kicknews.today – Proses pemilihan Rektor Universitas Mataram (Unram) terus bergulir di tengah dinamika dan isu terkait dugaan saling jegal menjegal dan pelanggaran etik misterius yang menyeret salah satu bakal calon Rektor Unram berpotensi, Prof. Dr. dr. Hamsu Kadriyan, Sp.THT-KL(K), M.Kes. Meski demikian, Prof. Hamsu menegaskan bahwa haknya untuk maju dalam kontestasi masih tetap terbuka, selama proses hukum belum diputus secara berkekuatan tetap.
Ditemui di sela acara Konas PERHATI-KL pekan ini, Prof. Hamsu menyampaikan pihaknya telah menempuh jalur hukum terkait keputusan sanksi etik yang dijatuhkan.

“Saat ini kami sudah melakukan gugatan ke PTUN terkait putusan tersebut, termasuk SK yang dikeluarkan untuk senat. Jadi kita ikuti saja prosedur hukum yang ada,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa selama putusan belum inkrah, hak akademiknya tetap melekat. “Pada prinsipnya, setelah katakanlah sanksi ini belum berkekuatan hukum tetap, berarti kita belum ada sanksi. Jadi masih ada kemungkinan untuk mendaftar. Kalau kita tidak melakukan banding atau gugatan, tentu akan menghambat. Tapi karena kita lakukan gugatan, maka tetap bisa, kecuali sudah berkekuatan hukum tetap,” jelasnya.
Terkait isu adanya saling jegal dan dinamika panas dalam proses pemilihan rektor Unram, Prof. Hamsu memilih untuk tidak berspekulasi. Menurutnya, dinamika seperti itu adalah hal yang mungkin terjadi dalam proses kompetisi.
“Prinsipnya, memang di dalam sebuah kontestasi pasti ada dinamika. Di setiap kompetisi, ada yang ingin menyampaikan atau mengungkapkan gagasan, mungkin dengan cara yang mereka anggap tepat. Kita tidak bisa men-judge apakah itu salah atau tidak. Nanti kita tunggu saja keputusan PTUN,” katanya.
Prof. Hamsu juga menegaskan bahwa komentar terkait kode etik akan lebih tepat disampaikan oleh pihak lain. “Terkait kode etik, mungkin nanti biar dari yang lain yang memberikan komentar. Kalau saya khawatirnya nanti dianggap ada kepentingan,” tutupnya. (gii)


