in

‘Berhenti mengisap ibu jari’ buku pertama dari drg Luh De Puspita Dewi Sp Ort

drg Luh De Puspita Dewi Sp Ort dengan buku pertamanya 'Berhenti mengisap ibu jari'
drg Luh De Puspita Dewi Sp Ort dengan buku pertamanya 'Berhenti mengisap ibu jari'

kicknews.today- Menerbitkan buku bukan perkara mudah bagi profesi dokter. Apalagi di tengah pandemi covid-19, beban dan tanggung jawab tenaga kesehatan sebagai garda terdepan tentu sangat sulit.

Tapi hal itu, tidak untuk drg Luh De Puspita Dewi Sp Ort. Terinspirasi dari pengalaman selama praktik, perempuan kelahiran 17 Maret 1987 ini mampu melahirkan karya buku.

Karya Luh De diterbitkan Aksara Andara Ajeng dengan illustrator Ade Sukmajayadi. Buku ini adalah buku cerita bergambar dengan judul Ayo ke Dokter Gigi ‘Berhenti mengisap ibu jari’. Buku ini merupakan karya pertama putri sulung dari empat bersaudara dari buah pernikahan drg I Nengah Namayasa dan Aris Subangkawati.

“Impian saya sejak dulu akhirnya kesampaian juga,” kata Luh De Puspita

Sejak kecil, Luh De mengaku hobi menulis dan membaca buku cerita bergambar dan berwarna. Kebiasaan itu pun terus dilakoninya ketika beranjak remaja hingga dewasa.

Setelah tamat SMA, Luh De memilih untuk mengikuti karier bapaknya yang seorang dokter gigi. Kemudian melanjutkan pendidikan spesialis ortodonti atau dokter gigi yang fokus untuk memperbaiki susunan gigi maupun rahang dengan cara memasang alat berupa kawat gigi di rongga mulut. Baik berupa kawat gigi cekat ataupun alat orto lepasan yang dianggap dapat membantu membantu merapikan gigi

Saat ini, Luh De mengabdi di rumah sakit pemerintah serta di salah satu klinik swasta di Lombok. Selain sebagai praktisi, Luh De Puspita terkadang mengisi acara health talk.

Bahkan di tengah kesibukannya sebagai dokter gigi pun, Luh De masih rutin menulis seputar tentang cara merawat gigi. Hasil tulisannya diunggah lewat laman media sosial pribadinya. Baik di instagram maupun facebook.

“Sekadar untuk mengedukasi masyarakat. Bagaimana menghentikan kebiasaan buruk, yaitu mengisap ibu jari pada anak usia SD dan bagaimana merawat gigi, terutama bagi anak-anak,” katanya.

Mengedukasi masyarakat menurut dia, tidak cukup lewat media sosial. Ide menulis buku pun muncul. Karena dengan buku, hasil tulisan bisa dibaca oleh semua jenis kalangan. Terutama bagi masyarakat atau sekolah di wilayah pelosok yang belum terjangkau akses internet.

Luh De memilih judul ‘Berhenti mengisap ibu jari’ sesuai dengan keahliannya sebagai spesialis ortodonti. Dengan harapan, bisa mengedukasi masyarakat maupun orang tua untuk lebih memperhatikan anak anak yang masih memiliki kebiasaan buruk mengisap ibu jari dan tentang cara merawat gigi sejak dini.

Menurut dia, kebiasaan mengisap jari pada bayi itu normal dilakukan oleh bayi untuk stimulasi tumbuhnya gigi. Dan cara bayi mempelajari keadaan rongga mulutnya serta kebiasaan itu akan berhenti dengan sendirinya pada usia sekitar 3 tahun. Namun, jika kebiasaan mengisap jari masih dilakukan pada anak-anak usia lebih dari usia 3-6, 5 tahun ke atas, kebiasaan itu bisa mempengaruhi masa pertumbuhan dan bentuk gigi anak ketika dewasa.

“Tidak heran, gigi depan atas bisa tonggos dan gigitan pada gigi depan tidak tertutup sempurna. Salah satunya disebabkan karena menghisap jari,” jelas Luh De Puspita Dewi.

Karena itu, melalui buku bisa menjadi media untuk membantu orang tua untuk menasehati anak dan mengajari anak untuk merawat gigi di rumah dan gigi anak agar tetap baik. Buku ini kata dia, didesain semenarik mungkin dengan 28 halaman

Ditulis dengan bahasa yang ringan serta didukung dengan ilustrasi yang kuat. Sehingga mudah dimengerti oleh anak-anak serta orang tua yang membacakan.

Buku tersebut lanjut Luh De, menceritakan tentang seorang ibu dengan dua anaknya yang masih duduk di sekolah dasar. Yakni, Sunar dan Dende. Yang satu memiliki kebiasaan mengisap ibu jari. Baik di sekolah maupun di rumah, dan yang satunya sudah remaja dan merasa malu karena giginya bercelah. Menariknya, dalam buku ini ada dialog antara sang ibu dan dokter gigi  tentang akibat mengisap jari dan bagaimana menghilangkan kebiasaan mengisap jari yang diterangkan dengan ilustrasi yang menarik

“Buku ini kita buat bersambung. Bisa juga digunakan sebagai bahan bacaan di kelas,” katanya.

Sebagai edisi awal, buku ‘Berhenti mengisap ibu jari’ cetak terbatas. Luh De juga menyampaikan 20 persen dari penjualan buku akan didonasikan untuk pengadaan buku yang diserahkan ke perpustakaan keliling maupun taman baca. (jr)