Polemik PPDB di Lombok Utara: Dikbudpora tegaskan penolakan siswa karena aturan bukan diskriminasi

Kepala Dikpora KLU, Adenan. (Foto kicknews.today/Anggi)

kicknews.today – Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025/2026 di Kabupaten Lombok Utara (KLU) sempat diwarnai polemik, menyusul munculnya isu penolakan calon siswa karena terganjal batas usia.

 

Isu ini sempat memantik perhatian publik, terutama setelah adanya laporan dari orang tua yang mengaku anaknya ditolak masuk SMP meskipun ingin melanjutkan pendidikan.

 

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, dan Pemuda Olahraga (Dikbudpora) KLU, Adenan menegaskan bahwa proses PPDB di Lombok Utara telah berjalan sesuai regulasi resmi yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), khususnya melalui Peraturan Menteri Pendidikan (Permen) terkait batas usia peserta didik.

 

“Kalau mau melanggar Permen, silakan tanggung konsekuensinya. Jadi kami mengikuti aturan, bukan sekolah yang menolak, tapi memang harus sesuai regulasi,” tegas Adenan, Jumat (11/07/2025).

 

Adenan menjelaskan, usia maksimal untuk masuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah 15 tahun. Jika ada calon siswa yang usianya melebihi batas tersebut, maka sekolah tidak dapat memproses pendaftaran mereka, karena dikhawatirkan akan menimbulkan masalah pada jenjang pendidikan selanjutnya, seperti saat masuk SMA yang juga memiliki batas usia.

 

“Kami kan punya awik-awik yang harus diikuti. Jadi semua keputusan didasarkan pada regulasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah,” jelasnya.

 

Dalam kasus ini, pihak Dikbudpora KLU telah menerima laporan dari dua sekolah, yakni SMP Negeri 3 Bayan dan SMP Negeri 3 Gangga, terkait siswa yang tidak bisa diterima karena usia yang sudah melebihi batas.

 

“Kami tidak berani membolehkan mereka diterima, karena konsekuensinya bisa panjang. Itu juga sudah kami komunikasikan dengan orang tua, terutama di SMP 3 Bayan,” ungkapnya.

 

Untuk menghindari anak-anak putus sekolah, Dikbudpora KLU telah menyediakan solusi alternatif bagi calon siswa yang terganjal usia, yakni melalui jalur pendidikan non-formal seperti Paket A, B, dan C yang diakui secara sah dan setara dengan pendidikan formal.

 

“Kami sudah jelaskan langsung kepada orang tua siswa, bahkan saat ajang talenta. Intinya, tidak ada yang berani melawan aturan Kementerian. Ini demi masa depan pendidikan anak-anak juga,” imbuh Adenan.

 

Pihaknya berharap masyarakat dapat memahami bahwa penolakan yang terjadi bukan karena diskriminasi atau ketidakadilan, melainkan demi menjalankan aturan nasional yang berlaku secara merata di seluruh Indonesia.

 

“Harapannya ke depan tidak ada anak yang drop out atau putus sekolah hanya karena kendala usia. Kami akan terus mencari jalan agar semua anak bisa tetap belajar,” pungkasnya.

 

Dengan penegasan ini, Dikbudpora KLU ingin memastikan bahwa sistem pendidikan di Lombok Utara tetap berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak pada keberlanjutan pendidikan anak-anak, tanpa mengesampingkan regulasi nasional yang telah ditetapkan. (gii)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Email

Kontributor →

Kontributor kicknews

Artikel Terkait

OPINI