk NTB berkelanjutan”, pungkasnya.
Ilham, selaku ketua KPAD, menyambut baik maksud LPW NTB untuk terus menyebarkan spirit literasi. Kegiatan literasi di Desa Rite sebelumnya dilakukan literasi dongeng anak yang didukung oleh LPW NTB, dengan kembali diadakan kegiatan literasi, respon anak-anak semakin besar.
“Kami berharap kegiatan semacam ini terus dilakukan, semoga pemerintah daerah dan pemerintah desa berkenan memperhatikan kegiatan literasi, minimal membantu sumbang buku atau memberikan semangat kepada masyarakat dan anak-anak kita,” tutupnya. (red*)