kicknews.today – Pengelolaan air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno yang dilakukan oleh PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) sempat menuai berbagai persoalan. Kendati demikian, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lombok Utara (KLU) masih membuka peluang untuk melanjutkan kerja sama dalam skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Meskipun sempat dikritik karena diduga merusak ekosistem laut akibat pemasangan pipa penyulingan air, skema KPBU tetap dianggap sebagai solusi terbaik untuk memastikan ketersediaan air bersih di kedua destinasi wisata unggulan tersebut.

Bupati KLU, Najmul Akhyar bersama para staf ahli investasi dari kalangan akademisi terus membahas langkah terbaik terkait keberlanjutan kerja sama dengan PT TCN.
Hingga saat ini, belum ada keputusan final mengenai apakah kontrak dengan perusahaan tersebut akan diperpanjang atau tidak.
“Proses KPBU ini sudah sah secara hukum. Bahkan, Presiden telah beberapa kali menegaskan bahwa KPBU adalah jalan terbaik untuk mengatasi permasalahan infrastruktur di daerah,” ujar salah satu staf ahli investasi Pemda KLU Basuki, Selasa (18/03/2025).
Menurutnya, jika hanya mengandalkan APBD atau APBN, hampir tidak ada anggaran yang cukup untuk membangun infrastruktur air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno. Oleh karena itu, KPBU tetap menjadi pilihan rasional guna mengoptimalkan sumber daya yang ada di KLU.
“Prinsip dasar KPBU adalah keseimbangan. Investor mengharapkan pengembalian modal, sementara daerah dan masyarakat memperoleh manfaat,” katanya.
Sebagian besar masalah dalam penyediaan air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno muncul karena adanya perbedaan penafsiran terhadap regulasi. PT TCN dinilai hanya perlu melengkapi dokumen dan izin lingkungan yang diperlukan agar operasionalnya tidak lagi mengalami kendala.
“Jika izin-izin tersebut bisa diselesaikan, maka kerja sama ini akan sangat menguntungkan, baik dari segi ekonomi maupun pelayanan kepada masyarakat,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar Pemda KLU tidak terlalu membatasi investasi, karena hal itu bisa menghambat perkembangan daerah.
“Jika kita menutup diri terhadap investasi, daerah lain yang lebih terbuka akan berkembang lebih cepat. Jika tidak, Lombok Utara akan tertinggal,” tegasnya.
Salah satu opsi lain yang sempat dipertimbangkan adalah penggunaan pipa bawah laut untuk menyalurkan air bersih ke Gili Trawangan dan Gili Meno. Namun, solusi ini dinilai tidak efektif dan berisiko lebih besar.
“Penanaman pipa bawah laut itu sangat sulit. Tidak ada jaminan bahwa pipa tersebut tidak akan terangkat atau rusak. Jika itu terjadi, masyarakat dan wisatawan bisa kekurangan air bersih,” jelas Jumardin, staf ahli investasi Pemda KLU lainnya.
Saat ini, yang menjadi prioritas adalah penyelesaian izin lingkungan, yang menjadi kendala utama dalam keberlanjutan proyek ini. Jika izin tersebut dapat segera dirampungkan, maka layanan air bersih di Gili Trawangan dan Gili Meno akan lebih optimal dan mendukung perkembangan sektor pariwisata.
Dengan permasalahan yang masih dalam pembahasan, keputusan akhir terkait kerja sama dengan PT TCN masih dinantikan. Namun, yang jelas, Pemda KLU berupaya memastikan bahwa penyediaan air bersih tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan wisatawan. (gii)