kicknews.today – Anggota DPRD Dompu Muhammad Rasyid Ridha nilai surat keputusan (SK) Pergantian Antar Waktu (PAW) yang dikeluarkan mantan Gubernur Dr Zulkieflimansyah dianggap cacat substansial. Karena DPP Berkarya telah menerbitkan SK penetapan penghentian proses PAW. Ditambah lagi dengan surat permohonan penghentian proses PAW dari Bupati Dompu.
Karena itu, Muhammad Rasyid Ridha melalui kuasa hukumnya menyurati Penjabat (Pj) Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi. Wakil rakyat dari Partai Berkarya ini meminta agar membatalkan SK PAW yang diterbitkan 15 September lalu.
“Menurut kami, SK tersebut cacat substansial karena sudah ada SK penetapan penghentian proses PAW dari DPP Berkarya,” tegas Anriyadi Iktamalah, salah satu Kuasa Hukum Muhammad Rasyid Ridha, Selasa (3/10).
Surat perihal permohonan pembatalan SK PAW Ridha ini dikirim kuasa hukumnya dari kantor Hukum Lombok Hayat, Senin (2/10). Surat tersebut ditujukan kepada Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi dan sudah diterima pihak Setda Pemprov NTB.
Dalam surat tersebut, mereka mengajukan permohonan pembatalan SK Gubernur NTB Nomor: 171.2.593 Tahun 2023 tentang Peresmian Pengangkatan PAW anggota DPRD Dompu Mustakim sisa masa jabatan 2019-2024. Mereka juga meminta agar SK Gubernur NTB Nomor: 171.3.592 Tahun 2023 tentang Peresmian PAW anggota DPRD Dompu Muhammad Rasyid Ridha masa jabatan 2019-2024 dibatalkan. Dua SK tersebut diterbitkan pada 15 September 2023.
“Dua SK itu diduga diterbitkan tanpa sepengetahuan dari (mantan) Gubernur NTB (Zulkieflimansyah) dan diduga atas kerja sama antara staf khusus Gubernur dengan Kepala Biro Pemerintahan dan Kepala Biro Hukum. Sehingga kedua SK tersebut dapat diterbitkan tanpa prosedur dan mekanisme hukum yang sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan,” duga pria yang akrab disapa A’an ini.
Ia menduga surat-surat yang berisi dokumen-dokumen pendukung yang telah dikirimkan kliennya kepada Gubernur NTB tidak disampaikan seutuhnya oleh Kepala Biro Pemerintahan maupun Kepala Biro Hukum kepada Gubernur.
“Kami selalu kirim surat terupdate ke gubernur. Dan kenapa bisa diproses PAW terhadap klien kami. Ini ada apa,” tanya dia.
A’an menguraikan rangkaian proses PAW Muhammad Rasyid Ridha. Kliennya ini diangkat menjadi DPRD Dompu dari Berkarya 3 September 2019 lalu. Kemudian, DPP Berkarya menerbitkan SK Nomor: 29.1/SKO/DPP/Berkarya/ XII/2022 tentang penetapan Pemberhentian Anggota Partai Berkarya dan Penetapan PAW Anggota DPRD Partai Berkarya pada 29 Desember 2022. Namun DPP Partai Berkarya tidak mengirimkan salinan SK tersebut kepada Ridha. “Klien kami tidak mengetahui jika dirinya telah diusulkan untuk dilakukan PAW oleh partainya,” urainya.
Selanjutnya, DPW Partai Berkarya mengirimkan surat Nomor: 017.1/Pengusulan.PAW/DPW/ Berkarya/NTB/I/2022, perihal Pengusulan
PAW kepada DPRD Dompu untuk melanjutkan proses PAW pada 20 Januari 2023. “Surat itu dikirim ke DPRD Dompu dan tidak ditujukan ke klien kami. Sehingga klien kami akhir bulan Januari 2023 baru mengetahui jika dirinya telah dilakukan PAW,” ungkapnya.
Kemudian, DPP Partai Berkarya mengubah keputusan dan mencabut persetujuan PAW dan keanggotaan anggota DPRD, serta memulihkan kembali hak-hak Ridha pada 23 Februari 2023. Lalu, pada 16 Maret 2023, DPP Partai Berkarya kembali menerbitkan surat penyampaian keterangan pembatalan surat pencabutan persetujuan PAW tertanggal 23 Februari 2023, yang intinya memberlakukan kembali PAW.
“Klien kami berupaya untuk mempertahankan hak-haknya sebagai anggota partai, yakni menempuh upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Partai Berkarya pada tanggal 14 April 2023,” sebutnya.
Di saat gugatan sedang berjalan, Ridha mengirimkan surat kepada DPRD Dompu, Bupati Dompu, dan Gubernur, yang isinya memberitahukan proses gugatan di Mahkamah Partai Berkarya sedang berproses. Namun DPRD Dompu tidak mengindahkan surat pemberitahuan dengan tetap mengirim surat perihal tambahan kelengkapan PAW Ridha kepada Gubernur NTB tertanggal 8 Mei 2023. Hal yang sama juga dilakukan Bupati Dompu, dengan tetap mengirim surat pemberhentian Ridha di hari yang sama.
“Karena proses PAW tetap berjalan, kami mengajukan gugatan PMH (perbuatan melawan hukum) atas tindakan bupati maupun DPRD Dompu,” tegas.
Di tengah proses gugatan di Pengadilan Negeri Mataram berjalan, Karo Pemerintahan dan Otda Setda NTB mengembalikan berkas PAW kepada Bupati Dompu, 22 Mei 2023. Sebulan kemudian, DPP Partai Berkarya mencabut seluruh surat-surat yang berkenaan dengan proses PAW Ridha pada 27 Juni 2023. “Jadi tidak beralasan hukum untuk tetap dilakukan proses PAW,” sebut dia.
Kendati demikian, DPRD Dompu mengajukan usulan kembali kepada bupati terkait proses PAW pada 5 Juli 2023. Hari itu juga Bupati Dompu meneruskan usulan tersebut kepada Gubernur.
Untuk kedua kalinya Karo Pemerintahan dan Otda Setda NTB mengembalikan berkas kepada Bupati Dompu 26 Juli 2023. Dengan pertimbangan belum adanya putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas gugatan Ridha di Pengadilan Negeri Mataram. “Juga pertimbangan adanya surat penangguhan dari DPP Partai Berkarya yang membatalkan seluruh surat-surat yang berkaitan dengan PAW Ridha,” jelas dia.
DPP Partai Berkarya kembali menerbitkan SK tentang penetapan penghentian proses PAW tersebut pada 23 Agustus 2023. SK tersebut dikirim DPP Berkarya ke Gubernur. Ridha juga mengirim surat tersebut ke Gubernur NTB, Karo Pemerintahan, dan Karo Hukum Setda NTB. “DPP Partai Berkarya telah menghentikan permohonan pengajuan PAW Ridha yang semula akan digantikan oleh Mustakim,” katanya.
DPP Berkarya juga menerbitkan SK pencabutan atas surat keputusan sebelumnya. Surat itu dikirim DPP dan Ridha kepada Gubernur NTB, Karo Pemerintahan, dan Karo hukum. Menurut A’an, jika DPP Berkarya mengajukan permohonan pengajuan PAW terhadap Ridha, maka yang berhak yang menggantikannya, Syirajudin (yang memperoleh suara terbanyak ketiga). Karena calon suara terbanyak kedua telah pindah partai. Setelahnya yang berhak menggantikan adalah Fifi Sumanti, yang memperoleh suara suara terbanyak keempat jika Syirajudin berhalangan.
“Sehingga tidak dapat digantikan dengan Mustakim yang memperoleh suara terbanyak kelima,” katanya.
Selanjutnya, DPRD Dompu memohon penundaan PAW kepada Gubernur NTB pada 11 September 2023. “Seharusnya SK pengangkatan Mustakim dan SK pemberhentian Ridha tidak dapat diterbitkan,” katanya.
Terlebih lagi, DPP Berkarya telah mengirimkan surat permohonan penghentian PAW Ridha tertanggal 12 September 2023. Surat itu ditembuskan kepada Gubernur NTB. “Tapi kenapa gubernur tetap menebitkan SK tersebut? Harusnya SK tidak dapat diterbitkan, karena sudah ada surat penghentian dari dari DPP dan penundaan dari DPRD Dompu,” ungkapnya.
Ditambah lagi, Bupati Dompu mengirimkan surat kepada Gubernur NTB perihal permohonan penghentian proses PAW pada 22 September 2023. “Kami selalu mengirimkan surat-surat terupdate kepada Gubernur NTB dan kepada Karo hukum serta Karo Pemerintahan. Sehingga tidak terdapat alasan surat-surat tersebut belum diterima oleh Karo Pemerintahan dan Karo Hukum,” tegas A’an.
Ia kembali menegaskan, sejak Karo Pemerintahan dan Otda Setda NTB mengembalikan berkas usulan PAW untuk kedua kalinya, tidak ada pengajuan atau usulan baru secara berjenjang DPRD Dompu melalui Bupati Dompu kepada Gubernur NTB.
“Kuat dugaan adanya rekayasa, sehingga Karo Hukum maupun Karo Pemerintahan tetap memproses dan menerbitkan SK PAW,” ungkapnya.
Ia juga menilai dua SK Gubernur NTB tertanggal 15 September cacat prosedur dan subtansi. Juga terdapat kejanggalan-kejanggalan lain. Seperti pemberian nomor dan penetapan SK tersebut tidak diketik sebagaimana kebiasaan pada umumnya, namun ditulis tangan.
Kejanggalan lain, pemberian nomor SK didahului dengan pengangkatan Mustakim daripada memberhentikan Ridha.
“Seharusnya klien kami diberhentikan terlebih dahulu, barulah Mustakim dapat diangkat jika memang benar proses mekanismenya,” tutur dia.
SK juga berlaku mundur, yakni berlaku pada 11 September 2023, sebelum ditetapkan pada 15 September 2023.
“Secara kasat mata pada tanda tangan Gubernur NTB tidak terlihat seperti tanda tangan gubernur pada Surat-surat sebelumnya,” duga dia.
“Karena itu, kami berharap Pj Gubernur NTB membatalkan dua SK tersebut. Karena cacat substansial dan banyak kejanggalan,” pungkasnya. (jr)