kicknews.today- Ratusan warga Kota Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) melaksanakan Salat Idul Fitri 1445 H pada Senin (8/4/2024) atau lebih awal dari penetapan pemerintah. Salat merayakan kemenangan 1 syawal tersebut digelar di halaman Pondok Pesantren Darul Ulumi Wal Amali, Kelurahan Ntobo, Kecamatan Raba, Kota Bima.
Ratusan jamaah memenuhi halaman tersebut sejak pukul 06.30 Wita. Para jamaah bukan hanya berasal dari Kota Bima. Ada pula datang dari Kecamatan Wera, Sape bahkan dari Kabupaten Dompu.
“Kami mengawali 1 Ramadhan pada 10 Maret. Jadi kita sudah berpuasa selama 30 hari,” jelas Muslimah, seorang jamaah sekaligus putri Tuan Guru, H Afandi, pendiri Ponpes Darul Ulumi Wal Amali, Ntobo.
Guru SMAN 1 Kota Bima mengaku, jumlah jamaah yang melaksanakan salat Idul Fitri saat ini sekitar 500 orang. Selain santri Ponpes, terdapat juga warga biasa yang datang dari berbagai wilayah di Bima dan Dompu.
“Sebagian besar kami tidak punya hubungan keluarga, tapi antara kedekatan murid dan tuan guru,” kata Muslimah.
Pelaksanaan salat Idul Fitri di Ponpes Darul Ulumi Wal Amali sama seperti shalat ied pada biasanya. Yang membedakan hanya penentuan waktu pelaksanaan.
“Setelah salat kami halal bihalal dan makan bersama dan area Ponpes. Biasanya yang dari Dompu nanti juga bakal datang ke sini (Ponpes),” katanya.
Sementara Pimpinan Ponpes, Drs H Muhammad Afandi Bin H. M. Ibrahim Al-Maqbul sebelumnya menyebutkan bahwa penentuan Ramadhan ada banyak cara. Metode hisabiyah menurut orang tuanya yang pernah belajar pada Syekh Abdul Hamid Bin Suhud di Makkah pada 1902 itu, terdapat dua metode penentuan 1 Ramadhan. Yakni, metode al-hisabiyah bil goibiah, yakni dengan melihat tanah dan tidak melihat bulan.
Kemudian, metode al-hisabiyah bi nadariah yakni dengan cara melihat tata letak bulan. Mulai dari tanggal 1 hingga pergantian bulan.
“Yang kita pakai itu metode al-hisabiyah bi nadariah. Misalnya, ketika bulan di hari ke 7 letaknya dimana, begitupun dengan bulan hari ke-14 dan hari berikutnya,” kata Tuan Guru Afandi.
Penentuan 1 Ramadhan atau 1 Syawal menurut H Afandi tidak sepantasnya diperdebatkan. Dalam Al-Quran jelas disebutkan, ‘jika kamu sudah sempurna menghitungnya, bertakbirlah’.
“Yang repot itu orang tidak puasa. Bahkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW perbedaan memulai puasa sudah biasa. Saya pernah baca salah satu kitab dimana Rasulullah berpuasa di Madinah berbeda dengan masyarakat di Makkah,” jelas tuan guru yang akrab disapa Ince Fendo ini.
Penentuan Ramadhan sudah jadi turun temurun melaksanakan puasa Bulan Suci Ramadhan hingga Idul fitri lebih awal. Cara hitungnya pun tidak asal-asalan.
“Yang jelas saya tidak ikut mazhab idrisiyah, syadziliyah ataupun ahmadiyah. Saya beramanah ahlul sunnah waljamaah,” pungkasnya. (jr)