Oleh: Lale Cahya Kencana
Berbeda dengan pelatih pencak lainnya, Kake Ibang tidak memiliki gerak jurus tipuan. Kuda-kuda, lipatan, sikutan, pukulan, dan tendangannya seolah nampak mudah dibaca dan diantisipasi lawan. Demikianlah pencak ibang, ia tidak benar-benar berkehendak menjatuhkan lawan, melainkan lebih pada peringatan agar tidak mengganggu. Namun, cerita sungguh berbeda manakala lawan telah menjadi musuh yang berniat menghabisi; pencak ibang menjadi sangat cepat, bertenaga penuh, dan tepat sasaran. Kecepatan, kekuatan, dan akurasi benar-benar membuat musuh tumbang.
Kake Ibang adalah anak rantau. Setelah tamat tsanawiyah di Lombok, ia melanjutkan aliyah ke tanah Jawa dan kemudian menimba ilmu di negeri tetangga dan negeri jauh. Pengalaman dari tanah leluhur serta dari berbagai negeri itu menjadi dasar bagi Kake Ibang mendirikan pencak ibang.
Aku adalah salah satu dari lima perempuan dan ratusan laki-laki yang belajar pencak dari Kake Ibang. Sesungguhnya, kami tidak hanya belajar pencak; bahkan bisa dikatakan belajar pencak ini hanya pelengkap. Kake Ibang mengajarkan kami tentang hidup dan bagaimana menjalani hidup dengan bahagia.
Tuhan Yang Maha Kuasa telah menciptakan bumi untuk mudah ditinggali; segala kebutuhan manusia untuk tumbuh dan berkembang telah tersedia. Hanya saja, manusia perlu ilmu atau alat untuk mengolah sumber daya yang tersedia secara bijaksana dan berkelanjutan. Ilmu hidup, kehidupan, dan menghidupi itulah yang diajarkan Kake Ibang kepada kami.
Geliat Pilkada di NTB sedikit mencuri perhatianku pada satu sosok calon gubernurnya, Lalu Muhamad Iqbal, mantan Dubes Turki periode 2018-2023. Bukan karena aku perempuan lalu tertarik dengan wajahnya yang rupawan, melainkan langkah politiknya yang mirip dengan filosofi pencak ibang yang telah aku kemukakan di awal.
Sebagai mantan diplomat, nampak sekali ia berpolitik dengan santun. Ia mengawali langkahnya dengan silaturahmi kepada keluarga, sahabat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat hingga calon gubernur yang akan menjadi pesaingnya.
Sebagaimana pencak ibang, ia nampak hendak merangkul semua, pesaingnya dipandang sebagai kawan, bukan lawan politik. Ia memandang, para pesaingnya juga memiliki niat yang sama, yaitu membangun NTB. Namun, gerak langkahnya dalam sepekan ini berubah drastis. Ketika ia berada dalam posisi ditekan dan terancam, ia menambah kecepatan, kekuatan, dan memastikan akurasi sehingga tepat sasaran sesuai target.
Praktis, langkahnya yang menambah kecepatan, kekuatan, dan akurasi membuat pesaingnya kelimpungan dan bahkan terancam gagal mencalonkan diri karena tidak cukup tiket untuk mendaftar di KPUD. Aku terkesan dengan langkahnya sekaligus tersenyum kecil. Akan halnya pencak ibang, yang memandang lawan sebagai kawan, namun jika disakiti, diancam, dan ditekan, maka tidak ada pilihan selain melumpuhkan lawan.
Semangat terus untuk sang diplomat, Lalu Muhamad Iqbal; jaga kecepatan, kekuatan, dan akurasi untuk NTB tercinta.