kicknews.today – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) mengambil langkah serius dalam memperkuat perlindungan terhadap korban dalam kasus yang tengah menjadi sorotan publik, yakni dugaan pencabulan dan kekerasan seksual terhadap 22 santri yang dilakukan oleh oknum pimpinan salah satu pondok pesantren di wilayah Kekait, Lombok Barat. Belakangan ini kasus tersebut dikenal publik sebagai kasus ‘Walid Lombok’
Menindaklanjuti arahan Gubernur NTB, Dr. Lalu Muhammad Iqbal, Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB, Dr. H. Ahsanul Khalik bersama tim Pekerja Sosial dan Kepala UPTD PPA DP3AP2KB Provinsi NTB menggelar pertemuan dengan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi. Pertemuan tersebut juga melibatkan unsur dari aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati beberapa langkah strategis sebagai bentuk sinergi penanganan dan perlindungan terhadap para korban, pertama prioritaskan rasa aman untuk korban. Kesepakatan pertama yang diambil adalah pentingnya korban mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal ini dinilai vital agar para korban merasa aman dan terlindungi selama proses hukum berlangsung, serta bebas dari tekanan, intimidasi, maupun ancaman dari pihak manapun.
Kedua, pendampingan sosial dan psikologis terintegrasi. Dinas Sosial NTB bersama UPTD PPA DP3AP2KB NTB menyatakan kesiapannya dalam memberikan pendampingan menyeluruh kepada para korban. Pendampingan akan dilakukan oleh pekerja sosial yang disiapkan khusus untuk mendampingi korban dalam proses rehabilitasi sosial, termasuk konseling psikososial dan pemulihan trauma.
Selain itu, UPTD PPA juga menyiapkan tenaga psikolog profesional untuk membantu korban dalam menghadapi dampak psikologis jangka panjang dari peristiwa yang dialaminya.
Ketiga, tracing santri dan penjaminan hak pendidikan. Langkah penting lainnya adalah melakukan tracing atau penelusuran terhadap santriwati yang telah kembali ke keluarganya. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah terdapat korban lainnya di luar 22 yang sudah terungkap. Proses ini akan dilakukan secara kolaboratif antara LPA Kota Mataram, Pekerja Sosial Masyarakat dari Dinas Sosial NTB, serta melibatkan Dinas Sosial dan DP3AP2KB dari kabupaten/kota asal para santri.
Tracing juga bertujuan memastikan hak pendidikan para santri tetap terpenuhi. Dalam hal ini, apabila ada santri atau santriwati yang mengalami kesulitan dalam proses kepindahan sekolah atau pondok, maka Dinas Sosial Provinsi NTB membuka ruang layanan bantuan. Dinas Sosial akan berkoordinasi langsung dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi NTB untuk memfasilitasi kepindahan mereka ke lembaga pendidikan yang lebih aman.
Keempat, munculnya usulan pembentukan satgas pengawasan asrama pondok pesantren.
Dalam diskusi bersama, Kepala Dinas Sosial NTB dan Ketua LPA Kota Mataram juga menyoroti kelemahan sistem pengawasan asrama pondok pesantren. Menurut informasi dari ketua LPA Kota Mataram, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama NTB pernah menyampaikan bahwa Kemenag tidak memiliki kewenangan dalam mengawasi keberadaan atau aktivitas di dalam asrama pondok pesantren, karena kewenangan Kemenag hanya mencakup aspek pendidikan dan perizinan lembaga pesantren.
”Sebagai solusi, diusulkan agar Pemerintah Daerah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan dan Pembinaan Asrama Pondok Pesantren. Satgas ini nantinya akan bertugas melakukan deteksi dini terhadap berbagai bentuk pelanggaran di lingkungan asrama, termasuk kekerasan seksual, serta mengawasi kelayakan sarana prasarana, kebersihan, dan kenyamanan asrama sebagai tempat tinggal para santri,” jelasnya.
Dr Ahsanul menegaskan bahwa dalam kasus-kasus seperti ini, negara harus hadir melindungi korban, memastikan keadilan ditegakkan, dan menjamin ruang aman bagi setiap anak, termasuk di lingkungan pesantren.
“Pemprov NTB tidak akan membiarkan anak-anak kehilangan masa depannya dan ini menjadi penekanan Bapak Gubernur kepada kami untuk diatensi secara khusus, karena kekerasan yang seharusnya bisa dicegah. Kasus ini harus menjadi momentum perbaikan menyeluruh bagi sistem perlindungan anak di NTB,” tegas Kepala Dinas Sosial NTB yang akrab disapa Dr Aka ini. (jr)